Agen bola Piala Dunia

Silakan Hubungi Cs kami untuk informasi lebih lanjut.

SELAMAT DATANG DI BLOG PREDIKSI CERIA4D

Blog Prediksi Resmi dari BO CERIA4D

Lomba Tebak 3D -2Line Bersama CERIA4D

bagi yang ingin mengikuti Silakan bergabung di Group Facebook kami "DONATAN4D Agent Togel Terpercaya"

Link WAP Donatan4D

Kini Hadir Versi Handphone Untuk memudahkan Para Member melakukan Betting dimana saja dan kapan saja.

Donatan4D bandar Togel Online Terpercaya

Silakan Hubungi Kami melalui Kontak di Atas

Tuesday, May 31, 2022

Cangkir Sangkar: Kaca Mewah nan Spektakuler dari Peradaban Romawi Kuno

 

Ketika membayangkan convivium (pesta makan mam Romawi yang megah), kita mungkin membayangkan para senator yang bermoral, terbungkus toga merah, bersantai di sofa mewah dengan secangkir anggur di tangan mereka.

Meskipun gambaran itu mungkin tidak sepenuhnya benar, pada kenyataannya itulah yang tertanam dalam budaya populer dan setidaknya ada beberapa kebenaran di dalamnya. Makanan mewah yang terdiri atas banyak menu burung merak panggang, lobster, dan tiram mentah (dan, kadang-kadang, kambing dan tikus betina) tidak terlalu umum, tetapi nyata.

Tentu saja, hanya orang kaya yang mampu mengadakan perjamuan mewah seperti itu. Para tamu tidak hanya harus diberi makan hidangan eksotis yang sangat mahal, tetapi mereka juga perlu dihibur oleh penyanyi, akrobat, dan penari—terkadang bahkan pertarungan gladiator dan hewan terlatih.

Acara eksklusif tersebut dirancang untuk menampilkan kekayaan, status, dan kehebatan tuan rumah sehingga makanan mewah, kuda-kuda, dan sesekali singa peliharaan jelas tidak cukup.

Perjamuan adalah pertunjukan yang diperhitungkan yang dirancang untuk mengesankan para tamu, dan peralatan makan yang mewah diperlukan. Mangkuk perak timbul dan peralatan makan berlapis emas diberikan, tetapi untuk menjamu tamu penting, tuan rumah harus mengambil langkah ekstra untuk menonjol.

Hadirlah vasa diatreta, atau cangkir sangkar.

Cangkir sangkar adalah sejenis piala kaca Romawi yang mewah, diproduksi sekitar abad ke-4 M: sekitar lima puluh di antaranya bertahan hingga hari ini. Keunikan mereka adalah hiasan luar seperti sangkar. Hiasan itu biasanya terbuat dari jaring lingkaran kaca yang halus, yang berdiri sepenuhnya bebas dari badan gelas, hanya dihubungkan dengan batang kaca yang rapuh. Teknik yang digunakan untuk memproduksi cangkir tersebut masih belum jelas sampai sekarang.

Tepi cangkir biasanya dikelilingi oleh tulisan harapan: satu diatretum yang ditemukan di Milan bertuliskan BIBE VIVAS MVLTIS ANNIS — “Minumlah, dan semoga Anda hidup selama bertahun-tahun!”

Yang lain menyandang kata FAVENTIBVS— “Dengan angin yang baik”, ungkapan umum dari keberuntungan.

Gelas kaca tersebut mewakili beberapa contoh pengerjaan Romawi yang paling rumit, halus dan berkualitas tinggi, dan dianggap sebagai puncak pencapaian Romawi dalam pembuatan kaca. Mereka adalah karya seni yang sangat indah, sangat sulit untuk dibuat—dan, sangat mahal harganya.

