Agen bola Piala Dunia

Silakan Hubungi Cs kami untuk informasi lebih lanjut.

SELAMAT DATANG DI BLOG PREDIKSI CERIA4D

Blog Prediksi Resmi dari BO CERIA4D

Lomba Tebak 3D -2Line Bersama CERIA4D

bagi yang ingin mengikuti Silakan bergabung di Group Facebook kami "DONATAN4D Agent Togel Terpercaya"

Link WAP Donatan4D

Kini Hadir Versi Handphone Untuk memudahkan Para Member melakukan Betting dimana saja dan kapan saja.

Donatan4D bandar Togel Online Terpercaya

Silakan Hubungi Kami melalui Kontak di Atas

Monday, June 27, 2022

Mengapa Belum Ada Lagi Manusia yang Mengunjungi Bulan Sejak 1972?


Para peneliti dan pengusaha berpikir, adanya ‘pangkalan’ astronaut di Bulan bisa berevolusi menjadi depot bahan bakar untuk semua misi ruang angkasa. Ini akan mengarahkan pada penciptaan teleskop yang belum pernah ada sebelumnya, memudahkan studi kehidupan di Mars, serta memecahkan misteri ilmiah tentang alam semesta. Pangkalan Bulan ini bahkan bisa memengaruhi ekonomi dunia melalui pengembangan wisata luar angkasa.

“Membangun pangkalan penelitian yang permanen di Bulan adalah langkah yang masuk akal. Kita bisa menuju ke sana dalam waktu tiga hari dari Bumi,” kata mantan astronaut Chris Hadfield kepada Bussiness Insider.

Meski begitu, para astronaut dan ahli mengatakan, ada hambatan yang besar dalam melaksanakan misi Bulan sehingga belum ada lagi yang ke sana selama lebih dari empat dekade. Apa saja kah faktor yang menghalanginya?

Rendahnya anggaran yang diberikan

Rintangan yang pasti dihadapi oleh setiap program luar angkasa adalah biaya yang tinggi.

Dalam sebuah undang-undang yang ditangani Maret 2017, Presiden Donald Trump memberikan anggaran tahunan kepada NASA sebesar 19,5 miliar dollar AS. Jumlah ini kemungkinan akan meningkat menjadi 19,9 miliar dollar AS pada 2019.

Biaya tersebut tampaknya sangat besar, tetapi perlu diingat bahwa angka itu sudah termasuk beberapa proyek ambisius NASA, seperti teleskop luar angkasa James Webb, proyek roket raksasa Space Launch System, dan beberapa misi jauh ke Jupiter, Mars, sabuk asteroid, dan luar tata surya.

Anggaran NASA ini relatif kecil dibanding masa lalu. “Porsi NASA dari anggaran negara bisa mencapai 4% pada 1965. Namun kini, di bawah 1%--selama 15 tahun terakhir bahkan hanya 0.4%,” kata Walter Cunningham, astronaut Apollo 7, dalam sebuah kongres di 2015.

Pemerintahan Trump meminta agar anggaran tersebut digunakan untuk misi kembali ke Bulan dan mengunjungi Mars. Namun, mengingat adanya biaya pembengkakan terkait roket SLS NASA, maka dananya tidak cukup untuk mencapai dua misi tersebut.

Laporan NASA yang dipublikasikan pada 2005, memperkirakan bahwa kembali ke Bulan memerlukan biaya sekitar 104 miliar dollar AS selama 13 tahun. Misi Apollo sendiri menghabiskan biaya 120 miliar dollar AS jika dihitung dengan harga saat ini.

“Ekplorasi luar angkasa dengan membawa awak adalah usaha yang paling mahal. Juga yang paling sulit untuk mendapat dukungan politik,” kata Cunnigham.

“Jika negara memutuskan untuk memberi lebih banyak uang, maka kita bisa bicara lebih lanjut,” imbuhnya.

Campur tangan presiden

Tujuan utama pemerintahan Trump adalah untuk mengirim lagi astronaut ke Bulan pada 2023. Itu adalah masa-masa terakhir Trump berkuasa jika dia kembali terpilih. Masalah lain dari hal tersebut adalah: campur tangan politik.

Dari perspektif astronaut, semua adalah tentang misi. Proses merancang, membuat, dan menguji pesawat luar angkasa agar bisa membawa manusia keluar dari Bumi, bisa memerlukan waktu lebih dari dua masa kepemimpinan presiden.

Namun, dari pola yang berlangsung selama ini, presiden dan anggota parlemen baru biasanya akan menggagalkan prioritas misi luar angkasa dari pemerintahan sebelumnya.

Pada 2004 contohnya, pemerintahan Bush memerintahkan NASA untuk mengganti pesawat luar angkasa yang akan segera pensiun, dan melaksanakan misi ke Bulan. Agensi tersebut lalu membuat program bernama Constellation untuk mendaratkan astronaut di Bulan–berencana menggunakan roket Ares dan pesawat luar angkasa Orion.

NASA menghabiskan dana 9 juta miliar AS selama lebih dari lima tahun untuk merancang, membuat, dan menguji perangkat kerasnya. Namun, setelah Obama terpilih sebagai presiden, Government Accountability Office merilis laporan yang menyatakan ketidakmampuan NASA untuk melanjutkan program Constellation.

Obama mendorong NASA untuk membatalkan program dan menandatangani perintah peluncuran roket luar angkasa SLS sebagai gantinya.

Trump memang belum membatalkan proyek roket SLS, tapi dia mengubah prioritas Obama dengan memerintahkan misi pengiriman astronaut ke Bulan dan Mars.

Pembatalan demi pembatalan tersebut membuat NASA mengalami kerugian sebesar 20 miliar dollar AS. Mereka juga kehilangan waktu dan momentum.

Kurangnya dukungan publik

Kekuatan nyata yang bisa membuat misi ke Bulan tetap berjalan adalah kehendak rakyat Amerika untuk memilih politisi yang mampu melanjutkan prioritas kebijakan tersebut. Namun, minat publik terhadap eksplorasi bulan agak kabur.

Bahkan, pada misi Apollo oun–ketika Neil Amstrong dan Buzz Aldrin berhasil menginjakkan kaki di Bulan–hanya 53% persen warga AS yang merasa bahwa dana yang sudah dikeluarkan negara sebanding dengan hasilnya.

Berdasarkan polling dari Pew Research Center, saat ini, ada 55% rakyat AS yang mendukung NASA untuk kembali ke Bulan. Namun, sisanya menganggap bahwa misi itu tidak perlu dilakukan lagi.

Dukungan untuk mengeksplor Mars justru lebih besar. Sebanyak 63% orang menyatakan bahwa hal itu seharusnya menjadi prioritas NASA–bukan Bulan.

Selain itu, 91% warga meminta agar NASA memindai langit dan mencegah asteroid pemusnah jatuh ke Bumi.

Kondisi Bulan

Selain anggaran, campur tangan politik, dan dukungan warga AS, ada hal lain yang menghambat misi ke Bulan.

Perlu diingat bahwa Bulan merupakan perangkap kematian manusia berusia 4,5 miliar tahun. Permukaan Bulan dipenuhi dengan kawah dan batu yang mengancam pendaratan. Oleh sebab itu, kita tidak boleh meremehkannya.

Kembali ke pendaratan pertama pada 1969, pemerintah AS menghabiskan biaya miliaran dollar untuk mengembangkan, meluncurkan, dan mengirim satelit ke Bulan, hanya untuk memetakan permukaannya sehingga astronaut bisa sampai dengan selamat.

Namun, ketika sudah mendarat dengan aman pun, masalah tidak berakhir. Kekhawatiran yang lebih besar adalah pecahan halus–regolith atau debu Bulan--yang berada di permukaannya.

Madhu Thangavelu, insinyur aeronautika dari University of Southern California, menulis bahwa Bulan diselimuti oleh “debu halus dengan ketebalan beberapa inci yang bersifat elektrostatis akibat interaksi dengan angin Matahari. Ia bisa menempel dan merusak pakaian dan sistem kendaraan luar angkasa dengan sangat cepat”.

Peggy Whitson, astronaut yang tingal di luar angkasa selama 665 hari, baru-baru ini mengatakan kepada Business Insider bahwa misi Apollo memiliki banyak masalah dengan debu.

“Jika berencana menghabiskan waktu yang lama dan membangun habitat di Bulan, kita harus mengetahui bagaimana cara mengatasi debu bulan tersebut,” katanya.

Selain itu, ada juga masalah terkait cahaya Matahari. Selama 14,75 hari sekaligus, permukaan Bulan akan sangat mendidih karena terpapar langsung oleh sinar Matahari (Bulan tidak memiliki atmosfer pelindung). Dan 14,75 hari selanjutnya, Bulan akan mengalami kegelapan total yang membuatnya permukannya menjadi tempat paling dingin di alam semesta.

“Tidak ada tempat paling sulit untuk hidup selain Bulan. Meski begitu, karena lokasinya sangat dekat dengan Bumi, Bulan bisa menjadi tempat terbaik untuk mempelajari kehidupan di dunia lain,” tulis Thangavelu.

NASA telah mendesain pakaian serta rover yang tahan debu dan paparan sinar Matahari. Namun, masih belum jelas apakah keduanya bisa segera digunakan karena itu merupakan bagian dari program Constellation yang sudah dibatalkan.

