Agen bola Piala Dunia

Silakan Hubungi Cs kami untuk informasi lebih lanjut.

SELAMAT DATANG DI BLOG PREDIKSI CERIA4D

Blog Prediksi Resmi dari BO CERIA4D

Lomba Tebak 3D -2Line Bersama CERIA4D

bagi yang ingin mengikuti Silakan bergabung di Group Facebook kami "DONATAN4D Agent Togel Terpercaya"

Link WAP Donatan4D

Kini Hadir Versi Handphone Untuk memudahkan Para Member melakukan Betting dimana saja dan kapan saja.

Donatan4D bandar Togel Online Terpercaya

Silakan Hubungi Kami melalui Kontak di Atas

Saturday, April 30, 2022

Kehidupan Perawan Vestal Romawi Kuno, Jika Lakukan Salah Dihukum Mati


Satu perguruan tinggi agama Romawi yang terlarang bagi pria adalah College of the Vestals, yang dikenal sebagai Perawan Vestal (Vestal Virgin). College of the Vestals adalah institusi penting yang berfungsi untuk memastikan kesejahteraan dan keamanan Roma.

Menurut penulis Romawi Plutarch, College of the Vestals didirikan oleh raja legendaris kedua Roma, Numa Pompilius. Selama pemerintahan Numa, hanya ada dua Perawan Vestal, dan Plutarch menamai dua Perawan Vestal pertama sebagai Gegania dan Verenia, yang kemudian digantikan oleh Canuleia dan Tarpeia.

Plutarch memberikan saran mengapa Numa mungkin telah memerintahkan para pendeta menjaga keperawanan mereka sambil mengawasi api suci, ia menulis bahwa Numa mungkin telah menganggap sifat api sebagai murni dan tidak rusak dan mempercayakannya ke tubuh yang tidak tercemar.

Bagaimana Rasanya Hidup sebagai Perawan Perawan?

Perawan Vestal dipilih dari keluarga bangsawan pada usia muda, biasanya antara enam dan 10 tahun. Selama 10 tahun pertama, gadis-gadis itu akan melayani sebagai pemula. Setelah itu, mereka akan sepenuhnya diakui sebagai Perawan Vestal selama 10 tahun ke depan.

Selama 10 tahun terakhir pelayanan, mereka akan melayani sebagai supervisor yang bertanggung jawab atas pelatihan para novis baru. Setelah 30 tahun pelayanan, Perawan Vestal akan dibebaskan dari tugas mereka dan diizinkan untuk menjalani kehidupan pribadi.

Mereka diizinkan untuk menikah. Bagi pria yang menikahi seorang mantan Perawan Vestal dianggap sebagai hak istimewa. Namun dari sudut pandang Perawan Vesta, pernikahan dianggap kurang beruntung, karena mereka telah ditahbiskan kepada dewi Vesta untuk sebagian besar hidup mereka, dan banyak yang memilih untuk terus menjalani kehidupan lajang.

Kewajiban dan Hak Istimewa untuk Pendeta Vesta



Selain merawat api suci, PerawanVestal bertanggung jawab atas persiapan salsa mola ('tepung asin'), yang digunakan dalam semua pengorbanan negara. Perawan Vestal juga menjadi penjaga wasiat dan mengambil bagian dalam berbagai upacara. Pada bulan Juni, festival Vestalia dirayakan dan tempat suci bagian dalam dari kuil melingkar ke Vesta di Forum Romanum akan dibuka untuk wanita biasa untuk membawa persembahan. Area ini biasanya hanya dapat diakses oleh Perawan Vestal dan Pontifex Maximus. Di akhir festival, kuil dibersihkan secara ritual.

Akhir dari College of Vestals

Namun, ketika Roma mengalami kemalangan, Perawan Vestal disalahkan, dan beberapa orang menganggap mereka sebagai kambing hitam atas masalah yang dihadapi Roma. Misalnya, ketika Roma menghadapi kekalahan militer, Perawan Vestal disalahkan karena gagal untuk mempertahankan api suci, atau hilangnya keperawanannya.

Untuk hal-hal serius seperti itu, seorang Perawan Vestal dapat dihukum mati. Karena dilarang untuk membunuh atau menyakiti seorang Perawan Vestal, cara-cara eksekusi kejam lainnya digunakan sebagai gantinya. Misalnya, Vestal Marcia, yang dituduh mengambil kekasih, dibiarkan mati kelaparan di sebuah makam tertutup pada tahun 114 SM.

Hari-hari Perawan Vestal berakhir dengan kedatangan agama Kristen. Vestalis maxima ('kepala Vestal') terakhir yang diketahui adalah Coelia Concordia, yang hidup pada masa pemerintahan Theodosius I. Pada 394 M, Theodosius, yang adalah seorang Kristen, membubarkan College of Vestals, sehingga mengakhiri institusi Romawi kuno ini. .

Friday, April 29, 2022

Bagaimana Cara Ikan Berkomunikasi? Ilmuwan Menemukan Jawabannya

Tanpa kita sadari, ternyata ada banyak pembicaraan yang terjadi di bawah ombak. Pembicaraan itu dilakukan oleh para ikan. Ya, ikan ternyata saling berkomunikasi satu sama lain. Sebuah studi baru dari Cornell University menemukan bahwa ikan jauh lebih mungkin berkomunikasi dengan suara daripada yang diperkirakan secara umum, dan beberapa ikan telah melakukan ini setidaknya selama 155 juta tahun. Temuan ini belum lama dipublikasikan di jurnal Ichthyology & Herpetology pada 20 Januari 2022 berjudul Evolutionary Patterns in Sound Production across Fishes.

"Kami sudah lama mengetahui bahwa beberapa ikan mengeluarkan suara," kata penulis utama Aaron Rice, seorang peneliti di K. Lisa Yang Center for Conservation Bioacoustics di Cornell Lab of Ornithology. "Tapi suara ikan selalu dianggap sebagai keanehan yang langka. Kami ingin tahu apakah ini hanya sekali atau ada pola yang lebih luas untuk komunikasi akustik pada ikan," tambahnya.

Para penulis melihat cabang ikan yang disebut ikan bersirip pari. Ini adalah vertebrata (memiliki tulang punggung) yang terdiri dari 99% spesies ikan yang dikenal di dunia. Mereka menemukan 175 famili yang berisi dua pertiga spesies ikan yang melakukan, atau kemungkinan besar, berkomunikasi dengan suara. Dengan memeriksa pohon keluarga ikan, penulis penelitian menemukan bahwa suara sangatlah penting, ia berevolusi setidaknya 33 kali terpisah selama jutaan tahun.

“Berkat penelitian dasar selama beberapa dekade tentang hubungan evolusioner ikan, kami sekarang dapat mengeksplorasi banyak pertanyaan tentang bagaimana fungsi dan perilaku yang berbeda berevolusi di sekitar 35.000 spesies ikan yang diketahui,” kata rekan penulis William E. Bemis '76, profesor Cornell ekologi dan biologi evolusioner di Sekolah Tinggi Pertanian dan Ilmu Hayati, seperti yang dilaporkan Tech Explorist.