Kaca Yang Bisa Berubah Warna

Salah satu contoh paling spektakuler diatreta yang pernah ditemukan adalah apa yang disebut Piala Lycurgus. Apa yang membuatnya menonjol adalah fakta bahwa itu terbuat dari kaca dichroic — yang mampu menunjukkan warna berbeda tergantung pada cahaya yang melewatinya. Di bawah pencahayaan normal, piala itu tampak hijau giok buram, tetapi berubah menjadi merah terang dan tembus pandang ketika sorot dengan cahaya dari belakang, seolah-olah ada api yang menyala di dalamnya.

Fenomena optik aneh ini membingungkan para ahli selama beberapa dekade dan, setidaknya pada awalnya, banyak yang yakin bahwa cangkir itu telah diukir dari semacam batu permata besar.

Pemilik cawan itu pasti sangat kaya karena benda unik itu, meski bukan batu permata, cawan itu diperoleh melalui proses yang sangat panjang dan rumit yang tidak mungkin murah.

Kemungkinan bahwa setidaknya tiga bengkel terpisah terlibat dalam produksi cangkir: gelas itu mungkin diproduksi dalam jumlah besar di Mesir dan dikirim ke wilayah Rhine di Jerman modern. Begitu ada partikel perak dan emas, yang digiling begitu halus sehingga hanya berdiameter sekitar 50 nanometer, ditambahkan untuk mencapai efek perubahan warna. Seorang ahli pembuat kaca menciptakan cangkir itu, kemudian pemotong spesialis mengukirnya: prosesnya mungkin memakan waktu beberapa bulan.

Setelah tahap pemotongan yang panjang, penampilan akhir yang halus dan mengkilap dicapai dengan proses berisiko yang disebut "pemolesan api". Itu sangat efektif tetapi juga cukup berbahaya, karena satu gerakan yang buruk dapat merusak objek yang tidak dapat diperbaiki. Bayangkan bekerja selama berbulan-bulan pada proyek yang sangat mahal mengetahui ada kemungkinan besar langkah terakhir akan menghancurkannya.

Cangkir Lycurgus lebih besar dari gelas lain, dan tidak memiliki tulisan harapan yang biasa, jadi mungkin telah digunakan sebagai lampu minyak gantung (bukan cangkir minum) di mana efek dichroic dari cangkir ini akan terlihat dengan segala kemegahannya.emuan Terbaru

Pada  2020, gelas setinggi lima inci, dihiasi dengan kata-kata VIVAS FELICITER — “Hiduplah dengan bahagia” — ditemukan di Prancis tengah. Ini adalah pertama kalinya sebuah kaca utuh ditemukan sejak tahun 1975, dan para arkeolog sangat senang: kaca itu hanya setebal 2 milimeter, membuat potongan berusia 1.700 tahun itu sangat halus. Fakta bahwa itu bertahan sampai hari ini bukanlah keajaiban.

Itu tidak bertahan tanpa cedera. Ketika ditemukan, itu hancur berkeping-keping. Butuh berbulan-bulan kerja teliti untuk menyatukan semuanya kembali, dan hasil akhirnya menakjubkan. Selain huruf-huruf besar yang diukir itu dihiasi dengan motif berbentuk telur di sekitar tepinya, dan alasnya terbuat dari oval yang terjalin membentuk kerawang.

Analisis mengungkapkan cangkir itu berisi semacam parfum: campuran minyak dan bunga, serta ambergris, atau amber abu-abu. Ini adalah bukti paling awal dari penggunaan bahan yang sangat langka dan berharga ini, membuat cangkir ini semakin unik.







Monday, May 30, 2022

Asteroid di Dekat Bumi Mungkinkah Pecahan Bulan yang Hilang?


Belum lama ini, sebuah asteroid telah ditemukan oleh para peneliti dari University of Arizona dengan menggunakan Large Binocular Telescope (LBT) dan Lowell Discovery Telescope (LDT). Asteroid dekat Bumi tersebut diberi nama Kamo`oalewa.

Menurut para ilmuwan, asteroid Kamo`oalewa bisa jadi adalah pecahan dari bulan kita. Gagasan ini mereka terbitkan dalam sebuah makalah baru di Nature Communications Earth and Environment pada 11 November 2021 yang diberi judul Lunar-like silicate material forms the Earth quasi-satellite (469219) 2016 HO3 Kamoʻoalewa.