Sunday, June 26, 2022

Sesuai Namanya, Zona Kematian di Everest Ini Kerap Memakan Korban

 

 Gunung Everest yang berada di Himalaya, Nepal, diklaim sebagai gunung tertinggi di dunia. Untuk mencapai puncaknya, Anda harus mendaki hingga ketinggian 8.848 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Meski diselimuti salju dan dingin, tak sedikit orang bermimpi untuk menggapai puncak Everest. Namun, sebelum sampai ke puncak tertinggi dunia, para pendaki harus menaiki tanjakan terakhir yang berada di ketinggian lebih dari 8.000 mdpl. Area terakhir ini dikenal dengan sebutan the death zone atau zona kematian.

"Zona kematian" bukan sembarang nama. Pasalnya, di ketinggian itu, kadar oksigen sangat tipis. Orang berisiko tinggi kehabisan napas dan meninggal jika terlalu lama di sana.

Antusiasme pendaki selama Mei 2019 membuat risiko itu bertambah buruk. Antrean pendaki mengular di death zone. Tercatat, sebanyak 11 pendaki Everest meninggal kehabisan napas di sana.

Laporan BBC pada Oktober 2015 menyebutkan, setidaknya lebih dari 200 jenazah manusia telah ditemukan di dekat puncak Everest. Namun, kenapa terjebak antrean di Everest bisa menyebabkan kematian?

Dilansir dari Science Alert, tubuh manusia tidak bisa "berfungsi" dengan baik jika berada di ketinggian tertentu. Tempat paling ideal bagi manusia adalah di atas permukaan laut karena otak dan paru-paru kita cukup mendapat oksigen. Sebaliknya, ketika pendaki terjebak di jalur zona kematian yang ada ribuan meter di atas permukaan air laut, otak dan paru-paru tidak mendapatkan cukup asupan oksigen.

Situasi seperti ini dapat mengakibatkan risiko serangan jantung dan stroke, serta menurunkan konsentrasi. Seorang pendaki bernama David Breashers membenarkan hal ini. Menurut dia, pendaki Everest akan mengalami kesulitan bernapas begitu sampai di zona kematian. Tak usah jauh-jauh ke puncak Everest. Bayangkan saja jika Anda berada di puncak gunung dengan ketinggian di atas 3.000 meter, pasti juga akan sulit bernapas karena udara tipis.

Sebuah riset mengatakan, saat berada di ketinggian sekitar 3.657 mdpl, kadar oksigen berkurang 40 persen. Coba bayangkan bagaimana kondisi udara di ketinggian 8.000 mdpl seperti puncak Everest.

Dalam ekspedisi Caudweel Xtreme di Everest tahun 2007, dokter Jeremy Windsor mengambil sampel darah dari empat pendaki yang sedang mengantre di zona kematian. Dia menemukan, cara bernapas mereka sama seperti orang sekarat.

Adaptasi tubuh

Kekurangan oksigen memicu berbagai masalah kesehatan. Ketika jumlah oksigen dalam darah anjlok, detak jantuk akan melonjak sampai 140 detak per menit. Kondisi ini akan meningkatkan risiko serangan jantung.

Pendaki butuh waktu untuk bisa aklimitisasi atau adaptasi dengan kondisi di Everest sebelum mencapai puncaknya. Setidaknya lakukan tiga kali pendakian gunung yang memiliki ketinggian lebih dari 5.000 mdpl dalam setahun.

Ketika hal ini dilakukan dan tubuh mulai beradaptasi, secara alami tubuh mulai membuat lebih banyak hemoglobin atau protein dalam sel darah merah yang membantu membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Hal ini berguna untuk mengkompensasi perubahan ketinggian.

Kondisi di zona kematian

Namun perlu diingat, jika tubuh terlalu banyak memproduksi hemoglobin maka akan berisiko mengubah darah jadi kental. Darah yang kental akan sulit dipompa dari jantung ke seluruh tubuh. Hal ini memicu munculnya stroke dan paru-paru basah, atau dinamakan High Altitude Pulmonary Edema (HAPE).

Gejala HAPE antara lain kelelahan, sesak napas pada malam hari, dan kerap merasa lemah. Penderita HAPE juga bisa batuk mengeluarkan cairan putih, berair, atau berbusa. Jika batuk seperti ini cukup parah, bisa membuat tulang rusuk patah. Seseorang yang menderita HAPE biasanya memiliki napas pendek.

Windsor mengungkap, pendaki yang mengantre di zona kematian, napasnya mirip orang yang sedang sekarat. Saat seseorang sulit bernapas, artinya sedikit oksigen yang masuk ke dalam aliran darah dan diterima organ seperti otak. Otak yang tidak cukup mendapat oksigen akan mengalami pembengkakan sehingga membuat mual dan mulai halusinasi.

"Hipoksia (kurangnya sirkulasi oksigen ke organ tubuh, seperti otak) terjadi karena pendaki gagal beradaptasi di zona kematian," ungkap pakar ketinggian Peter Hackett.

Hackett menerangkan, ketika otak tidak mendapat cukup oksigen akan memicu High Altitude Cerebral Edema (HACE). HACE inilah yang memicu munculnya rasa mual, lelah, sulit berpikir, hingga mengalami halusinasi.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kenapa Ratusan Pendaki Tewas di Zona Kematian Menuju Puncak Everest?". Penulis: Hana Nushratu.

Monday, June 20, 2022

Aksi Heroik Stanley Hollis, Prajurit yang Tak Bisa Dibunuh Nazi


 Perang Dunia II selalu melahirkan kisah-kisah kepahlawanan yang heroik, bahkan melampaui batas-batas keberanian yang normal.

Salah satunya adalah kisah seorang tentara Inggris, Stanley Hollis yang mendapat julukan sebagai "prajurit yang tak bisa dibunuh Nazi".

Hollis, sebenarnya merupakan seorang prajurit berpengalaman. Dia sudah bertempur di berbagai medan seperti Dunkirk, El Alamein, atau Sisilia.

Namun, di pendaratan Normandia 6 Juni 1944 yang berubah menjadi konflik bersenjata paling berdarah itu, Hollis mencatatkan namanya.

Di hari bersejarah itu, Hollis bersama resimen Green Howard yang dipimpinnya mendarat di Pantai Gold, yang menjadi pusat pendaratan Normandia. Sebagai prajurit berpengalaman, Hollis langsung memberikan teladan untuk anak buahnya. Dia berdiri paling depan dan maju ke arah barisan pertahanan Jerman tanpa rasa takut.

Setelah mendarat di Pantai Gold, Hollis dan pasukannya sukses mendaki sejumlah bukit Normandia dan melalui ladang ranjau tanpa jatuh korban.

Resimen pimpinan Hollis ini bertugas melumpuhkan sejumlah baterai meriam Jerman yang menembaki pendaratan pasukan Sekutu di pantai.

Saat pasukan kecil itu mendekati sasaran, tentara Jerman yang melihat kedatangan mereka langsung melepaskan tembakan gencar.

Di saat kemungkinan melaksanakan tugas dengan tuntas semakin kecil, Hollis menunjukkan keberanian yang luar biasa. Dia kemudian berdiri, berlari meliuk-liuk untuk menghindari tembakan sambil terus maju ke sasaran. Saat dia tiba di atas baterai Jerman, Hollis melemparkan granat ke dalam tempat itu. Alhasil seluruh tentara Jerman di dalamnya tewas dan meriam yang mematikan itu bisa dilumpuhkan.

Namun, tugas belum selesai. Masih ada satu baterai lagi yang terus memuntahkan peluru ke arah pantai. 

Tanpa pikir panjang, Hollis berlari ke baterai itu dan melakukan hal sama seperti yang dia lakukan sebelumnya.

Menurut sejumlah saksi mata dan keterangan rekan-rekannya, Hollis tak hanya sukses melumpuhkan dua baterai Jerman, tapi dia juga menewaskan 20 tentara Jerman seorang diri.

Dengan lumpuhnya kedua meriam itu, pendaratan di pantai menjadi semakin aman sehingga pasukan Sekutu bisa menduduki wilayah yang cukup luas di pantai.

Hanya tiga jam setelah aksi heroiknya itu, sang sersan kembali terlibat pertempuran melawan tentara Jerman.

Saat pasukan Sekutu bergerak ke arah desa-desa Perancis yang tak jauh dari pantai, gerakan mereka tertahan senapan mesin dan para sniper Jerman.

Delapan tentara Inggris sudah kehilangan nyawa dalam upaya melumpuhkan kubu pertahanan ini. Sementara dua tentara lagi terluka di antara kubu sekutu dan Jerman.

Resimen yang dipimpin Sersan Hollis kemudian melakukan serangan balik yang mampu memaksa Jerman menyetujui gencatan senjata yang langsung dimanfaatkan untuk menyelamatkan dua tentara Inggris yang terluka.

Reputasi Sersan Hollis terus dikenang di kemiliteran Inggris, angka 100 tentara Jerman yang dia bunuh selama Perang Dunia II dicatat.

Meski banyak dipuji Hollis tak pernah menganggi dirinya sebagai seorang pahlawan. Dia menganggap dirinya hanya sebagai orang yang beruntung.

"Jika saya tak ada di sana, maka orang lain akan melakukan hal-hal yang saya kerjakan," kata dia.