"Kami menjauh dari cara berpikir yang sangat berpusat pada manusia. Apa yang kami pelajari dapat memberi kami beberapa wawasan tentang pendorong komunikasi yang baik dan bagaimana hal itu terus berkembang." tuturnya.

Para ilmuwan menggunakan tiga sumber informasi, yaitu rekaman yang ada dan makalah ilmiah yang menjelaskan suara ikan; anatomi ikan yang diketahui, apakah mereka memiliki alat yang tepat untuk membuat suara, seperti tulang tertentu, kantung udara, dan otot khusus suara; dan referensi dalam literatur abad ke-19 sebelum mikrofon bawah air ditemukan.

"Komunikasi suara sering diabaikan pada ikan, namun mereka membuat lebih dari setengah dari semua spesies vertebrata yang hidup," kata Andrew Bass, penulis utama dan Profesor Neurobiologi dan Perilaku Horace White di College of Arts and Sciences. "Mereka mungkin telah diabaikan karena ikan tidak mudah didengar ataupun dilihat, dan ilmu komunikasi akustik bawah air terutama berfokus pada paus dan lumba-lumba. Tetapi ikan juga memiliki suara!" tegasnya.

Apa yang dibicarakan ikan itu? Hal yang hampir sama yang kita semua bicarakan, yaitu seks dan makanan. Rice mengatakan ikan itu mencoba menarik pasangan, mempertahankan sumber makanan ataupun wilayah mereka, atau memberi tahu ikan lain di mana mereka berada. Bahkan beberapa nama umum untuk ikan didasarkan pada suara yang mereka buat, seperti dengkuran, croaker, hog fish, lele mencicit, terompet, dan banyak lagi.

Rice bermaksud untuk terus melacak penemuan suara pada spesies ikan dan menambahkannya ke basis datanya yang terus berkembang, sebuah proyek yang dia mulai 20 tahun lalu dengan rekan penulis studi Ingrid Kaatz '85, MS '92, dan Philip Lobel, seorang profesor biologi di Universitas Boston. Kolaborasi mereka terus berlanjut dan berkembang sejak Rice datang ke Cornell.

"Ini memperkenalkan komunikasi yang baik ke lebih banyak kelompok daripada yang pernah kita duga," kata Rice. "Ikan melakukan segalanya. Mereka menghirup udara, mereka terbang, mereka makan apa saja dan segalanya. Pada titik ini, tidak ada yang mengejutkan saya tentang ikan dan suara yang bisa mereka buat," ujarnya.

Penelitian ini sebagian didanai oleh National Science Foundation, U.S. Bureau of Ocean Energy Management, Tontogany Creek Fund, dan Cornell Lab of Ornithology.

Mungkinkah suatu hari nanti sebuah teknologi akan dapat diciptakan untuk lebih memahami komunikasi antar ikan?
 

Thursday, April 28, 2022

Rahasia Baru Pengawetan Mumi Mesir Kuno Dalam Papirus Louvre Carlsberg


 Peradaban Mesir Kuno selalu meninggalkan banyak misteri dan perbincangan menarik di dunia arkeologi. Selain mumi, peradaban Mesir Kuno meninggalkan beberapa penemuan seperti patung besar Sphinx hingga Piramida Giza. Berbicara mengenai mumi dari Mesir Kuno, peneliti menjadi bersemangat untuk mencari informasi, menggali, mengidentifikasi, hingga menemukan jawaban dari kemajuan peradaban Mesir Kuno.

Saat ini, peneliti terus mencari rahasia tersembunyi dalam pembalseman mumi. Bagaimana peradaban Mesir Kuno mampu menghasilkan ramuan untuk mengawetkan mumi hingga mampu bertahan jutaan tahun lamanya?

Pertanyaan demi pertanyaan perlahan terjawab ketika ditemukannya manuskrip Papirus Louvre Carlsberg. Manuskrip Papirus Louvre Carlsberg yang sudah berusia 3.500 tahun merupakan sebuah panduan untuk proses mumifikasi.

Dilansir dari livescience.com, Sofie Schiødt, asisten peneliti dari Departemen Studi Lintas Budaya dan Regional Universitas Kopenhagen adalah seseorang yang sukses mengungkap isi manuskrip Papirus Louvre Carlsberg.

Menurut Sofie Schiødt, pemberian nama Papirus Louvre Carlsberg dikarenakan papirus tersebut berada di Museum Louvre, Paris. Sedangkan setengah bagian dari Papirus Carlsberg Collection berada di University of Copenhagen, Denmark.

"Teksnya lebih menyerupai catatan untuk membantu ingatan, karena pemiliknya merupakan spesialis yang perlu diingatkan tentang detail resep salep dan penggunaan berbagai jenis perban." Demikian jelas Sofie Schiød.

Sofie Schiød menemukan banyak informasi mengenai ritual pembalseman yang sangat bermanfaat, seperti cara membuat obat herbal dan menggunakan pembungkus linen merah untuk mengurangi pembengkakan wajah yang belum pernah dipublikasikan sebelumnya.


Lebih lanjut, Sofie Schiød mengatakan bahwa manuskrip Papirus Louvre Carlsberg berisikan cara pembalseman mumi yang berbeda. Di dalam manuskrip Papirus Louvre Carlsberg terdapat bahan-bahan yang terdiri dari zat aromatik nabati dan bahan pengikat untuk dimasak menjadi cairan. Zat aromatik inilah yang kemudian menjadi pelapis kain linen merah. Langkah selanjutnya adalah mengoleskan zat aromatik ke wajah orang yang meninggal lalu dibungkus menggunakan kain linen merah yang sama.

“Mumi dibawa dalam prosesi ritual. Sepanjang proses untuk merayakan kemajuan pemulihan integritas tubuh almarhum. Total ada tujuh belas prosesi yang dilakukan selama proses pembalseman. Dan setiap empat hari sekali, tubuh ditutup dengan kain dan jerami yang dicelupkan ke dalam zat aromatik untuk mengusir serangga dan pemulung,” jelas Sofie Schidt.

Meski belum diidentifikasikan lebih lanjut, para ahli Mesir Kuno sudah memeriksa mumi dari periode manuskrip Papirus Louvre Carlsberg ditulis. Wajah para mumi ditutup dengan kain linen merah. Menurut peneliti, ada kecocokan antara penemuan mumi dan manuskrip Papirus Louvre Carlsberg.


Papirus sepanjang enam meter tersebut diperkirakan berasal dari tahun 1450 SM. Hal ini berarti manuskrip Papirus Louvre Carlsberg menjadi teks mumifikasi paling tua seribu tahun dari teks pembalseman mumi terdahulu. Sebagian besar Papirus Louvre-Carlsberg yang merupakan papirus medis terpanjang kedua di Mesir kuno, berkaitan dengan tanaman obat dan penyakit kulit.

Papirus ini secara khusus berisikan catatan tertua mengenai herbal, lalu memberikan penjelasan tentang bentuk, habitat, kegunaan, serta pentingnya sebuah tanaman beserta benihnya.

"Banyak uraian tentang teknik pembalseman yang kami temukan dalam papirus ini telah terlewatkan oleh dua manual selanjutnya, dan ini uraiannya sangat rinci," kata Schiødt.