Kamo`oalewa merupakan kuasi-satelit, yaitu subkategori asteroid dekat Bumi yang mengorbit matahari tetapi tetap relatif dekat dengan Bumi. Sedikit yang diketahui tentang benda-benda ini karena mereka samar dan sulit untuk diamati. Kamo`oalewa ditemukan oleh teleskop PanSTARRS di Hawaii pada tahun 2016, dan namanya - ditemukan dalam nyanyian ciptaan Hawaii – yang memiliki arti keturunan yang berjalan sendiri. Asteroid tersebut kira-kira seukuran kincir ria dengan diameter antara 45 dan 57 meter, ia berada sedekat sekitar 9 juta mil dari Bumi.


Karena orbitnya, ia hanya dapat diamati dari Bumi selama beberapa minggu saja setiap bulan April. Ukurannya yang relatif kecil berarti hanya dapat dilihat dengan salah satu teleskop terbesar di Bumi. Menggunakan Teleskop Binokular Besar yang dikelola UArizona di Gunung Graham di Arizona selatan, tim astronom yang dipimpin oleh mahasiswa pascasarjana ilmu planet Ben Sharkey menemukan bahwa pola cahaya pantul Kamo`oalewa, yang disebut spektrum, cocok dengan batuan bulan dari misi Apollo NASA, sehingga menyimpulkan bahwa itu berasal dari bulan.

Meskipun begitu, tim belum bisa memastikan bagaimana itu bisa lepas. Alasannya, sebagian, karena tidak ada asteroid lain yang diketahui berasal dari bulan. "Saya melihat melalui setiap spektrum asteroid dekat Bumi yang kami akses, dan tidak ada yang cocok," kata Sharkey, penulis utama makalah tersebut, seperti yang dilaporkan Tech Explorist.

Perdebatan tentang asal usul Kamo`oalewa antara Sharkey dan penasihatnya, profesor UArizona, Wisnu Reddy, menyebabkan tiga tahun lagi mencari penjelasan yang masuk akal.



"Kami meragukan diri kami sendiri," kata Reddy, rekan penulis yang memulai proyek pada 2016. Setelah kehilangan kesempatan untuk mengamatinya pada April 2020 karena penutupan teleskop COVID-19, tim menemukan potongan terakhir dari teka-teki ini pada tahun 2021.

"Musim semi ini, kami mendapat pengamatan lanjutan yang sangat dibutuhkan dan berkata, 'Wow itu nyata. Lebih mudah untuk menjelaskan dengan bulan daripada ide-ide lain.” ujar Sharkey.

Orbit Kamo`oalewa adalah petunjuk lain tentang asal usul bulan. Orbitnya mirip dengan Bumi, tetapi dengan sedikit kemiringan. Orbitnya juga tidak khas asteroid dekat Bumi, menurut rekan penulis studi Renu Malhotra, seorang profesor ilmu planet UArizona yang memimpin bagian analisis orbit penelitian.

"Sangat tidak mungkin asteroid dekat Bumi dengan varietas taman akan secara spontan bergerak ke orbit kuasi-satelit seperti milik Kamo`oalewa. Ia tidak akan tinggal di orbit khusus ini untuk waktu yang lama, hanya sekitar 300 tahun di masa depan, dan kami memperkirakan ia tiba di orbit ini sekitar 500 tahun yang lalu," kata Malhotra. Laboratoriumnya saat ini sedang mengerjakan makalah untuk menyelidiki lebih lanjut asal-usul asteroid ini.



Kamo`oalewa sekitar 4 juta kali lebih redup daripada bintang paling redup yang bisa dilihat mata manusia di langit yang gelap.

