Sunday, October 30, 2022

Ahli Antariksa Temukan Badai Luar Angkasa Hujani Bumi dengan Elektron

Untuk pertama kalinya dalam sejarah, para ahli antariksa menemukan fenomena yang mereka anggap sebagai "badai luar angkasa" di atmosfer bagian atas Bumi. Laporan hasil studi yang baru-baru ini diterbitkan di jurnal Nature Communications telah memaparkan penemuan tersebut.

Fenomena badai luar angkasa ini awalnya dideteksi oleh satelit-satelit milik Defense Meteorological Satellite Program. Kemudian para peneliti antariksa dari Shandong University di Tiongkok dan University of Reading di Inggris menyelidiki lebih lanjut temuan fenomena ini.

"Badai luar angkasa", titik aurora mirip siklon dengan diameter lebih dari 621 mil (1.000 kilometer), ditemukan berputar-putar di ionosfer kutub utara bumi. Massa plasma dilaporkan memiliki pusat yang tenang, banyak lengan, dan "tren rotasi berlawanan arah jarum jam," tulis para peneliti.

Badai luar angkasa ini menyebabkan terjadinya hujan elektron—bukan hujan air— di atas bumi. Tepatnya beberapa ratus kilometer di atas Kutub Utara.

Fenomena ini terjadi selama aktivitas matahari dan aktivitas geomagnetik sedang rendah. Peristiwa ini berlangsung hampir delapan jam sebelum akhirnya berhenti secara bertahap.

Badai luar angkasa ini dilaporkan menyerupai "badai biasa di lapisan atmosfer yang lebih rendah," yang telah diamati di lapisan atmosfer yang lebih rendah di Mars, Jupiter, dan Saturnus. Fenomena serupa juga pernah terlihat di matahari, yang dikenal sebagai tornado matahari.

Dalam rilis resmi yang menyertai publikasi laporan studi tersebut, Mike Lockwood, profesor bidang fisika lingkungan antariksa dari University of Reading mengatakan, mampu membuktikan keberadaan badai plasma ini adalah sesuatu yang "luar biasa."

“Badai luar angkasa ini harus diciptakan oleh transfer energi angin matahari dan partikel-partikel bermuatan yang sangat besar dan cepat ke atmosfer atas Bumi," ujar Lockwood sebagaimana dilansir Fox News.

Tim peneliti mengatakan fakta bahwa badai luar angkasa ini terjadi selama aktivitas geomagnetik yang rendah, menunjukkan pentingnya peningkatan pemantauan cuaca luar angkasa yang memiliki kemampuan untuk mengganggu sistem navigasi dan komunikasi di bumi.

Qing-He Zhang, profesor ilmu antariksa dari Shandong University yang menjadi penulis utama laporan studi tersebut, mengatakan kepada American Association for the Advancement of Science bahwa badai luar angkasa ini akan meningkatkan pemahaman kita terkait efek-efek cuaca luar angkasa yang penting.

“Badai antariksa akan menyebabkan efek-efek cuaca antariksa yang penting seperti peningkatan tarikan satelit, gangguan dalam komunikasi radio Frekuensi Tinggi, dan peningkatan kesalahan di lokasi radar over-the-horizon, navigasi satelit, dan sistem komunikasi," ujarnya.

“Ini akan memperbarui pemahaman kita tentang proses kopling angin-magnetosfer-ionosfer matahari di bawah kondisi geomagnetik yang sangat tenang.”