Pada peradaban Mesir Kuno, pembalseman dianggap sebagai seni yang suci, tetapi masih sedikit sekali pembahasannya. Para peneliti percaya bahwa mumifikasi ditularkan secara lisan dari satu pembalsem ke pembalsem lainnya, sehingga bukti tertulis sangat langka untuk ditemukan.

Berdasarkan manuskrip Papirus Louvre Carlsberg, proses mumifikasi berlangsung selama 70 hari. Dengan total 70 hari, proses mumifikasi dibagi menjadi dua proses, yaitu 35 hari pertama merupakan proses pengeringan. Setelah proses pembersihan tubuh, mengangkat organ, otak dan mata diberikan cairan bernama natron. Lalu 35 hari berikutnya dikhususkan untuk membungkus almarhum dengan perban dan zat aromatik. Proses tidak berhenti hanya di situ saja, selanjutnya  almarhum ditempatkan dalam peti mati. Pada hari-hari terakhir, dilakukan berbagai ritual untuk menikmati keberadaannya di akhirat.

Melihat masih banyak penemuan Mesir Kuno tentang mumi yang masih belum terungkap, para ahli terus melakukan pencarian demi memahami dan melihat peradaban Mesir Kuno.

Wednesday, April 27, 2022

Predator Laut Mirip Kalajengking Ini Hidup 508 Juta Tahun yang Lalu

Spesies kuno yang dikenal dengan nama Habelia optata, diduga hidup pada pertengahan masa Kambrium, sekitar 508 juta tahun yang lalu.

Ia hadir ketika ‘ledakan Kambria’ terjadi – sebuah periode dalam sejarah Bumi ketika para leluhur hewan yang kita kenal sekarang, muncul untuk pertama kalinya.

Habelia sendiri memiliki beberapa karakteristik yang ditemukan pada hewan moderen, seperti tubuh yang tersegmentasi dan kerangka luar seperti lobster dan serangga. Namun, para ilmuwan belum yakin dari keluarga evolusioner mana ia berasal.

Meskipun begitu, sebuah studi yang menganalisis 41 spesimen fosil, menemukan fakta bahwa makhluk kuno ini berkaitan dengan nenek moyang dari chelicerates – kelompok spesies meliputi laba-laba dan kalajengking.

“Habelia menunjukkan arsitektur tubuh yang sangat detail seperti pada chelicerates,”  kata dr. Cedric Aria, ahli paleontologist di University of Toronto yang menjadi pemimpin penelitian ini.

Selain itu, alasan mengapa Habelia dikaitkan dengan chelicerates adalah dari bentuk mulutnya.

Chelicerates mendapatkan namanya dari “chelicerae”, semacam penjepit tambahan di mulut yang digunakan laba-laba dan kalajengking untuk memotong mangsa mereka.

Sebagai tambahan, Habelia memiliki semua persenjataan di kepala. Ditambah dengan kaki yang berkembang sempurna untuk berjalan, para peneliti menyimpulkan bahwa hewan ini termasuk ‘pemburu’ di dasar laut.

Secara spesifik, dr. Aria mengatakan, Habelia menggunakan rahang mereka yang menakutkan untuk menyerang trilobita (kelompok hewan prasejarah yang memiliki kulit luar nan keras).

“Dengan bentuk mulut dan rahang seperti itu, membuat Habelia dapat merobek mangsanya dengan cepat dan efektif. Ini menjadikan ia salah satu predator,” kata dr. Aria.

Monday, April 25, 2022

Inilah Penguin Terbesar Kedua di Dunia dalam Sejarah



Pada saat ini, spesies penguin terbesar di dunia adalah penguin kaisar (Aptenodytes forsteri). Tinginya sekitar satu meter dengan berat 35 kilogram.

Namun, penemuan terbaru mengukuhkan bahwa penguin purba punya tubuh yang jauh lebih besar dan tinggi hampir sama dengan kulkas di rumah Anda atau sekitar 1,7 meter. Berat tubuh mereka juga hampir tiga kali lipat penguin kaisar, yaitu sekitar 100 kilogram.

Mereka berkeliaran pada 55 juta sampai 59 tahun yang lalu atau 7-11 juta tahun setelah asteroid menabrak bumi dan membunuh dinosaurus non-unggas.

Alan Tennyson, kurator vertebrata di Museum Selandia Baru menemukan fosil itu bersama ahli paleontologi Paul Scofield di sebuah pantai di Provinsi Otago Selandia Baru pada tahun 2004.

Lalu, bersama Vanesa L De Pietri dan Gerald Mayr, dia memublikasikan temuan ini di jurnal Nature Communications pada Selasa (12/12/2017).

Pada mulanya, mereka sempat mengira bahwa fosil yang ditemukan adalah milik seekor kura-kura raksasa. Akhirnya, pada tahun 2015 teknisi fosil menemukan bagian dari tulang belikat yang dinamakan coracoid. Ini menjadi kunci bahwa fosil itu berasal dari penguin.

Grafik perbandingan tulang humerus dan coracoid. (G. Mayr/Senckenberg Research Institute)
"Ukuran yang sangat besar tampaknya telah berkembang sejak awal dalam evolusi penguin, segera setelah burung-burung ini kehilangan kemampuan terbang mereka," kata Mayr seperti dikutip Live Science pada Selasa (12/12/2017).

Penguin raksasa itu diberi nama Kumimanu biceae.

Nama genusnya, Kumimanu, diambil dari budaya asli Maori di Selandia Baru di mana "Kumi" adalah sebuah monster mitologis sedangkan "Manu" berarti burung. Sementara itu, nama spesies diambil dari nama sapaan ibu Tennyson, Beatrice "Bice" A Tennyson, yang mendorong anaknya untuk mengejar ketertarikannya terhadap sejarah alam.

K biceae punya anatomi berbeda dengan penguin modern. Mayr mengatakan, paruhnya lebih panjang yang memungkinkan untuk menusuk ikan.


Kesamaannya, bulunya khas seperti penguin modern, bergoyang-goyang saat berjalan tegak dengan kaki pendeknya, dan mengunakan tangan seperti sayap yang membantunya berenang.

Meski bertubuh raksasa, K biceae bukanlah penguin terbesar dalam sejarah.

Rekor penguin terbesar masih dipegang oleh Palaeeudyptes klekowskii yang hidup 37 juta tahun lalu di Antartika. Saat berdiri tingginya mencapai dua meter dengan berat mencapai 115 Kilogram (250 pound). Penemuannya telah dipublikasikan di jurnal Comptes Rendus Palevol volume 13 tahun 2014.

“(Kemungkinan besar) ukuran raksasa berkembang lebih dari satu kali dalam evolusi penguin," kata Mayr.

Sementara itu, Daniel Ksepka, kurator di Museum Bruce di Greenwich, Connecticut, yang tidak terlibat dalam penelitian berkata bahwa penemuan ini menunjukkan penguin bertambah besar dengan cepat dan hampir semua perkembangan penguin terjadi di Selandia baru.

Hal ini dimungkinkan karena banyaknya ikan yang tersedia. Di sana, tak ada mamalia asli atau predator yang mengancam para penguin saat pergi ke darat, merontokkan bulunya, dan bertelur.