“Pengamatan yang menantang ini dimungkinkan oleh kekuatan pengumpulan cahaya yang sangat besar, berkat teleskop kembar 8,4 meter dari Teleskop Binokular Besar,” kata rekan penulis studi Al Conrad, seorang ilmuwan staf untuk teleskop.

Studi ini juga memasukkan data dari Lowell Discovery Telescope di Flagstaff, Arizona. Rekan penulis lain di atas kertas termasuk di antaranya Olga Kuhn, Christian Veillet, Barry Rothberg dan David Thompson dari Large Binocular Telescope; Audrey Thirouin dari Observatorium Lowell dan Juan Sanchez dari Planetary Science Institute di Tucson. Penelitian ini didanai oleh Program Observasi Objek Dekat Bumi NASA.

Sunday, May 29, 2022

Warna Merah di Topeng Emas dari Peru Mengandung Darah Manusia

Para arkeolog menemukan topeng emas dari penggalian makam seorang pria elit di Peru tahun 1990-an. Pria ini diketahui meninggal dunia 1.000 tahun lalu dalam usia antara 40–50 tahun. Penemuan ini semakin menarik, karena berdasarkan analisis terbaru ditemukan adanya jejak darah manusia pada cat warna merah topeng emas tersebut.

Dilansir dari Daily Mail, tim peneliti yang dipimpin oleh Izumi Shimada, pendiri Sicán Archaeological Project, meninjau kembali topeng dari pemakaman kuno. Para ahli kemudian menemukan peptide unik yang cocok dengan darah manusia dan protein telur burung.

“Adanya darah manusia akan mendukung gagasan sebelumnya bahwa cat cinnabar merah dapat mewakili ‘kekuatan kehidupan’ yang dimaksudkan untuk mendukung ‘kelahiran kembali’” jelas tim peneliti dilansir dari Daily Mail.

Topeng tersebut terbuat dari emas, ditemukan pada pria yang kerangkanya juga dicat merah dalam posisi duduk di dalam makam. Di dekatnya ada kerangka dua wanita muda, satu dalam posisi melahirkan sementara yang lainnya seperti bidan. Ada pula dua kerangka anak-anak sedang berjongkok yang ditempatkan di tingkat lebih tinggi.

Penelitian ini telah dipublikasikan di Journal of Proteome Research dengan judul Human Blood and Bird Egg Proteins Identified in Red Paint Covering a 1000-Year-Old Gold Mask from Peru pada 28 September 2021. Izumi Shimada dan rekan-rekannya menganalisis sampel kecil cat merah dari topeng dengan harapan dapat menentukan pengikat organik.

Para ahli menggunakan spektroskopi, sebuah studi tentang interaksi antara materi dan radiasi elektromagnetik. Tim menemukan enam protein dari darah manusia dalam cat merah, termasuk albumin serum dan immunoglobulin G (sejenis antibodi serum manusia).

Ditemukan pula protein lain seperti ovalbumin yang berasal dari putih telur. Karena proteinnya sangat terdegradasi, para peneliti tidak dapat mengidentifikasi spesies telur burung apakah yang digunakan untuk membuat cat. Namun, kemungkinan besar telur yang digunakan berasal dari itik serati (Muscovy duck).

Dalam jurnal disebutkan pigmen anorganik cat telah diidentifikasi lebih dari 30 tahun lalu sebagai cinnabar, mineral merkuri sulfida berwarna merah hingga cokelat-merah. Para peneliti menuliskan karena sampel cat merah berasal dari topeng emas Sicán pertama yang digali secara ilmiah, hasil dari penelitian ini adalah metode untuk autentikasi topeng sejenis yang sekarang berada di museum dan koleksi pribadi.

Mengenal lebih dekat budaya Sicán, Phys melaporkan Sicán adalah budaya terkemuka yang ada dari abad ke-9 hingga ke-14 di sepanjang pantai utara Peru modern. Selama periode Sicán tengah, sekitar 900–1.100 M, ahli metalurgi memproduksi sederetan benda emas yang memesona, banyak di antaranya dikubur dalam makam kaum elit.