Pada 2014 setelah pendaratan Normandia, sebuah patung Stanley Hollis sedang dikerjakan di kampung halamannya di Middlesbrough.

Sayang Hollis tak bisa menyaksikan patung itu berdiri, sebab dia sudah meninggal dunia pada 1975.

 

Saturday, June 18, 2022

Lokasi Penyimpanan Senjata Nuklir Era Perang Dingin Ditemukan


Pada 1960-an, Uni Soviet membangun bungker raksasa di Polandia. Bungker ini tidak muncul pada peta dan dengan hati-hati disembunyikan agar tidak dilihat oleh pesawat mata-mata.

Dokumen Soviet dari masa itu menggambarkan bungker sebagai pusat komunikasi. Mereka membantah memiliki senjata nuklir yang disimpan di dalamnya.

Namun, saat ini, bangunan yang telah lama ditinggalkan tersebut mengungkap beberapa rahasia strategi militer Rusia selama Perang Dingin. Para peneliti berhasil membuktikan bahwa bungker itu dibangun dengan tujuan untuk menyimpan senjata nuklir.

Grzegorz Kiarszys, arkeolog sekaligus profesor di Institute of History and International Relations, adalah yang pertama kali melakukan eksplorasi mendalam di fasilitas ini.

Dengan menggali arsip dari foto satelit serta menganalisis hasil pindai bangunan, Kiarszys menyatukan misteri bungker––terutama ketika ancaman perang nuklir muncul di antara negara adikuasa.

Senjata ledak

Untuk studi ini, Kiarszys mencoba melihat tiga fasilitas rahasia yang kemungkinan menyimpan senjata nuklir. Di antaranya dekat kota Podborsko, Brzezn dan Templewo. Semuanya dibangun pada akhir 1960-an dan bungker tersebut mirip dengan yang Soviet gunakan untuk mengamankan senjata di Jerman Timur, Hongaria, dan Bulgaria.

Menurut Kiarszys, rudal yang disimpan di lokasi tersebut merupakan hulu ledak taktis yang dimaksudnya untuk menyerang beberapa wilayah Eropa saat perang.

"Kekuatan hulu ledaknya bervariasi dari 0,50 hingga 500 kiloton. Itu kemungkinan digunakan untuk menyerang Jerman Barat dan Denmark," paparnya. Jika situasi memaksa untuk menggunakan hulu ledak, maka itu akan diangkut menggunakan truk, dibawa ke lapangan udara terdekat, dan diterbangkan dengan roket ke sasaran.

Polandia membiayai dan membangun ketiga bungker sesuai dengan rencana Soviet. Mereka berhasil menyelesaikan pekerjaannya pada Desember 1969 dan memberikan kontrol atas bangunan tersebut kepada pasukan Rusia.

"Setelah itu, hanya pasukan Rusia yang memiliki akses ke bungker," ujar Kiarszys.

Bebas radiasi

Karena dokumen dari masa itu sudah rusak, dan informasi tentang bungker dihapus dari catatan resmi pemerintahan, Kiarszys bergantung kepada gambar satelit CIA dan penginderaan jarak jauh untuk mendapatkan pentunjuk tentang fasilitas tersebut.

Pengujian tambahan juga dilakukan di dalam bungker oleh para fisikawan nuklir. Mereka berusaha mengecek tanda-tanda radiasi, tapi tidak ada kontaminasi yang terdeteksi.

"Mungkin karena Soviet menerapakan standar keamanan yang tinggi untuk penyimpanan senjata," papar Kiarszys.

Pengabaian dan vandalisme selama beberapa dekade telah merusak bungker. Temuan ini menggarisbawahi pentingnya melestarikan dan melindungi situs era Perang Dingin.

"Sebagai peninggalan zaman ketika orang hidup di bawah ancaman konstan perang nuklir, bangunan ini berfungsi sebagai pengingat serius terhadap bahaya yang masih ditimbulkan senjata nuklir saat ini," pungkas Kiarszys.



 

Friday, June 17, 2022

Ornamen Tulang Kepala dan Rahasia Mengapa Dinosaurus Berukuran Raksasa


Terry Gates, paleontolog North Caroline State University telah menghabiskan beberapa tahun untuk mempelajari sebuah tengkorak. Bukan tengkorak biasa, melainkan tengkorak terbesar dari dinosaurus yang memiliki ornamen benjolan atau tanduk.

Dari penelitian terhadap tengkorak inilah Gates kemudian menyumbangkan gagasan mengenai penyebab ukuran dinosaurus yang sangat besar.

Gates dan rekannya menyusun 111 tengkorak dinosaurus theropoda, seperti Tyrannosaurus rex, yang mereka dapat dari koleksi museum dan pameran seluruh dunia.

Mereka menyusun tengkorak tersebut berdasarkan ukuran. Dari yang kecil hingga yang terbesar, dan dari yang paling ringan hingga yang memiliki bobot 5.896 kg. Gates memulai dari Coelophysis, dinosaurus seberat 27,2 kilogram sebagai urutan terkecil dari keluarga theropoda dengan tengkorak yang lunak atau secara umum memiliki gigi segitiga.

Para peneliti kemudian menemukan bahwa 20 dari 22 dinosaurus predator terbesar memiliki keunikan tersendiri. Mereka memiliki "hiasan" pada tulang kepalanya, sedangkan pada dinosaurus dengan bobot kurang dari 36,2 kg tidak ditemukan adanya hal tersebut.

Selain itu, dinosaurus yang memiliki ornamen tambahan pada kepalanya ini selalu berevolusi menjadi wujud yang semakin besar. Dan hal ini terjadi dalam waktu yang cepat bila dibandingkan dengan proses evolusi lainnya.


Di antara dinosaurus dengan bobot satu ton, mereka yang memiliki ornamen di kepalanya dapat tumbuh lebih besar 20 kali lebih cepat dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki jambul atau hiasan lain di kepalanya.

Selain ukuran, berat tubuhnya juga bertambah hingga beberapa kilogram setiap empat juta hingga enam juta tahun. Mungkin terlihat lamban, tetapi ini adalah waktu evolusi yang cepat.

Lebih lanjut, Gates mempelajari mengenai fungsi tambahan pada kepala dinosaurus ini. Selama bertahun-tahun, para peneliti menduga bahwa tanduk dan jambul berperan dalam komunikasi dan penanda dominasi.

Namun, temuan Gates mengubah hal tersebut. Gates menunjukkan bahwa ornamen tersebut memiliki peran penting dalam pertumbuhan ukuran dinosaurus. Dalam pandangan evolusi klasik, ukuran tubuh dinosaurus T-rex meningkat selama beberapa generasi untuk proses bertahan hidup dan berburu dalam mata rantai teratas.

Penelitian ini menambahkan satu bukti mengenai kehidupan sosial yang kompleks dari dinosaurus. Karena kita tidak dapat mengamati mereka secara langsung—mereka sudah punah, maka Gates mengatakan bahwa kita hanya bisa menyimpulkan dari apa yang kita lihat dari sebuah temuan. "Seperti gambar yang sebagiannya tertutup oleh tirai," ucap Gates.

Thursday, June 16, 2022

DelFly Nimble, Robot Bersayap Pengganti Lebah di Masa Depan


Tidak seperti yang biasa kita lihat, robot bersayap ini akan dikendalikan berdasarkan pergerakan serangga saat sedang terbang. 

DelFly Nimble merupakan robot dengan desain terbaru dan tercanggih yang dapat terbang ke segala arah. Dengan berat 29 gram dan lebar sayap 33 sentimeter, ia berukuran 55 kali lebih besar dari lalat buah.

Robot ini mampu terbang selama lebih dari enam menit apabila baterai terisi penuh dengan jangkauan 1 kilometer.

Para peneliti dari Delft University of Technology berharap DelFly Nimble dapat menjadi lebah 'masa depan'--mengingat keberadaan serangga tersebut semakin terancam akibat perubahan iklim.

"Kami tidak mencoba menyalin lalat dan lebah, tetapi berusaha belajar dari mereka," kata Matej Karasek, perancang DelFly, dilansir dari The Guardian.


Ia menambahkan, robot rancangannya ini memiliki dua pasang sayap yang beroperasi secara independen. Terdapat dua monitor kecil untuk mengoperasikan satu sayap yang mengepak 17 kali per detik agar dapat bertahan di udara.

DelFly Nimble akan dilengkapi dengan sensor sehingga mereka dapat terbang secara mandiri dari satu tanaman ke yang lainnya, serta menghindari bahaya saat mereka pergi. 

Lebah sangat penting bagi keberlangsungan pertanian di Belanda. Ini karena negara tersebut merupakan salah satu pengekspor produk pertanian dan makanan terbesar di dunia. 

Namun, setengah dari 360 spesies lebah di Belanda saat ini terancam punah. Salah satu penyebabnya adalah penggunaan pestisida secara meluas. Padahal, 80 persen penyerbukan biasanya dilakukan oleh lebah. 

Wednesday, June 15, 2022

Cara Orang Romawi Memperbaiki Nasib dan Menaiki Tangga Sosial


Romawi kuno mungkin dibayangkan sebagai sebuah masyarakat di mana kaisar, senator, dan bangsawan berada di tingkat teratas. Kemudian di bawahnya masyarakat biasa dan budak.