Sunday, April 24, 2022

DNA yang Diduga Berasal Dari Yeti, Ternyata Milik Hewan Ini


Charlotte Lindqvist, ahli biologi yang mengkhususkan penelitiannya pada beruang, telah menganalisa spesimen yang diduga berasal dari Yeti.

Sembilan sampel DNA yang ditemukan di pegunungan Himalaya tersebut berupa tulang, bulu dan bagian hewan lainnya. Setelah pengujian ketat, diketahui bahwa DNA tersebut bukan milik Yeti, melainkan beruang. Gigi yang diduga berasal dari Yeti pun ternyata milik seekor anjing.

"Semua sampel \'Yeti\' ini cocok dengan beruang cokelat dan hitam yang juga tinggal di wilayah tersebut," tulis Lindqvist pada studinya.

Penelitian ini bermula ketika sebuah perusahaan film di Inggris, Icon Films, yang bernah bekerja sama dengan Lindqvist dalam acara televisi Yeti or Not, menghampirinya dan bertanya apakah ia ingin meneliti beberapa sampel DNA yang diduga berasal dari Yeti. Lindqvist dan timnya pun menerima permintaan tersebut. Ia membandingkan sampel yang ditemukan tersebut dengan DNA beruang yang dikumpulkan dari kebun binatang, taman nasional dan museum.

Lindqvist mengurutkan DNA mitokondria dari semua sampel, untuk membuktikan apakah Yeti benar-benar ada. Namun ternyata, sampel tersebut sangat cocok dengan DNA beruang.

Lindqvist mengaku, orang-orang yang meminta untuk menguji sampel tersebut tampak kecewa dengan hasilnya. Tapi setidaknya, ia berhasil mendapat informasi baru mengenai pohon keluarga beruang.

Studi yang dipublikasikan pada jurnal Proceedings Of The Royal Society B ini menemukan fakta bahwa beruang cokelat Himalaya terpisah dari populasinya di wilayah tersebut ribuan tahun yang lalu. Hal ini membuat genetis mereka berbeda dari beruang cokelat lainnya.

Meskipun studi ini tidak bisa membuktikan keberadaan Yeti, namun Lindqvist mengatakan, ia ragu bisa menghapus mitos yang sudah berkembang selama puluhan tahun ini. "Saya yakin legenda dan mitos tentang Yeti akan terus hidup dan berkembang," katanya.




 

Thursday, April 21, 2022

Astronom Temukan Planet Hitam Legam Pelahap Cahaya


Planet baru ini merupakan “exoplanet”. Artinya, planet itu mengorbit bintang yang berada di luar Tata Surya kita. Sejauh ini kita telah menemukan lebih dari 3.500 exoplanet dan sebagian exoplanet tersebut benar-benar aneh.

Ada planet yang dicabik-cabik oleh bintang induknya. Ada juga bintang yang dihantam angin berkecepatan ribuan mil per jam. Di planet lain, permukaannya tertutup es yang membara!

Sepertinya planet terlangka di alam semesta justru yang seperti planet tempat tinggal kita: Bumi.

Jadi, kenapa kita senang dengan penemuan planet hitam ini? Karena berhasil mengetahui warna planet itu luar biasa!

Exoplanet sangatlah kecil dan jauh sehingga terlampau sulit bagi kita untuk bisa melihatnya dan mustahil bisa melihat detil-detilnya.

Untungnya, astronom-astronom itu cerdik.

Exoplanet tidak memancarkan cahayanya sendiri, tapi hanya memantulkan cahaya yang berasal dari bintang induknya. Dengan mengukur seberapa banyak cahaya yang dipantulkan, kita bisa mendapatkan detil-detil exoplanet tersebut, termasuk warnanya.

Permukaan seperti salju dan es memantulkan banyak sekali cahaya, sedangkan permukaan yang lebih gelap (misalnya, rumput atau aspal) memantulkan lebih sedikit cahaya.

Exoplanet baru yang diberi nama WASP-12b ini lebih hitam dari aspal dan menyerap sebagian besar cahaya yang mengenainya. Bahkan, 10% saja yang dipantulkan. Sebagai perbandingan, Bulan kita memantulkan dua kali lipatnya.

Warna si exoplanet yang demikian gelap disebabkan oleh temperatur planet, yang mencapai 2.600 derajat Celsius pada waktu siang. Panas ekstrem mempengaruhi astmosfer planet dan menghentikan pembentukan awan, yang mestinya memantulkan lebih banyak cahaya. Jarak yang dekat dengan bintang membuat planet ini berbentuk seperti telur karena gaya tarik bintang yang sangat kuat.

Wednesday, April 20, 2022

Pintarnya Ikan Sumpit Menembakkan Air, dari mana Asal Kemampuannya?

atu, dua, tiga, dor! Ikan sumpit menembak dengan air yang disemprotkan, tepat mengenai serangga, mangsanya. Seketika, karena tembakan yang bisa mencapai lebih dari satu meter di atas permukaan air, serangga jatuh untuk jadi santapan ikan sumpit.

Ikan sumpit tinggal di rawa-rawa, muara sungai, dan air payau di pesisir sekitar Asia Tenggara dan Australia. Kerap kali, ikan ini jadi koleksi kebun bintang dan dipelihara secara pribadi. Kemampuannya yang hebat itu menjadikannya terkenal di kalangan ahli hewan.

Sebuah studi terbaru yang diterbitkan di Intergrative Organismal Biology pada 21 Maret 2022, menyelidiki secara rinci tentang ikat sumpit. Walau terkenal, penelitian rinci seperti asal-usul evolusi, berbagai spesiesnya, dan perbedaan familinya baru terungkap lewat makalah terbaru berjudul Phylogenetics of archerfishes (Toxotidae) and evolution of the toxotid shooting apparatus ini.

"Terkadang orang menganggap ikan sumpit sebagai kelompok yang terkenal karena mereka dapat menembakkan air dari mulutnya, dan mereka sering dipelajari hanya karena mereka adalah hewan yang cukup pintar—mereka harus menghitung refraksi, dan mereka dapat mengenai benda-benda yang berada di sayap saat mereka terbang di atas kepala," kata Matthew Girard, penulis utama studi dari Department of Ecology and Evolutionary Biology and Biodiversity Institute, University of Kansas.

"Kami melihat bagaimana ikan-ikan ini terkait dan bertanya, 'Bagaimana mekanisme luar biasa yang memungkinkan mereka benar-benar dapat menembakkan air sampai berevolusi?'" lanjutnya, dikutip di Eurekalert. "Kami memiliki beberapa gagasan tentang jenis ikan lain yang terkait dengan mereka, tetapi untuk pertama kalinya kami menghasilkan hipotesis tentang bagaimana semua spesies ikan sumpit ini terkait satu sama lain."

Para peneliti menulis, bahwa semua jenis ikan sumpit bisa menembak dan memiliki struktur mulut untuk memenuhi kemampuan ini. Temuan diungkap mereka dengan berbagai tinjauan studi lainnya dan apa yang ditemukan di perdagangan ikan, khususnya ikan sumpit.