Melansir Ancient Origins asal usul orang Sicán tidak diketahui secara pasti. Beberapa meyakini mereka merupakan keturunan dari budaya Moche. Menurut legenda, pendiri peradaban Sicán adalah seorang pria bernama Naymlap.

Dia diduga datang dari wilayah selatan dengan armada perahu balsa, rombongan pendekar dan patung perempuan dari batu warna hijau. Berbagai lembah di wilayah itu ditaklukkan, Naymlap mulai membangun kuil dan istana di dekat laut di Lembah Lambayeque.

Layaknya peradaban lain, diferensiasi sosial dan hierarki juga ditemui dalam masyarakat Sicán. Pembagian ini tercermin dalam praktik penguburan yang tidak hanya memasukkan barang-barang tetapi kadang-kadang ada pengorbanan. Sebagian besar bukti arkeologi untuk praktik penguburan peradaban ini berasal dari periode Sicán tengah.

Diamati pada masa-masa ini rakyat jelata ditemukan telah terkubur di lubang-lubang bawah lantai yang sederhana dan dangkal, di tempat-tempat produksi perumahan atau kerajinan.

Temuan Kerangka Pria Berwarna Merah di Kota Kuno Herculaneum, Italia


Kota kuno Herculaneum, Italia merupakan salah satu wilayah yang terkena dampak letusan Gunung Vesuvius pada tahun 79. Tempat ini diketahui memiliki jumlah penduduk sekitar 4.000–5.000 jiwa.

Reruntuhan dari Herculaneum dan kota kuno lain yang luluh lantak akibat bencana ini seperti Pompeii dan Torre Annunziata masuk dalam situs Warisan Dunia UNESCO. Penggalian di situs – situs ini juga terus dilakukan.

Kabar terbaru dari kota kuno Herculaneum, para arkeolog menemukan kerangka manusia yang digambarkan oleh menteri kebudayaan Italia sebagai penemuan yang sensasional. Dilansir dari The Guardian, kerangka manusia ini milik seorang pria yang diyakini berusia antara 40 dan 45 tahun.

Dia tewas hanya beberapa langkah dari laut ketika mencoba melarikan diri dari letusan Gunung Vesuvius. Kantor berita Italia, Ansa melaporkan kerangka pria ini ditemukan di pantai kota kuno dengan kepala menghadap ke arah laut dan dikelilingi oleh kayu berkarbonisasi termasuk balok atap yang mungkin telah menghancurkan tengkoraknya.

“Saat itu jam 1 pagi ketika gelombang piroklastik yang dihasilkan oleh gunung berapi mencapai kota untuk pertama kalinya dengan suhu 300–400 derajat [Celcius], atau bahkan menurut beberapa penelitian 500–700 derajat [Celcius],” ujar Francesco Sirano, direktur taman arkeologi Herculaneum kepada Ansa.

“Awan putih panas yang melaju cepat menuju laut dengan kecepatan 100 kilometer per jam, sangat padat sehingga tidak ada oksigen di dalamnya,” lanjut Francesco Sirano.

Tulang belulang dari pria tersebut berwarna merah cerah, menurut Sirano itu adalah jejak yang ditinggalkan oleh darah korban. Melansir The Times of Israel, Sirano menyebutkan beberapa kemungkinan terkait pria ini.

“Dia (pria ini) bisa saja merupakan tim penyelamat,” duga Sirano.

Ketika Gunung Vesuvius meletus, armada angkatan laut yang dipimpin oleh komandan Romawi kuno, Pliny the Elder datang untuk menyelamatkan. Meski dia meninggal di pantai, diyakini bahwa awaknya berhasil mengevakuasi ratusan orang yang selamat. Kemungkinan lainnya, kerangka pria yang ditemukan merupakan salah satu orang yang mencoba naik ke salah satu sekoci. Hanya saja, dia tidak beruntung.


Kepala taman arkeologi ini juga menambahkan bahwa para arkeolog menemukan jejak kain halus dan benda logam. Temuan tersebut kemungkinan sisa–sisa dari barang–barang pribadi yang dibawa, seperti tas, peralatan kerja, bahkan senjata atau koin.