Tetapi masyarakat Romawi, pada kenyataannya, sangat berlapis. Orang dari berbagai tingkat sosial berusaha keras untuk memperbaiki nasib dalam hidup dan menaiki tangga sosial. Beberapa bahkan berhasil bergabung dengan jajaran terkaya kekaisaran.

Romawi kuno terdiri dari struktur yang disebut hierarki sosial. Ini merupakan pembagian individu ke dalam kelompok dengan peringkat berbeda, tergantung pada pekerjaan dan keluarga mereka. Kaisar berada di puncak struktur ini, diikuti oleh pemilik tanah yang kaya, rakyat jelata, dan para budak. Tentu saja budak merupakan kelas terendah.

Kelas sosial terutama bergantung pada jenis keluarga tempat seseorang dilahirkan. Warga negara Romawi tidak bisa memilih kelas mereka. Anak-anak dari keluarga kaya hampir secara otomatis menjadi bagian dari kelas atas. Sementara anak-anak yang lahir dari orang biasa biasanya tinggal di kelas bawah seumur hidup.

Fakta bahwa orang harus bekerja keras untuk memanjat kelas sosial sering terlupakan. Plinius yang Muda menulis: “Dia mencintai kerja keras seperti biasanya orang miskin”.

Kebanyakan orang bebas di Romawi kuno adalah petani. Buruh tidak terampil yang berada di kota melakukan pekerjaan seperti mengangkut barang. “Lainnya membangun gedung-gedung kekaisaran yang besar, seperti Colosseum,” tulis Jerry Toner di laman The Conversation.

Pekerjaan manual biasanya tidak mendapatkan bayaran yang baik, mungkin sedikit lebih banyak dari pendapatan minimal. Dengan sedikitnya pendapatan, tidak heran jika orang ingin meningkatkan kualitas hidup dan kelas sosial

Cara utama untuk meningkatkan kualitas hidup serta naik ke kelas sosial yang lebih tinggi adalah dengan memperoleh keterampilan. Jika seorang pekerja bisa mempelajari keterampilan baru maka pendapatannya sebagai seorang perajin bisa naik dua kali lipat.

Miliki keterampilan

Jika Anda hidup di zaman Romawi, jangan takut kekurangan pekerjaan terampil. Lebih dari 225 jenis pekerjaan perdagangan terdaftar di batu nisan dan prasasti lainnya. Sebuah surat yang dikaitkan dengan kaisar Hadrian, misalnya, memberi gambaran tentang industri di Alexandria:


“Tidak ada yang menganggur. Beberapa adalah peniup kaca, yang lain pembuat kertas. Ada juga penenun linen. Satu-satunya dewa mereka adalah uang, yang dipuja semua orang.”

Perempuan juga memainkan peran ekonomi yang penting di kebudayaan Romawi. Namun, mereka hanya bisa melakukan 35 pekerjaan yang terdaftar. “Perbedaan ini menunjukkan bahwa peluang mereka jauh lebih terbatas,” tambah Toner. Para perempuan Romawi bisa bekerja di sektor jasa, memintal wol, membuat perhiasan, melayani di kedai minuman, menata rambut dan membuat serta memperbaiki pakaian.

Perbankan dan perdagangan

Jika seorang Romawi memiliki modal, meminjamkan uang bisa sangat menguntungkan. Salah satu sumber menggambarkan rentenir komersial bersukacita dalam pengumpulan uang yang meningkat dari hari ke hari.

Kegembiraan mereka dapat dimengerti karena bunga 12% biasanya dibebankan untuk pinjaman tanpa jaminan. Bunga pinjaman jangka pendek di masa krisis bisa mencapai 50%. Dan jika peminjam gagal melakukan pembayaran tepat waktu, kreditur memiliki kekuatan hukum yang cukup besar. Mereka bisa menjual semua harta milik debitur – termasuk anak-anaknya – sebagai budak.

Perdagangan adalah bisnis lain yang menguntungkan. Rute pelayaran kekaisaran sibuk dengan kapal yang mengangkut segala macam barang. Ini termasuk anggur, tembikar, minyak zaitun, rempah-rempah, dan budak yang dibutuhkan oleh masyarakat Romawi.


Para aristokrat memandang rendah perdagangan. Pekerjaan ini dianggap berada di bawah kelas mereka. Tetapi itu tidak menghentikan para aristokrat itu untuk menggunakan orang lain untuk menjalankan bisnis berdagang mereka.

Mantan budak sering digunakan dalam peran ini bagi para aristokat. Alasannya mungkin karena mereka bisa lebih dipercaya untuk melakukan apa yang diperintahkan. Dan yang terpenting, menyerahkan sebagian besar keuntungan di akhir kesepakatan.

Orang-orang merdeka ini dengan bangga menegaskan status yang makmur serta bebas, ini tertulis pada prasasti di makamnya. Beberapa mantan budak kaisar menjadi sangat berpengaruh dan kaya, seperti Narcissus. Ia adalah mantan budak Kaisar Claudius pada abad pertama Masehi yang kemudian mengumpulkan kekayaan. Narcissus juga memiliki pengaruh yang cukup besar sebagai orang merdeka.

"Meski memiliki status sebagai orang merdeka, namun mereka tidak pernah sepenuhnya diterima di kalangan elit sosial," imbuh Toner

Liga besar

Jika seorang Romawi ingin menjadi sangat besar dan terkenal, ia harus menjadi seorang selebriti. Salah satunya adalah gladiator yang sukses dipuja oleh orang banyak. Mosaik yang menampilkan gladiator tersebar luas. Mereka adalah topik pembicaraan yang umum. Bahkan botol bayi tanah liat di Pompeii memiliki gambar sosok gladiator. Mungkin sang Ibu berharap agar si Kecil bisa menjadi kuat seperti gladiator.

Meski mendapatkan bayaran yang cukup fantastis, hanya sedikit yang bertahan untuk menikmati usia tua yang nyaman.

Selain itu, menjadi kusir balap kereta juga memiliki kemungkinan untuk terkenal dan berpenghasilan besar. Balap kereta kuda menjadi salah satu tontonan yang disukai oleh orang Romawi.

Kusir paling sukses adalah juara abad kedua Masehi Gaius Appeleius Diocles, dari Lusitania. Selama 24 tahun berkarier, ia berkompetisi di 4.257 balapan, memenangkan 1.462 di antaranya. Penghasilan karirnya mencapai 35.863.120 sesterces – diperkirakan mencapai 15 juta dolar Amerika. Hanya butuh satu juta sesterces untuk memenuhi syarat sebagai senator, jadi dapat dibayangkan seberapa kaya Diocles.

Jadi, butuh kerja keras, kesabaran dan terkadang banyak risiko untuk menaiki kelas sosial di Romawi kuno. Tetapi jika semuanya berjalan baik, orang Romawi bisa naik ke posisi di mana mereka memiliki vila dan banyak uang. Mereka yang mencapainya adalah sebagian yang beruntung.

Sunday, June 12, 2022

Desa Kuno yang Baru Ditemukan Ini Berusia Lebih Tua dari Piramida Giza


Para arkeolog Mesir menemukan harta karun langka di Delta Nil: yakni sisa-sisa desa kuno yang berasal dari 5.000 SM. Itu menjadi salah satu peninggalan tertua yang berhasil ditemukan di wilayah tersebut. Bahkan, mendahului piramida Giza hingga 2.500 tahun.

Situs Neolitik ini terletak di situs Tell el-Samara, sekitar 140 kilometer dari utara Kairo. Desa kuno tersebut diperkirakan berusia 7.000 tahun.

Tim penggalian gabungan antara Prancis-Mesir ini juga menemukan beberapa silo berisi bahan-bahan organik – seperti tulang hewan dan residu tanaman – yang memungkinkan mereka untuk mengetahui usia situs itu.

Selain itu, ada pula tembikar dan alat-alat batu yang menunjukkan peradaban stabil.

Penemuan desa kuno tersebut membuka kesempatan untuk mengidentifikasi dan mempelajari lebih lanjut tentang masyarakat yang menempati Delta Nil, ribuan tahun lalu sebelum Raja Menes menyatukan Mesir Hulu dan Hilir.

“Menganalisis materi biologis yang berhasil ditemukan ini dapat memberikan kita pandangan yang lebih jelas mengenai peradaban di Delta dan asal usul pertanian di Mesir,” kata Nadia Khedr dari Egyptian Ministry of Antiquities.

Para peneliti yakin, praktik pertanian di desa kuno tersebut sangat bergantung pada hujan. Dan ini bisa memberikan sedikit ‘cahaya’ tentang perkembangan irigasi pertanian yang dilakukan di Delta Nil selama ribuan tahun.

Penggalian di situs Tell el-Samara akan diselesaikan pada musim depan. Dilanjutkan dengan analisis menyeluruh pada semua penemuan.

Lokasi Pembuatan Mumi Mesir Kuno Ditemukan, Seperti Apakah?



Para arkeolog baru-baru ini menemukan ruang kerja pembuatan mumi kuno, lengkap dengan beberapa patung, guci, sepuhan emas, topeng onyx, dan lima mumi dengan sarkofagus, di situs pemakaman Saqqara, Mesir.