Girard dan tim lewat makalah ini menetapkan pohon keluarga ikan sumpit yang otoritatif. Hasil ini dapat menjadi tinjauan para penelit untuk melacak genetika dan morfologi bagaimana spesialisasi menembakkan air dapat berkembang dari waktu ke waktu.

Walau struktur berbagai jenis membantu mereka untuk menembak air, ternyata ada perbedaan. "Ada ikan lain yang memakan serangga dan beberapa akan melompat kelaur dari air, tapi menurut saya tidak ada yang benar-benar seperti ini," kata Leo Smith, rekan penulis dari institut yang sama.

Mereka mencari sampel jaringan dan spesimen ikan sumpit dari institusi dan museum sejarah alam di seluruh dunia. Dari sana, struktur dan genetika ikan sumpit dianalisis untuk memahami kelompoknya.

"Kami tidak tahu apakah semua ikan sumpit punya struktur mulut yang sama untuk menembakkan air, apakah ada variasi anatomi dalam strukutr mulut ini, atau bagaimana ciri-ciri ini berevolusi," tulis para peneliti. "Selain itu, ada sedikit informasi tentang evolusi Toxotidae secara keseluruhan, dengan semua pekerjaan sistematis sebelumnya berfokus pada keterkaitan famili."

Ada salah satu ikan sumpit yang memiliki strukutur yang memiliki mekanisme sumpitan, tetapi jaringan lunaknya berperan dalam bagaimana mengambil gambaran visual untuk melihat mangsa.

Ikan sumpit memiliki "kelompok saudara" ikan yang sangat terkait, yang disebut salmon pantai. Para peneliti menemukan bahwa spesies ini memiliki fitur modern yang relevan dengan rongga mulut ikan sumpit. Artinya, kemampuan atau fitur ikan sumpit supaya bisa menembakkan air kepada mangsanya adalah bagian hasil adaptasi.

"Kami memandang adaptasi seperti, misalnya, ikan layaran (Istiophorus albicans dan Istiophorus platypterus) yang punya layar yang sangat indah di sirip punggungnya—tetapi banyak ikan memiliki sirip punggung dan apa yang telah mereka lakukan adalah memodifikasi sirip punggung itu agar sesuai dengan kebutuhan lain," kata Girard.

"Jadi, kita melihat kelompok yang paling dekat hubungannya dengan ikan sumpit, itu sudah memakan benda-benda keras. Jadi, ikan sumpit pasti punya semua struktur yang menungkinkan hal itu terjadi, dan yang harus mereka lakukan hanyalah memodifikasinya agar bisa menembak."



 

Tuesday, April 19, 2022

Berkat Fosil Baru, Wajah Nenek Moyang Manusia dan Kera Terungkap


Dari semua spesies yang ada di bumi, manusia paling menyerupai kera, termasuk kera kecil seperti ungka dan kera besar seperti gorila dan orangutan. Menurut para peneliti, kelompok yang secara keseluruhan disebut hominoid ini bercabang menjadi manusia, ungka, gorila, dan kera-kera lainnya sekitar 23-5 juta tahun yang lalu pada zaman Miosen.

Jika demikian, tentunya manusia dan kera memiliki nenek moyang yang sama. Rupa nenek moyang ini pun menjadi pertanyaan besar bagi para peneliti.

Kini, satu kemungkinan muncul dari sebuah tengkorak berusia 13 juta tahun. Menurut studi terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Nature, tengkorak tersebut berasal dari seekor primata pemanjat pohon dan pemakan buah yang menyerupai nenek moyang dari manusia dan kera.

Ia masih memiliki akar gigi susu dan belum ada gigi dewasa yang tumbuh dan berdasarkan pemindaian sinar-X tiga dimensi, para peneliti menduga bahwa bayi primata ini masih berusia sekitar 16 bulan ketika meninggal.

Mereka tidak mengetahui penyebab pasti kematiannya, tetapi tumpukan abu yang menutupi fosil mengusulkan bahwa bayi primata ini meninggal akibat letusan gunung berapi.

“Berdasarkan giginya, kita juga bisa mengetahui bahwa ia adalah pemakan buah,” kata salah satu penulis studi, Eron Miller, yang juga seorang ahli primata dan paleoantropologi di Wake Forest University kepada Live Science 10 Agustus 2017.

Merujuk pada bentuk gigi, primata tersebut berasal dari genus Nyanzapithecus yang masih berhubungan dengan hominoid. Namun, gigi fosil ini lebih besar dari anggota Nyanzapithecus lainnya sehingga para peneliti pun memutuskan bahwa ia adalah spesies baru.

Mereka pun memberinya nama Nyanzapithecus alesi  untuk menghormati pemburu fosil John Ekusi yang menemukannya pada tahun 2014 di danau Turkana, bagian utara Kenya. Ekusi memberinya nama panggilan “Alesi” karena “ales” memiliki arti “nenek moyang” dalam bahasa Turkana.

Penulis utama studi, Isaiah Nengo dari Stony Brook University, New York, mengatakan dalam siaran pers, N. alesi adalah anggota dari kelompok primata yang sudah ada di Afrika sejak 10 juta tahun yang lalu. Penemuan Alesi menunjukkan bahwa kelompok ini dekat dengan asal kera dan manusia yang hidup sampai sekarang, dan asal ini adalah Afrika.

Sayangnya, para peneliti tidak bisa memastikan bila Alesi perempuan atau laki-laki karena primata tersebut masih terlalu muda untuk menunjukkan perbedaan yang signifikan. Namun, ukuran tengkorak dan gigi menunjukkan bahwa N. alesi dewasa memiliki berat badan sekitar 11,3 kilogram.

Lalu, bagian moncong yang kecil akan membuat Alesi tampak seperti bayi ungka. Bedanya, bagian dalam telinga Alesi menunjukkan bahwa Alesi tidak bisa melakukan gerakan akrobat berayun di pepohonan seperti ungka.

“(Alesi) kemungkinan besar memiliki bentuk lokomosi memanjat yang lebih lambat seperti simpanse,” ujar Miller.

Christopher Gilbert, salah satu penulis dan pakar paleoantropologi dari Hunter College, Alesi mengatakan, karena N. alesi dekat dengan nenek moyang semua kera, spesimen ini bisa menunjukkan bagaimana rupa nenek moyang semua kera dan manusia modern.

“Lagipula, spesimen kita paling mirip dengan ungka dibandingkan kera hidup lainnya. Oleh karena itu, (N. alesi) bisa mendukung ide bahwa nenek moyang manusia dan kera menyerupai ungka,” ujarnya.

Monday, April 18, 2022

Calcio Storico, Olahraga “Berdarah” Pelopor Sepak Bola


Calcio storico mungkin terdengar asing di telinga. Namun, sebenarnya calcio storico adalah jenis olahraga yang pasti pernah Anda mainkan. Olahraga ini berasal dari Italia dan diciptakan pada masa Renaisans Italia.

Calcio storico dimainkan oleh dua tim yang bertarung di lapangan untuk memperjuangkan tim masing-masing dan menyerang gawang lawan. Sepak bola biasa, hoki, lacrosse, rugby, dan sepak bola Amerika dipelopori oleh olahraga tersebut.

Pemain saling berpautan dalam pertandingan calcio storico 2017 (Clara Vanucci, Institute)

Dalam permainannya, calcio storico memiliki keunikan sendiri: keras, nyata, dan sengit. “Itulah mengapa banyak orang yang datang untuk menyaksikan,” ujar Carla Vanucci, fotografer Italia yang menonton pertandingan dan pernah memotret pertandingan tiga tahun silam.

Aturan mainnya, dua tim dari 27 pemain masing-masing memulai pertandingan di sisi lapangan yang berbeda. Bola diletakkan di tengah. Selama 50 menit, para lelaki berotot saling berusaha menggiring bola ke gawang lawan.

Dulunya, hanya penduduk asli Florence yang diperbolehkan mengikuti pertandingan ini. Namun kini, pemerintah mengizinkan dua orang nonlokal untuk bergabung di setiap tim. Ketika pertandingan berlangsung, seluruh penonton memusatkan perhatiannya pada “pertarungan tangan” para pemain.

Pada salah satu pertandingan di Juni lalu, sebuah tim merekrut seorang atlet bela diri campuran yang profesional dari Inggris. Pria tersebut berjuang hingga berlumuran darah dan nyaris pingsan. Namun, ia tetap bangkit dan melanjutkan kembali “pertempuran”nya.

Seorang pemain berlari membawa bola pada final 2017. (Clara Vanucci, Institute)

Banyak “korban” yang ditimbulkan dari olahraga ini. Pemain seringkali meninggalkan lapangan dengan wajah berdarah, tungkai patah, bahkan tulang menyembul dari kulit mereka.

Dengan pengorbanan seperti itu, mereka tidak menginginkan hadiah yang dapat dihitung kuantitasnya. Seperti olahraga lainnya, harga yang paling sepadan adalah kemenangan.


 Para suporter mengisi tribun sebelum final 2015. (Clara Vanucci, Institute)

Apakah calcio storico mempengaruhi perkembangan olahraga modern, atau justru menghapusnya? Jawabannya: mungkin keduanya. Namun, pertanyaan yang lebih baik mungkin adalah mengapa orang Italia menyukai olahraga berdarah seperti itu dimainkan di tempat terbuka, seperti Piazza Santa Croce di Florence.

Ternyata, ada kebanggaan budaya yang sangat besar dalam sejarah permainan. Vanucci berkata,”Ini adalah cara untuk membebaskan sisi “binatang” publik dan para pemain”.

Pertarungan dengan menggunakan kekerasan biasanya dianggap sebagai kejahatan. Namun, sepertinya pemerintah lebih tahu apa yang diinginkan publik.

Bianchi merayakan kemenangan mereka setelah final Calcio Storico 2016. (Clara Vanucci, Institute)

Sunday, April 17, 2022

Menjelajahi Perut Bumi

Di luar gua, suhunya 38°C. Di dalam, rentang suhu mulai dari -1°C hingga 3°C—perbedaan kecil yang berdampak besar pada pemandangan. Saat anggota tim turun semakin dalam, es biru menuntun mereka menuju bebatuan gundul. Penulis Mark Synnott menyusuri tebing di Pegunungan Boysuntov di Uzbekistan. Di gunung ini terdapat dunia bawah tanah yang berliku-liku. Sejauh ini, sudah ada delapan misi yang menjelajahi Dark Star. Tak seorang pun tahu kedalaman gua ini.

Thursday, April 14, 2022

Manusia Neanderthal Ternyata Gunakan Obat Anti Nyeri dan Antibiotik Alami

Neanderthal, manusia purba yang konon paling dekat kekerabatannya dengan manusia modern, ternyata telah mampu membuat obat anti nyeri nabati dan antibiotik untuk mengobati rasa nyeri dan penyakit.

Kemampuan tersebut terungkap berkat penelitian tim ilmuwan dari University Adelaide yang dipublikasikan dalam jurnal Nature.

Dalam studi tersebut, ilmuwan menganalisis DNA kuno yang ditemukan pada plak gigi Neanderthal untuk mempelajari lebih lanjut tentang gaya hidup, perilaku dan makanannya.

Mereka membandingkan sampel dari empat Neanderthal yang ditemukan di situs Spy Cave di Belgia dan El Sidron di Spanyol.

Plak yang terbentuk pada gigi Neanderthal ditemukan mengandung partikel-partikel makanan serta mikroba-mikroba dari mulut, saluran pernafasan dan saluran pencernaan.

Penelitian sampel menunjukkan bahwa tulang rahang bawah remaja laki-laki Neanderthal dari situs Spanyol memiliki abses gigi yang menyakitkan. Sementara itu, plak pada giginya menunjukkan  ia memiliki parasit usus yang menyebabkan diare.

Salah satu penulis studi, Alan Cooper dari University of Adelaide mengatakan bahwa manusia purba tersebut jelas sakit, tetapi ia mendapatkan pengobatan.

“Dia makan tumbuhan poplar, yang mengandung obat anti nyeri asam salisilat (salicylic acid), bahan aktif aspirin,” kata Cooper.

Selain menemukan sisa-sisa tumbuhan poplar, para ilmuwan juga mendeteksi jamur antibiotik alami.

Temuan ini menunjukkan kaum Neanderthal memiliki pengetahuan yang baik tentang sifat tanaman obat dan mampu mengobati diri sendiri.

Profesor Cooper mengatakan bahwa penemuan ini sangat kontras dengan pandangan sebagian besar orang yang berpendapat bahwa kerabat kuno kita sederhana dan tidak cerdas.

“Mereka telah menggunakan obat anti nyeri dan antibiotik alami lebih dari 40.000 tahun sebelum kita mengembangkan penisilin,” ujarnya.

Penulis studi lainnya, Laura Weyrich yang juga berasal dari University of Adelaide mengatakan bahwa studi ini memberi kita pandangan sekilas tentang apa yang ada di “lemari obat” kaum Neanderthal.

“Saya sangat yakin bahwa penelitian kami menunjukkan Neanderthal merupakan makhluk yang sangat cakap, cerdas dan bersahabat. Kita benar-benar perlu untuk menulis ulang buku sejarah tentang perilaku mereka yang diangap seperti manusia gua. Mereka berperilaku sangat mirip dengan manusia modern,” pungkasnya.

Wednesday, April 13, 2022

Setelah 64 Tahun, Boa Paling Langka di Bumi Kembali Ditemukan


Untuk pertama kali dalam 64 tahun terakhir, para ilmuwan dengan bantuan penduduk lokal berhasil menemukan ular Boa Cropan (Corallus cropanii) dalam keadaan hidup. Boa Cropan betina sepanjang 1,6 meter tersebut ditemukan pada Januari lalu di desa Guapiruvu, Brasil.

“Ini adalah pertama kalinya sejak tahun 1953 para ahli biologi melihat boa Cropan hidup-hidup,” ujar ahli herpetology University of Sao Paulo, Thaís Guedes. Ular yang merupakan spesies asli Hutan Atlantik di luar Sao Paulo itu dianggap boa paling langka di Bumi.

Ular ini kerap dibunuh oleh para penduduk lokal karena dikira berbisa dan mematikan. Perilaku tersebut membuat para ilmuwan hanya bisa mempelajari  tentang spesies ini melalui spesimen yang telah mati—sekitar lima spesimen dalam rentang waktu 64 tahun terakhir.