Sesuai dengan namanya, ruang kerja ini merupakan tempat di mana orang-orang Mesir kuno mengawetkan dan menyiapkan mayat manusia untuk menjalani kehidupan setelah mati.

Dengan penemuan baru ini, peneliti berharap dapat mengetahui bagaimana orang-orang Mesir kuno membuat mumi.

“Saat ini, kami berdiri di tambang penuh informasi,” kata Ramadan Badry Hussein, direktur Saqqara Saite Tombs Project.

“Kami memiliki minyak dan gelas pengukur – semuanya ditandai dengan baik. Dari situ, kami dapat mengetahui komposisi kimia minyak dan jenisnya,” imbuh Hussein.


Hingga saat ini, kita belum benar-benar tahu bagaimana mumifikasi dilakukan. Yang pasti, prosesnya memerlukan waktu selama 70 hari.

Pembuat mumi memulai proses seremonial dengan mencuci tubuh dan mengeluarkan organ dalam. Kemudian, mereka mengeringkannya dengan garam sekitar 40 hari.

Setelah itu, pembuat mumi menempatkan organ di dalam stoples dan menggosok tubuh mayat dengan minyak yang belum diketahui. Itulah sebabnya arkeolog berharap dapat mengidentifikasi minyak misterius yang baru ditemukan di ruang kerja tersebut.

Barulah sesudah mengoleskan minyak, mereka membungkus mayat dengan kain linen.

Penemuan di Saqqara ini juga menunjukkan bagaimana mumifikasi dilakukan berdasarkan kelas sosial. Meskipun semua orang yang sudah meninggal akan diawetkan, namun mereka yang kaya dan memiliki peran penting mendapat perawatan terbaik.

“Kami menemukan banyak mumi. Beberapa di antaranya dikuburkan tanpa apa pun, dan yang lainnya bersama objek sederhana. Namun, ada juga mumi yang dimakamkan bersama benda-benda mahal seperti topeng bersepuh emas,” papar Hussein.

Topeng emas tersebut berasal dari mumi pendeta kedua untuk Mut, seorang dewi langit. Sarkofagusnya pun berisi manik-manik dan gambar dewa-dewa lainnya.

Selain jadi sumber wawasan baru, Kementerian Barang Antik Mesir berharap penemuan ini bisa meningkatkan industri pariwisata.

Bagi pemerintah Mesir, penemuan arkeologi bukan hanya cara untuk mengetahui apa yang pernah terjadi di masa lalu, tapi juga sesuatu yang bisa meningkatkan ekonomi.

Saturday, June 11, 2022

Kesaksian Para Pilot Penyintas Segitiga Bermuda, Kawasan Penuh Misteri


Siapa yang tidak tahu mengenai Segitiga Bermuda, sebuah kawasan di Samudra Atlantik seluas 4 juta km persegi.

Kawasan yang diselimuti dengan berbagai kisah misteri ini "terbentuk" dari tiga tempat yang bila ditarik garis penghubung akan membentuk sebuah bidang segitiga. Ketiga tempat itu adalah teritorial Britania Raya, Puerto Riko, dan Miami.

Berbagai kisah hilangnya kapal dan pesawat yang melintas masih terus terdengar hingga saat ini. Kisah hilangnya lima pesawat tempur Amerika, Bomber Torpedo, yang tergabung dalam skuadron Flight 19 pun menjadi sorotan dunia saat itu—mungkin juga sampai saat ini.

Tidak berfungsinya alat navigasi pada pesawat dalam kawasan itu, fenomena alam, hingga keterlibatan alien pun seringkali dituding sebagai penyebab hilangnya pesawat dan kapal di sana.

Walau banyak kisah mengenai hilangnya pesawat dan kapal, namun kisah mengenai orang-orang yang selamat dari "cengkeraman" segitiga bermuda pun juga menjadi penyeimbang pemberitaan. Meski begitu, kesaksian mereka juga tetap menyisakan banyak pertanyaan.

Bruce Gernon


Bruce Gernon memulai perjalanan dari Andros Town Airport di Bahama menggunakan pesawat Beechcraft Bonanza A36 bersama dengan ayah dan rekan bisnisnya, Chuck Lafeyette.

Dalam penerbangan, Bruce melihat awan besar dengan perkiraan ketinggian 18 km dari darat. Saat itu mereka berada dekat dengan pulau Bimini.

Manuver untuk menghindari awan tersebut pun dilakukan. Sambil menghindar, Bruce memerhatikan bahwa awan tersebut berubah bentuk dan melengkung seperti donat dengan diameter 48 km.

Pesawat pun terjebak di dalam "awan donat" tersebut.

Setelah menerbangkan pesawatnya sejauh 20 km, Bruce melihat sebuah celah pada sisi barat awan dan memilihnya sebagai jalur untuk keluar dari awan.

Terbang melewati celah tersebut membutuhkan waktu sekitar 20 detik.

Dalam cerita yang dibagikan, Bruce mengatakan bahwa di dalam celah pelarian itu ia sempat merasa (sekitar lima detik) pesawat terbang tanpa beban dan kecepatan pun bertambah.

Setelah berhasil lolos, Bruce kemudian menyadari bahwa ia sudah terbang selama 34 menit dan berada di Palm Beach. Artinya, dari Bandara Andros Town sampai ke Palm Beach hanya memakan waktu 47 menit. Padahal jarak tersebut biasanya ditempuh dalam waktu 75 menit.

Pertanyaan yang tersisa dari kisah ini adalah bagaimana cara Bruce mencapai jarak 402 km hanya dalam waktu 47 menit. Apakah berhubungan dengan kesaksian Bruce mengenai pesawat yang terasa ringan?

Cary Gordon Trantham


Sama dengan Bruce Gernon, Cary Gordon juga seorang pilot yang sedang melakukan penerbangan yang tidak berbeda dengan biasanya saat kisah tersebut dimulai.

Cary terbang seorang diri menuju Ormond Beach dari Naval Air Station di Key West pada tahun 1995. Saat itu Cary yang sudah terbiasa menerbangkan pesawat ini melewati kawasan Segitiga Bermuda.

Cary Gordon memang sudah diperingatkan mengenai dead air space, sebuah kawasan dengan keadaan hilang kontak radio. Area ini berada di atas teluk antara Keys dan Florida.

Saat perjalanan ke Ormond Beach, Cary sampai dengan selamat. Namun berbeda dengan perjalanannya menuju pulang. Cary mengalami masalah.

Cary diberitahu untuk mengubah rutenya karena diperkirakan akan ada badai. Namun saat terbang di atas area Naples, Cary mulai kehilangan kendali atas pesawatnya.

Kompas dan alat navigasi lainnya tidak berfungsi. Alat pengukur ketinggian pun terus berputar-putar. Cary tidak lagi bisa melihat batas antara langit dan laut karena keadaan saat itu benar-benar gelap.


Segala cara dilakukan oleh Cary untuk mengendalikan pesawatnya dan menghubungi menara pengawas. Namun usahanya tidak membuahkan hasil. Pesawat tetap "terombang-ambing" di langit.

Dengan mengandalkan insting dan memaksakan kemudi dalam pesawatnya, Cary mencoba menanjak ke ketinggian 4000 kaki atau setara dengan 1.219 m.

Tak disangka, Cary berhasil melakukannya dan semua kembali normal. Ia dapat mengendalikan pesawatnya dan juga dapat terhubung dengan menara pengawas melalui radio. (Bhisma Adinaya/National Geographic Indonesia)

Wednesday, June 8, 2022

Deepstaria enigmatic, Ubur-ubur yang Sangat Mirip Kantung Plastik


Sekitar 50 tahun lalu, penjelajah asal Prancis, Jacques Cousteau menyelam ke laut dalam dengan kapal DEEPSTAR 4000. Dibuat pada 1965, kapal selam tersebut membantu mengidentifikasi kehidupan bawah laut hingga 1972.

Dari spesies yang ditemukan, ada ubur-ubur raksasa yang memiliki sedikit tentakel. Ia bernama Deepstaria enigmatic.

Seperti namanya, D. enigmatica merupakan spesimen misterius yang belum dipelajari secara luas. Ubur-ubur ini mirip dengan kantung plastik besar. Ia memiliki perut tipis nan lebar yang tertutup jaringan yang saling berhubungan. D. enigmatica hidup di kedalaman 3000 kaki di perairan Teluk Meksiko, laut India dan selatan.

Ukurannya yang besar dan habitatnya yang terpencil, membuat ubur-ubur ini sulit untuk dipahami. Meskipun begitu, beberapa spesimen yang belum lengkap, hasil foto, dan pengamatan dari kapal selam, mampu memberikan sedikit gambaran bagi peneliti.

Menggunakan kamera ultra-sensitif yang terbungkus dalam bola kaca tebal, David Gruber, ahli biologi kelautan sekaligus National Geographic Emerging Explorer, berhasil menangkap gambar D. enigmatica.

“Menggunakan teknologi terbaru, kami berhasil mendekati hewan ini di kegelapan. Untuk memfotonya, Anda membutuhkan kamera yang benar-benar sensitif,” kata Gruber.

Dalam kegelapan

Pada November lalu, Gruber, insinyur Brennan Phillips dari University of Rhode Island, dan timnya, menaiki kapal eksplorasi dari pulau San Benedicto, Meksiko, menuju lautan terbuka.