Jasad ular tersebut hanya memberikan informasi dasar tentang penampilan ular, seperti warna kulit dan ukuran, tetapi tak bisa mengungkap lebih banyak tentang perilakunya.

Para peneliti pernah berupaya melakukan ekspedisi ilmiah ke Lembah Riberia, tempat beberapa boa Cropan pernah ditemukan beberapa dekade lalu. Namun ekspedisi itu tak membuahkan hasil apa pun.
Tahun lalu, para peneliti menggunakan cara yang berbeda. Mereka menyebarkan informasi pada masyarakat lokal tentang boa langka tersebut. Peneliti menyertakan foto ular tersebut di dalam brosur untuk memudahkan penduduk mengenali hewan itu.

Boa Cropan merupakan pemanjat pohon yang tangkas. (Jonne Roriz via National Geographic)
“Tim peneliti juga meyakinkan para penduduk lokal bahwa ular tersebut hanya menggigit jika terprovokasi, dan gigitannya tak berbisa,” ujar Guedes.

Selain itu, para penduduk juga diajarkan bagaimana cara menangkap ular tersebut dan mengamankannya dalam keranjang. Para peneliti juga memberi mereka alamat email, nomor telepon dan kontak WhatsApp untuk dihubungi jika penduduk berhasil menangkap boa tersebut.

Kini, setelah para peneliti memeriksa spesimen hidup boa langka tersebut, mereka menanamkan pelacak radio kecil dan melepaskan hewan itu kembali ke Lembah Riberia. Dengan pelacak itu, para peneliti dapat mengetahui informasi tentang rentang hidup dan kebiasaan kawin spesies tersebut.

Sunday, April 10, 2022

Spesies Baru Katak Beracun Ditemukan di Hutan Amazon


Ahli herpetologi asal Peru, Shirley Jennifer Serrano Rojas, menemukan spesies baru katak beracun di tepian sungai dalam wilayah Cagar Biosfer Manú, di pedalaman Hutan Amazon, Peru. Spesies dengan tubuh berwarna hitam dengan dua garis oranye ini diberi nama Ameerega shihuemoy.

Katak beracun, merupakan nama umum dari sekelompok katak dalam keluarga Dendrobatidae yang merupakan katak asli Amerika Tengah dan Selatan. Warna cerah yang mencolok pada kelompok katak beracun berfungsi sebagai tanda peringatan bagi predator, bahwa katak ini berbahaya jika dimangsa.

Amfibi ini sering disebut katak panah oleh pribumi indian akibat penggunaan sekresi beracun mereka untuk meracuni ujung panah. Namun di sisi lain, alasan para ahli herpetologi tertarik untuk mempelajari katak panah lebih dari sekedar racunnya. 

Katak beracun punya cara unik dalam membesarkan anak-anaknya. 
Tak seperti kebanyakan katak jantan yang meninggalkan betinanya setelah bertelur, katak beracun jantan akan tetap berada di sekitar telur-telur dan menjaganya,” ungkap ahli biologi evolusioner, Kyle Summers dari East Carolina University.

Summers melanjutkan, sang calon ayah ini memastikan telur-telur tetap terhidrasi dan terbenam dalam air. mereka kemudian akan memindahkan berudu ke kolam-kolam air kecil, sementara sang ibu akan meletakkan lebih banyak telur, untuk dihidangkan sebagai makanan bagi anak-anaknya yang tengah bertumbuh.

Ahli herpetologi asal Peru, Shirley Jennifer Serrano Rojas, menemukan spesies baru katak beracun di tepian sungai dalam wilayah Cagar Biosfer Manú, di pedalaman Hutan Amazon, Peru. (Charlie Hamilton James/National Geographic)

Berpacu dengan waktu

Sudah bukan rahasia lagi bahwa bagian hutan hujan Amazon terus menghilang tiap tahun akibat aktivitas manusia. Ini berarti para ilmuwan seperti Serrano Rojas harus berpacu dengan waktu untuk menemukan dan mendeskripsikan spesies-spesies baru sebelum mereka musnah. Cagar Biosfer Manú merupakan salah satu upaya pemerintah Peru untuk melindungi keanekaragaman hayati di negaranya.

Cagar biosfer itu mencakup taman nasional dan beberapa area perbatasan yang berfungsi sebagai daerah penyangga. Di daerah penyangga inilah Serrano Rojas pertama kali mendengar suara Ameerega shihuemoy, hingga berujung pada penemuannya.

“Ini penemuan menarik, tetapi spesies tersebut terancam oleh kepunahan dan akan semakin parah jika kita tidak membuat rencana konservasi,” katanya.

Pernyataan tersebut diamini oleh Summers. Ia mengungkapkan bahwa Cagar Biosfer Manú merupakan titik utama bagi beragam katak dan spesies lain. Penemuan ini, kata Summers, memperjelas bahwa betapa sedikit yang kita ketahui tentang wilayah tersebut. Ia meyakini bahwa masih banyak spesies katak beracun yang menunggu untuk ditemukan.

“Masalahnya, mereka menghilang sebelum kita sempat mempelajarinya,” pungkas Summers.


Friday, April 8, 2022

Temuan Kerangka Anak 'Vampir' dengan Sumpalan Batu di Mulutnya


Sebuah kuburan ditemukan di dalam situs Romawi kuno yang menjadi bukti adanya praktik ritual pemakaman vampir di Italia.

Kerangka seorang anak berusia 10 tahun ini dikubur dalam ritual dengan sebuah batu di mulutnya. Hal ini dilakukan untuk menghentikan anak tersebut bangkit dari kematian dan mencegah agar jenazah tersebut tidak menyebarkan penyakit kepada penduduk sekitar. 

"Saya belum pernah melihat yang seperti ini. Ini sangat menakutkan dan aneh," kata Profesor David Soren, seorang arkeolog University of Arizona yang telah melakukan penggalian di wilayah tersebut selama lebih dari 30 tahun.

Peristiwa ini berawal pada abad ke-5 saat wabah malaria menyerang Italia tengah.
Para arkeolog mengira bahwa permakaman tersebut dikhusukan untuk bayi dan anak-anak yang rentan terhadap penyakit malaria. Namun, sisa-sisa penemuan yang tidak biasa muncul dari permakaman tersebut, yang menjadi bukti praktik sihir. Dalam makam tersebut, kerangka tubuh anak-anak ditemukan bersama dengan tulang kodok, cakar gagak, dan kuali perunggu. 

Kerangka "vampir" yang ditemukan masih belum diketahui jenis kelaminnya, tetapi kerangka tersebut merupakan yang tertua setelah diidentifikasi sejauh ini.

Permakaman tersebut ditemukan di bawah makam darurat yang dibangun dari genteng. 
"Mengetahui bahwa dua genteng besar digunakan untuk penguburan ini, saya mengharapkan sesuatu yang unik dapat ditemukan di bawahnya," kata David Pickel, seorang mahasiswa PhD dari Stanford University.

Rahang terbuka dan tanda gigi anak di permukaan batu menjadi bukti bahwa batu tersebut dimasukan ke mulut dengan sengaja.