Mereka membawa kamera Canon ME20F-SH yang super sensitif. Kamera tersebut dibungkus dalam bola kaca dengan ketebalan 13 inci untuk melindunginya dari tekanan laut dalam.

Para peneliti lalu memasang Canon pada Hercules, kendaraan bawah laut yang bisa dioperasikan dari jarak jauh. Mereka mengirim Hercules dan Canon ke kedalaman 3195 kaki di bawah permukaan laut, dan mengontrolnya dari titik pandang mereka di atas kapal.

Para peneliti tidak kesulitan mencari D. enigmatica. Malah, ubur-ubur itu yang menghampiri Hercules.

“Hewan ini mendatangi kapal Hercules. Kami tidak mengambilnya karena D. enigmatica sangat rapuh dan hanya bisa mengapung di tengah laut,” kata Gruber.

Saat pertama kali bertemu spesimen tersebut, para peneliti mengikutinya dengan kamera bercahaya rendah, selama hampir sepuluh menit.

Adanya LED yang bisa diatur ke cahaya terendah, memungkinkan peneliti mengamati pembukaan dan penutupan ubur-ubur ini. Dengan begitu, mereka dapat mengetahui bagaimana hewan tanpa tentakel ini bergerak ke atas atau menangkap mangsanya.

Para peneliti juga mendapatkan gambar close up dari sistem pencernaan dan jaringan yang menutupi tubuh D. enigmatica.

“Satu-satunya cahaya yang mereka dapat, berasal dari hewan bioluminescence lainnya,” ujar Gruber.

Jangan terlalu dekat

Salah satu pertimbangan tim peneliti adalah: mereka tidak ingin mengacaukan situasi alamiah D. enigmatica. Merekamnya dengan teknologi rendah cahaya, memungkinkan peneliti untuk mengurangi gangguan. Dengan begitu, mereka bisa mengamati ubur-ubur tersebut dengan baik.

“Kami pasti akan kehilangan banyak momen jika menggunakan kamera lain yang terlalu cerah dan berisik,” kata Gruber.

Dengan Canon, peneliti menggunakan sebagian kecil cahaya untuk mengoperasikan kapal selam. “Rasanya seperti menyelam dengan senter kecil,” ujarnya.

Tidak hanya D. enigmatica, para ilmuwan mengatakan, mereka akan menggunakan teknologi terbaru ini untuk merekam spesies yang sukar dipahami lainnya.

Tuesday, June 7, 2022

Bagian Bimasakti ini Berusia Jauh Lebih Tua dari yang Diperkirakan

 Menggunakan data dari misi Gaia ESA, para astronom telah menunjukkan bahwa bagian dari Bimasakti yang dikenal sebagai 'cakram tebal' mulai terbentuk 13 miliar tahun yang lalu, sekitar 2 miliar tahun lebih awal dari yang diperkirakan, dan hanya 0,8 miliar tahun setelah Big Bang.

Hasil mengejutkan ini datang dari analisis yang dilakukan oleh Maosheng Xiang dan Hans-Walter Rix, dari Max-Planck Institute for Astronomy, Heidelberg, Jerman. Mereka mengambil data kecerahan dan posisi dari dataset Early Data Release 3 (EDR3) Gaia dan menggabungkannya dengan pengukuran komposisi kimia bintang, seperti yang diberikan oleh data dari Large Sky Area Multi-Object Fiber Spectroscopic Telescope (LAMOST) dengan sekitar 250.000 bintang untuk mendapatkan usia mereka.

Mereka memilih untuk melihat bintang sub raksasa. Di bintang-bintang ini, energi telah berhenti dihasilkan di inti bintang dan telah pindah ke kulit di sekitar inti. Bintang itu sendiri menjelma menjadi bintang raksasa merah. Karena fase sub-raksasa adalah fase evolusi yang relatif singkat dalam kehidupan bintang, maka memungkinkan usianya ditentukan dengan sangat akurat, tetapi masih merupakan perhitungan yang rumit.

Usia bintang adalah salah satu parameter yang paling sulit ditentukan. Itu tidak dapat diukur secara langsung tetapi harus disimpulkan dengan membandingkan karakteristik bintang melalui model komputer evolusi bintang. Data komposisi membantu dalam hal ini. Semesta lahir dengan hampir secara eksklusif hidrogen dan helium. Unsur-unsur kimia lainnya, yang secara kolektif dikenal sebagai logam oleh para astronom, dibuat di dalam bintang, dan meledak kembali ke luar angkasa pada akhir kehidupan bintang, di mana mereka dapat dimasukkan ke dalam bintang generasi berikutnya. Jadi, bintang yang lebih tua memiliki lebih sedikit logam dan dikatakan memiliki tingkat logam yang lebih rendah.

Data LAMOST memberikan sifat metalik. Bersama-sama, kecerahan dan sifat metalik memungkinkan para astronom untuk mengekstrak usia bintang dari model komputer. Sebelum Gaia, para astronom secara rutin bekerja dengan ketidakpastian 20 hingga 40 persen, yang dapat mengakibatkan usia yang ditentukan menjadi tidak tepat satu miliar tahun ataupun lebih.

"Dengan data kecerahan Gaia, kita dapat menentukan usia bintang subraksasa hingga beberapa persen," tutur Maosheng, seperti yang dilaporkan Tech Explorist. Berbekal usia yang tepat untuk seperempat juta bintang subraksasa yang tersebar di seluruh galaksi, Maosheng dan Hans-Walter memulai analisis.


Bimasakti terdiri dari berbagai komponen yang diklasifikasikan sebagai halo dan cakram. Halo dianggap sebagai komponen tertua galaksi, sedangkan piringan tipis berisi sebagian besar bintang yang kita lihat sebagai pita cahaya berkabut di langit malam yang kita sebut Bimasakti.

Para ilmuwan dapat membangun garis waktu pembentukan Bimasakti dengan mengidentifikasi bintang-bintang raksasa di wilayah yang berbeda ini. Dan saat itulah mereka mendapatkan kejutan.

“Usia bintang mengungkapkan bahwa pembentukan Bimasakti jatuh ke dalam dua fase yang berbeda. Pada fase pertama, yang dimulai hanya 0,8 miliar tahun setelah Big Bang, piringan tebal mulai membentuk bintang. Bagian dalam halo mungkin juga mulai menyatu pada tahap ini, tetapi prosesnya dipercepat dengan laju hingga selesai sekitar dua miliar tahun kemudian ketika galaksi kerdil yang dikenal sebagai Gaia-Sausage-Enceladus bergabung dengan Bimasakti. Piringan tipis bintang yang menahan Matahari terbentuk selama fase kedua berikutnya dari pembentukan galaksi,” tulis Para ilmuwan.

Setelah penggabungan dengan Gaia-Sausage-Enceladus memicu ledakan pembentukan bintang, piringan tebal terus membentuk bintang hingga gas habis sekitar 6 miliar tahun setelah Big Bang. Selama ini, logam dari piringan tebal meningkat sepuluh kali lipat. Daerah cakram Bimasakti awal pasti terbentuk dari gas yang sangat turbulen yang secara efektif menyebarkan logam lebih jauh dan luas.

“Sejak penemuan penggabungan kuno dengan Gaia-Sausage-Enceladus, pada tahun 2018, para astronom telah menduga bahwa Bimasakti sudah ada sebelum halo terbentuk, tetapi kami tidak memiliki gambaran yang jelas tentang apa itu Bimasakti. Hasil kami memberikan detail indah tentang bagian Bimasakti itu sendiri, seperti hari lahirnya, tingkat pembentukan bintang, dan sejarah pengayaan logam. Mengumpulkan penemuan-penemuan ini menggunakan data Gaia merevolusi gambaran kita tentang kapan dan bagaimana galaksi kita terbentuk,” jelas Maosheng.

“Dengan setiap analisis dan rilis data baru, Gaia memungkinkan kita untuk menyatukan sejarah galaksi kita dalam detail yang bahkan belum pernah terjadi sebelumnya. Dengan dirilisnya Gaia DR3 pada bulan Juni, para astronom akan dapat memperkaya cerita dengan lebih detail lagi,” ujar Timo Prusti, Gaia Project Scientist untuk ESA.

Hasil penelitian ini telah dipublikasikan di jurnal Nature pada 23 Maret 2022 berjudul "A time-resolved picture of our Milky Way’s early formation history".

Monday, June 6, 2022

Temuan Tulang Dinosaurus Dari Dalam Perut Buaya Purba di Australia


Seekor buaya purba berusia 93 juta tahun telah dikonfirmasi memakan seekor bayi dinosaurus. Fakta menarik ini didapati dari sisa-sisa dalam fosil isi perut buaya yang pertama kali ditemukan pada tahun 2010 di Queensland Tengah, Australia.

Dilansir dari Independent, penelitian awal mendeteksi tulang dinosaurus muda seukuran ayam kecil di dalam usus. Dinosaurus ornithopod - kelompok dinosaurus pemakan tumbuhan berukuran sedang hingga besar - yang tercerna sebagian mungkin memiliki berat 1 hingga 1,7 kilogram.

Sedangkan buaya purba yang diberi nama Confractosuchus sauroktonos ini memiliki panjang 2 hingga 2,5 meter. Nama Confractosuchus sauroktonos memiliki terjemahan buaya yang hancur pembunuh dinosaurus (broken crocodile dinosaurus killer). Kata hancur atau broken dalam nama buaya ujar para ilmuwan dari Organisasi Sains dan Teknologi Nuklir Australia mengacu pada batu besar yang hancur dari tempat fosil ditemukan.

Studi ini telah dipublikasikan di laman Gondwana Research dengan judul Abdominal contents reveal Cretaceous crocodyliforms ate dinosaurs pada 10 Februari 2022. Para ilmuwan mengungkapkan sebanyak 35 persen bagian tubuh dari buaya terawetkan termasuk tengkorak yang hampir sempurna. Terlihat susunan gigi meskipun bagian ekor dan tungkai belakang hilang.

"Pada pemindaian di tahun 2015, saya melihat tulang yang terkubur di sana, nampak seperti tulang ayam dengan pengait di atasnya dan langsung berpikir bahwa itu adalah dinosaurus," ujar Joseph Bevitt, salah satu penulis studi.

"(Temuan seperti ini) belum pernah dilihat mata manusia sebelumnya. Sebagaimana adanya dan benar-benar terbungkus batu," tambar Dr Bevitt.

Analisis lebih lanjut menggunakan peminadaian digital 3D resolusi tinggi dan pencitraan sinar-X khusus selama beberapa tahun ke depan, para peneliti dapat mengungkap detail yang lebih meyakinkan tentang buaya raksasa dan mangsanya, dinosaurus. Berdasarkan analisis sisa-sisa dinosaurus, para peneliti mengatakan ada bukti yang jelas dari pemrosesan lisan oleh buaya. Termasuk pemotongan dan fragmentasi tulang mangsa, hal ini merupakan ciri perilaku makan yang terlihat bahkan pada beberapa spesies buaya modern.

Para ahli juga berspekulasi bahwa buaya itu kemungkinan terperangkap dalam peristiwa banjir besar. Kemudian, hewan ini terkubur dan mati usai menyantap dinosaurusnya. Dr Bevitt menjelaskan, sisa-sisa fosil ditemukan di sebuah batu besar.

“Beton sering terbentuk ketika bahan organik, atau katakanlah buaya, tenggelam ke dasar sungai.  Karena lingkungan kaya akan mineral, dalam beberapa hari, lumpur di sekitar organisme dapat mengeras dan mengeras karena adanya bakteri,” jelas Dr Bevitt.

Lebih lanjut, Live Science melaporkan buaya pertama kali hidup berdampingan dengan dinosaurus dimulai pada periode Trias, 251,9 juta hingga 201,3 juta tahun yang lalu. Bukti sebelumnya menunjukkan bahwa mereka menemukan beberapa dinosaurus kerap menjadi s

Bekas gigi pada fosil tulang dinosaurus (dan dalam satu kasus, gigi tertanam di tulang) mengisyaratkan bahwa beberapa buaya memakan dinosaurus, baik memburu mereka atau mengais sisa-sisa mereka. Hanya saja, para ahli paleontologi jarang menemukan isi usus yang terawetkan pada buaya, mungkin karena isi perut mereka mengandung asam korosif yang kuat, seperti halnya buaya modern.

Temuan baru ini memberikan bukti definitif pertama yang menunjukkan bahwa dinosaurus dimakan oleh buaya raksasa dari periode Kapur. Meskipun isi perut buaya menunjukkan bahwa makanan terakhirnya adalah dinosaurus kecil, hewan pemangsa ini kemungkinan juga menangkap hewan lainnya. Namun, dinosaurus mungkin merupakan bagian rutin dari makanan mereka.

Sementara itu, para ilmuwan percaya analisis lebih lanjut dari buaya purba dan makanan terakhirnya ini akan terus menjelaskan lebih banyak tentang hubungan dan perilaku hewan yang menghuni Australia jutaan tahun yang lalu.

Sunday, June 5, 2022

Selidik Isotop Karbon Mengungkap Aktivitas Biologis Mars Kuno


Selidik baru kondisi planet merah, Mars, yaitu analisis isotop karbon mengungkap aktivitas biologis Mars kuno. Analisis dalam sampel sedimen tersebut diambil dari setengah lusin lokasi yang terpapar, termasuk tebing yang terbuka. Hasilnya memberikan penjelasan yang masuk akal untuk asal usul karbon, debu kosmik, degradasi ultraviolet karbon dioksida, atau degradasi ultraviolet dari metana yang diproduksi secara biologis.

Seperti diketahui, penjelajah Curiosity NASA mendarat di Mars pada 6 Agustus 2012. Sejak saat itu telah menjelajahi Kawah Gale untuk mengambil sampel dan mengirimkan hasilnya kembali ke Bumi untuk ditafsirkan oleh para peneliti. Hasil analisis tersebut telah dipublikasikan belum lama ini di Proceedings of the National Academy of Sciences dengan judul "Depleted carbon isotope compositions observed at Gale crater, Mars".

Analisis baru tersebut menunjukan tiga skenario yang mungkin terjadi di Mars kuno. Ketiga skenario ini tidak konvensional, tidak seperti proses yang biasa terjadi di Bumi.

Karbon memiliki dua isotop stabil, 12 dan 13. Dengan melihat jumlah masing-masing dalam suatu zat, peneliti dapat menentukan secara spesifik tentang siklus karbon yang terjadi, bahkan jika itu terjadi dalam waktu yang sangat lama.

Christopher H. House, profesor geosains dalam rilis Penn State University menjelaskan, bahwa jumlah karbon 12 dan karbon 13 di tata surya kita adalah jumlah yang ada pada pembentukan tata surya. "Keduanya ada dalam segala hal, tetapi karena karbon 12 bereaksi lebih cepat daripada karbon 13, melihat jumlah relatif masing-masing sampel dapat mengungkapkan siklus karbon," kata House.

Curiosity, yang dipimpin oleh Jet Propulsion Laboratory NASA di California Selatan, telah menghabiskan sembilan tahun terakhir menjelajahi area Kawah Gale yang telah mengekspos lapisan batuan kuno. Penjelajah Curiosity telah mengebor ke permukaan lapisan ini dan mengambil sampel dari lapisan sedimen yang terkubur.

Curiosity memanaskan sampel tanpa adanya oksigen untuk memisahkan bahan kimia apa pun. Analisis spektrografi dari sebagian karbon tereduksi yang dihasilkan oleh pirolisis ini menunjukkan kisaran jumlah karbon 12 dan karbon 13 yang luas tergantung di mana atau kapan sampel asli terbentuk. Beberapa karbon sangat terkuras dalam karbon 13 sementara sampel karbon lainnya diperkaya.

"Sampel yang sangat terkuras dalam karbon 13 sedikit seperti sampel dari Australia yang diambil dari sedimen yang berusia 2,7 miliar tahun," kata House.

"Sampel-sampel itu disebabkan oleh aktivitas biologis ketika metana dikonsumsi oleh lapisan mikroba purba, tetapi kita tidak dapat mengatakan itu di Mars karena itu adalah planet yang mungkin terbentuk dari bahan dan proses yang berbeda dari Bumi."

Untuk menjelaskan sampel yang tak tersisa, para peneliti menyarankan tiga kemungkinan, awan debu kosmik, radiasi ultraviolet yang memecah karbon dioksida, atau degradasi ultraviolet dari metana yang dibuat secara biologis. Menurut House, setiap beberapa ratus juta tahun tata surya melewati awan molekuler galaksi.

Untuk membuat lapisan yang bisa dicapai Curiosity, awan debu galaksi pertama-tama akan menurunkan suhu di Mars yang masih mengandung air dan menciptakan gletser. Debu akan mengendap di atas es dan kemudian harus tetap di tempatnya setelah gletser mencair, meninggalkan lapisan kotoran yang termasuk karbon.

Sejauh ini, ada bukti terbatas tentang gletser masa lalu di Kawah Gale di Mars. Menurut para peneliti, "penjelasan ini masuk akal, tetapi membutuhkan penelitian tambahan."


Penjelasan kedua yang mungkin untuk jumlah karbon 13 yang lebih rendah adalah konversi ultraviolet karbon dioksida menjadi senyawa organik seperti formaldehida. "Ada makalah yang memprediksi bahwa UV dapat menyebabkan fraksinasi jenis ini," kata House

Metode ketiga yang memungkinkan untuk menghasilkan sampel karbon 13 yang terkuras memiliki dasar biologis. Di Bumi, jejak karbon 13 yang sangat terkuras dari permukaan paleo akan menunjukkan mikroba masa lalu mengonsumsi metana yang diproduksi secara mikroba.
Mars kuno mungkin memiliki gumpalan besar metana yang dilepaskan dari bawah permukaan di mana produksi metana akan sangat menguntungkan. Kemudian, metana yang dilepaskan akan dikonsumsi oleh mikroba permukaan atau bereaksi dengan sinar ultraviolet dan disimpan langsung di permukaan.

Namun, menurut para peneliti, saat ini tidak ada bukti sedimen mikroba permukaan di lanskap Mars masa lalu, sehingga penjelasan biologis yang disorot dalam makalah ini bergantung pada sinar ultraviolet untuk menempatkan sinyal karbon 13 ke tanah.