"Kami tahu bahwa orang-orang Romawi sangat peduli dengan ini. Bahkan mereka akan menggunakan sihir untuk menjaga hal jahat tidak keluar," ujar Professoer Soren.

Tanda bahwa gigi yang abses—luka akibat infeksi bakteri—memberi bukti bahwa anak tersebut meninggal karena epidemi yang melanda begitu banyak penduduk. 

Masih di lokasi yang sama tetapi di tempat yang berbeda, ditemukan seorang gadis berusia tiga tahun yang dikubur dengan batu yang dipasangkan di lengan dan kakinya. Ini dilakukan untuk mencegah tubuh hidup kembali. 

Para peneliti mengatakan bahwa praktik ini merupakan proses pemikiran orang Romawi kuno mengenai ketakutan mereka tentang kehidupan setelah kematian


Wednesday, April 6, 2022

Yarchagumba, Jamur Ulat yang Terancam Punah Akibat Perubahan Iklim


 Para ilmuan memperingatkan bahwa Yarchagumba atau Viagra Himalaya akan semakin sulit ditemukan akibat perubahan iklim. 

Hasil penelitian tersebut didapat setelah mewawancarai sekitar 48 pemanen, pengumpul dan pedagang jamur. Peneliti juga memeriksa literatur ilmiah yang diterbitkan sebelumnya, termasuk wawancara dengan lebih dari 800 orang di Nepal, Bhutan, India dan Tiongkok.

Selain itu, pola cuaca, faktor geografis, kondisi lingkungan juga dianalisis untuk membuat peta produksi yarchagumba di wilayah tersebut.

"Dengan menggunakan data yang mencakup hampir 20 tahun di empat negara, kami mengungkapkan bahwa produksi jamur ulat menurun hampir di seluruh wilayah," tulis laporan itu.

Penulis studi, Kelly Hopping mengatakan bahwa temuan ini penting karena menyangkut salah satu spesies berharga seperti jamur ulat. 

"Ini berarti, meski orang mulai mengurangi jumlah panen mereka, produksi mungkin akan terus berkurang sebagai akibat dari perubahan iklim," kata Hopping.

Lebih mahal dari emas

Jamur berbentuk kerucut ini biasanya ditemukan di atas ketinggian 3.000 meter. Ia mulai tumbuh ketika jamur parasit masuk ke dalam ulat dan membunuhnya secara perlahan. 

Untuk tumbuh menjadi jamur ulat diperlukan iklim tertentu di musim dingin.

Jamur dengan bahasa latin, Ophiocordyceps sinesis ini merupakan jamur yang harganya lebih mahal dari emas. Bahkan, peneliti mengatakan, selama beberapa tahun terakhir harga jamur ini mencapai tiga kali lipat dari emas.

Yarchagumba diyakini dapat menjadi obat untuk impotensi, virus SAR, penyakit ginjal, peradangan dan obat anti penuaan. 
Meski belum terbukti secara ilmiah, tapi orang-orang akan merebus jamur tersebut untuk diminum atau mencampurkannya ke dalam sup. Mereka percaya jamur yarchagumba dapat menyembuhkan berbagai penyakit mulai dari impotensi hingga kanker.

"Koleksi jamur ulat menjadi cara bagi orang-orang di daerah ini untuk menghasilkan uang dengan mudah," kata Dr Hopping. 

 

Sejarah Onrust, Pulau yang Tak Pernah Beristirahat di Zaman VOC


Onrust merupakan salah satu pulau di Kepulauan Seribu. Berjarak 14 kilometer dari Jakarta, ia bisa dicapai melalui tiga pelabuhan: Pelabuhan Marina Ancol, Pelabuhan Angke, dan Pelabuhan Muara Kamal. Jika ingin lebih cepat sampai, Anda bisa menggunakan speedboat dari Marina Ancol sehingga bisa sampai dalam waktu 15-20 menit.

Pulau Onrust menjadi salah satu objek wisata sejarah karena ia menyimpan kisah masa lalu yang menarik. Dilansir dari pulauseribu.jakarta.go.id, berdasarkan arsip Taman Arkeologi Onrust, pulau ini pernah menjadi pusat bongkar muat komoditas dagang dan galangan kapal VOC Belanda.

Aktivitas yang tiada henti di pulau tersebut, membuat orang-orang Belanda menjulukinya dengan Onrust yang dalam bahasa belanda berarti "tak pernah beristirahat". Namun, ada sumber lain yang mengatakan bahwa Onrust diambil dari nama penghuni pulau yang keturunan Belanda, yaitu Baas Onrust Cornelis Van Derk Walck.

Selain itu, penduduk setempat juga sering menyebut Onrust sebagai Pulau Kapal, saking banyaknya kapal yang berlabuh di sana pada zaman kependudukan Belanda.

Awalnya, pulau Onrust digunakan oleh raja-raja Banten sebagai tempat istirahat. Namun kemudian terjadi sengketa antara Kerajaan Banten dan Jayakarta sehingga tidak pernah ada upaya penyelesaian. Jayakarta merasa memiliki pulau ini karena lokasinya dekat (di hadapan Kota Jayakarta), sedangkan Banten mempunyai hak atas pulau tersebut sebab seluruh Kepulauan Seribu merupakan bagian dari teritorial kekuasaannya. Saat Belanda datang dan gagal memonopoli perdagangan di Banten, mereka kemudian mengalihkan perhatiannya ke Jayakarta.

Pada 1610, Belanda meminta izin kepada Pangeran Jayakarta untuk menggunakan pulau Onrust. Beliau menginzinkan Belanda mengambil kayu dan membuat kapal di sana. Seiring berjalannya waktu, pada 1613, Onrust menjadi galangan kapal besar dan kecil.

Karena semakin berkembang, berbagai fasilitas dan sarana pun dibangun Belanda di pulau ini. Mulai dari benteng, menara pengawas, penjara, markas, barak serdadu, rumah sakit, rumah tinggal, dapur, kincir angin, dll.

Di masa penjajahan Belanda, pulau Onrust juga menjadi lokasi pemberangkatan jemaah haji Indonesia menuju Arab Saudi. Belum majunya teknologi pesawat, membuat mereka harus pergi ke tanah suci melalui jalur laut. Di Pulau Onrust masih dijumpai sisa sisa reruntuhan bangunan barak asrama haji. Konon pulau ini juga merupakan tempat karantina penyakit menular yang terbawa jemaah haji.

Lain halnya dengan Belanda, saat Jepang menjajah Indonesia, pulau Onrust pun berubah fungsi. Dilansir dari Kompas.com, setelah Jepang masuk, pulau ini beralih fungsi menjadi tempat pengasingan tahanan politik dan orang-orang yang dianggap pemberontak. Terdapar barak penjara sekitar 1,5 meter dengan atap seng dan kawat berduri di sana.

Kini, saat berkunjung ke Onrust, Anda akan diajak menyusuri sejarah masa penjajahan Indonesia. Dengan hadir di Onrust dan pulau sekitarnya, kita bisa benar-benar merasakan atmosfer sejarah masa lalu dengan melihat peninggalan-peninggalan bangunan yang masih ada saat ini.