House juga mencatat bahwa menemukan sisa-sisa lapisan mikroba atau bukti deposit glasial juga bisa sedikit memperjelas. "Kami berhati-hati dengan interpretasi kami, yang merupakan jalan terbaik saat mempelajari dunia lain," kata House.

Curiosity masih terus mengumpulkan dan menganalisis sampel dan akan membawa kembali sedimen di mana ia menemukan beberapa sampel dalam penelitian ini dalam waktu sekitar satu bulan. "Penelitian ini mencapai tujuan lama untuk eksplorasi Mars. Untuk mengukur berbagai isotop karbon salah satu alat geologi terpenting dari sedimen di dunia lain yang layak huni, dan itu dilakukan dengan melihat 9 tahun eksplorasi," kata House.

Saturday, June 4, 2022

Baru Dua Bulan Kalah di Trafalgar, Prancis Berjaya di Austerlitz


Sejak Revolusi Prancis, banyak atasan militer yang dipenggal dengan guillotine karena memiliki hubungan dengan kalangan elit monarki. Kebanyakan dari atasan itu berasal dari angkatan laut Prancis. Tak heran, 21 Oktober 1805 Prancis kalah di pertempuran Trafalgar di laut ketika melawan Inggris.

Walau atasan militer angkatan darat juga bernasib sama, tapi tidak separah yang dialami angkatan laut. Itu sebabnya, pasca Revolusi Perancis, di bawah pimpinan Napoleon Bonaparte, angkatan darat melakukan serangan besar-besaran di Eropa. Salah satunya adalah Austerlitz, Kekaisaran Austria, di mana tentara Prancis mencapai puncak kejayaan dunia tempurnya, walau selisih dua bulan dari kekalahannya di Trafalgar.

Bagaimana pertempuran Austerlitz bisa terjadi?

Pada awalnya, kekuatan revolusi Prancis menggetarkan seluruh Eropa. Hal ini membuat berbagai kerajaan di Eropa bersatu untuk melawan Napoleon yang telah menguasai banyak kawasan. Sempat ada perdamaian dengan penguasa Eropa tersisa pada 1802 lewat Perjanjian Amiens.

Tetapi ketegangan Prancis dengan Inggris, membuat kerajaan-kerajaan di Eropa membuat koalisi untuk menghadang ambisi Napoleon yang dianggap berbahaya. Koalisi ini dibentuk tahun 1804 yang mencakup Inggris, Napoli, Swedia, Portugal, Sisilia, Austria, dan Rusia.

"Austria telah dua kali kehilangan wilayah dan pengaruhnya di Italia, yang diberikannya kepada Prancis, dan bernafsu untuk membalikkan keadaan," tulis sejarawan militer Rupert Butler dan tim di buku Perang yang Mengubah Sejarah, Buku Kedua: dari Pengepungan Quebec (1759) hingga Operasi Iraqi Freedom (2003). Kekaisaran Austria saat itu meliputi Austria kini, Italia bagian utara, Hongaria, Serbia, dan Ceko-Slovakia kini.

"Koalisi itu sangat kuat, tetapi faktor geografis memisahkan negara-negara yang memiliki agenda yang berbeda satu sama lainnya itu." Akibatnya, Prancis memiliki keunggulan di angkatan darat, terutama jika dalam pasukan ekspedisinya digabungkan dari negara-negara bawahannya seperti Belanda.

Butler dan tim menjelaskan, sebenarnya pasukan dibagi dua oleh Napoleon. Pertama, untuk menginvasi Inggris dari pantai utara. Tetapi karena invasi gagal dan kalah di Trafalgar, pasukan ini bergabung dengan pasukan kedua yang baru, La Grande Armée yang bertujuan untuk melawan di koalisi di Eropa daratan.

Struktur pengorganisasian La Grande Armée sangat fleksibel dalam pemindahan unit, dan bisa menyesuaikan formasi sesuai kebutuhan. Mereka memiliki kavaleri, korps standar, pasukan cadangan yang didukung artileri, dan Garda Kekaisaran sebagai cadangan akhir.


Kondisi pasukan Prancis berbeda dengan Rusia dan Austria yang bersekutu. Butler dan tim mengungkap, pasukan mereka tidak fleksibel dalam organisasinya, dan tingkat pelatihannya tidak setinggi Prancis. Terlebih, pasukan bisa dihukum dengan siksaan bila melakukan kesalahan seremeh apa pun.

"Namun, kavaleri Austria, yang terutama direkrut dari keluarga-keluarga aristokrat yang memiliki tradisi dinas militer yang panjang, merupakan kekuatan yang sangat baik," jelas mereka.

"Tentara Rusia memiliki kesatuan artileri yang sangat hebat, di mana para penembak meriamnya sangat membanggakan meriam mereka dan bersedia mempertahankan meriam-meriamnya untuk menghindari rasa malu jika harus meninggalkan senjata tersebut."


12 November, Prancis berhasil menduduki ibukota Austria, Wina, setelah beberapa kali operasi di Bavaria dan Branau-am-Inn. Austria yang pasukannya lambat, memilih membiarkan ibukotanya dikuasai dan mundur untuk mencari kesempatan yang lebih baik.

Setelah sekian hari menduduki Wina, tibalah kehendak Napoleon untuk benar-benar menghadapi Sekutu di lokasi di dekat Austerlitz Brunn (kini Brno, Republik Ceko). Pasukan Prancis tiba di Brunn pada 23 November dan langsung mempelajari medan di antara Austerlitz dan Dataran Tinggi Pratzen.

"Untuk memancing pihak Sekutu, Napoleon menempatkan pasukan di Dataran Tinggi Pratzen dan Austerlitz, lalu cepat-cepat menarik mereka saat musuh mendekat," tulis Butler dan tim.

"Untuk memperkuat kesan bahwa kedudukan yang buruk dan ingin menghindari pertempuran, dia mengadakan perundingan, yang diadakannya dengan sikap yang tidak terlalu memperlihatkan kepercayaan diri yang angkuh yang biasanya merupakan sikap khasnya."


Sekutu sangat unggul secara jumlah pasukan, tetapi Napoleon mengerahkan korps tambahan pada 30 November, walau total keseluruhannya masih kalah jumlah. Kalah jumlah ini sengaja dilakukan Napoleon untuk meyakinkan panglima lawan kalau Prancis lemah dan ragu-ragu. Butler dan tim menulis, Prancis terdiri dari 73.000 infanteri dan kaveleri, dan 139 meriam, sementara Austria-Rusia terdiri 85.000 infanteri dan kavaleri, dan 278 meriam.

Akhirnya, sesuai harapan Napoleon, Sekutu langsung menyerang sayap kanan Prancis yang terbuka dan kekuatannya lemah. Pertempuran itu dimulai pada 2 Desember 1805 pukul 06.00. Legiun Korsika yang berada di sayap kanan, tepatnya di desa Tellnitz, mempertahan diri mereka selama satu jam sebelum mengundurkan diri.

Situasi di sayap kanan ini penuh dengan pertaruhan. Prancis sudah menyadari ada celah bahaya dari serangan itu, tetapi Sekutu tidak memanfaatkannya. Kaisar Napoleon menunggu hingga pihak Sekutu benar-benar keluar dengan segenap kekuatannya untuk menyerang sayap kanan. Dengan demikian, Sekutu mengabaikan Dataran Tinggi Pratzen untuk direbut Prancis.

Sekitar pukul sembilan pagi, Napoleon menginstruksikan Marsekal Jean-de-Dieu Soult untuk mengerahkan pasukannya bergerak secara diam-diam. Pergerakan ini dipergoki Rusia, tetapi Soult berhasil merebut dataran tinggi itu pukul 11.00.

Sontak, Tsar Alexander memerintahkan Garda Kekaisarannya yang elit itu untuk merebut kembali Dataran Tinggi Pratzen. Walau ribuan prajurit Prancis melarikan diri akibat serangan balik, prajurit Grenadier berkuda dari Garda Kekaisaran Prancis melancarkan serangan hingga mengendalikan keadaan.

Keunggulan Prancis terjadi pula di sayap kiri, ketika kaveleri mereka menggagalkan serangan unit-unit sayap musuh. Akibatnya, pada 14.00, Sekutu memiliki pasukan cadangan sedikit karena mengerahkan terlalu banyak. Kedua sayap sekarang terlibat pertempuran jarak dekat yang sengit, dan bagian tengahnya berantakan.

Pasukan Sekutu memanfaatkan sayap kanan Prancis untuk membuka jalan untuk melarikan diri dan menyeberangi danau yang membeku. Pasukan Prancis cukup kewalahan untuk mengejar mereka, maka dikerahkanlah artileri untuk menembaki danau supaya esnya pecah dan menjebak Sekutu.

"Konsekuensi politis dari pertempuran itu jauh lebih penting," urai Butler dan tim. "Pihak Koalisi telah mengalami pukulan hebat dan kemampuan militer Austria sendiri merosot drastis. Selain itu, reputasi militer tentara Pranccis dan legenda keperkasaan Napoleon benar-benar melambung."

"Begitu hebatnya pamor Kaisar Napoleon sehingga dikatakan bahwa di medan tempur 'penglihatan akan topinya saja sama nilainya dengan 40.000 prajurit'," tambah mereka. Pertempuran itu mengakibatkan Austria harus mengakui pencapaian Prancis dan menyerahkan wilayah tambahan kepada negara-negara bawahan Prancis.