Dalam beberapa dekade terakhir telah ditemukan sisa - sisa manusia di Herculaneum. Penemuan terbaru ini dapat diselidiki dengan teknik yang lebih modern.

“Kini, kami memiliki kemungkinan untuk lebih mengerti,” ujar Francesco Sirano.

Dario Franceshini, menteri kebudayaan Italia mengungkapkan penemuan sensasional ini adalah berita yang bagus. “Pertama–tama karena penemuan ini bertepatan dengan dimulainya kembali di tempat ini, setelah hampir 30 tahun dari penggalian ilmiah yang dilakukan oleh staf teknis kementrian,” jelasnya.

Herculaneum diketahui terkubur sekitar 15 meter oleh abu vulkanik akibat letusan Gunung Vesuvius. Kota kuno ini sendiri memiliki ukuran lebih kecil dari Pompeii. Meski begitu, Herculaneum adalah kota yang lebih kaya akan arsitektur yang indah. Pada laman UNESCO disebutkan bahwa ada beberapa bangunan umum yang mengesankan dan terperlihara dengan baik di sana. Termasuk palaestra luas yang diakses melalui gerbang monumental, dua set pemandian umum hingga teater.

Melansir Britannica, penggalian di kota kuno ini sudah dimulai pada abad ke-18, ketika semua ingatan tentang keberadaan Herculaneum hilang selama berabad–abad. Satu–satunya laporan yang tersedia mengenai kota kuno ini diturunkan melalui penulis zaman kuno. Tanpa adanya informasi apapun tentang lokasi tepat dari kota kuno tersebut.

Saturday, May 28, 2022

Misteri Tengkorak dengan Tempurung Memanjang di Hal Saflieni Hyopeum


Hal Saflieni Hyopeum merupakan permakaman bawah tanah yang ditemukan pada 1902. Bertempat di sebuah bukit menghadap ke bagian terdalam Grand Harbour of Valetta, Kota Paola, Malta.

Dilansir dari laman UNESCO, tempat ini merupakan monument prasejarah yang unik. Sebuah kuburan bawah tanah yang awalnya berisi sisa–sisa dari sekitar 7.000 individu. Permakaman ini digunakan di setiap fase prasejarah Malta atau mulai dari sekitar 4.000 SM sampai 2.500 SM

Dari penggalian di tempat ini didapatkan banyak hal, misalnya artefak berupa bejana tembikar yang didekorasi dengan desain rumit, kancing cangkang, manik-manik dari batu dan tanah liat. Ditemukan pula jimat dan batu kecil yang diukir membentuk hewan diduga dipakai sebagai liontin.

Tulang belulang manusia yang ditemukan di tempat ini menunjukkan bahwa ritual penguburan memiliki lebih dari satu tahap. Menariknya, dilansir dari Archaeology World, kumpulan tengkorak dari tempat ini menunjukkan kelaian dan atau patologi yang aneh. Sebagai contoh, terkadang tidak ada garis rajut tengkorak, bukti pengeboran dan pembengkakan di bagian belakang kepala diduga bekas trauma yang pulih.

Adapun yang paling aneh adalah tengkorak yang memanjang tanpa adanya medial fossa, sambungan yang membentang di sepanjang bagian atas tengkorak. Alasan dari kelainan ini diselimuti misteri.

Tengkorak dipajang di Museum Nasional Arkeologi hingga tahun 1985. Pihak otoritas yang bertanggung jawab atas warisan prasejarah Malta, Heritage Malta, memindahkannya dari pandangan publik sekitar 30 tahun yang lalu. Sejak saat itu, tengkorak ini hanya bisa dilihat oleh peneliti dengan izin khusus.


Pihak otoritas juga membantah beberapa teori yang beredar terkait dengan ‘pendeta ular’ atau ‘tengkorak alien’. Sikap ini terbilang wajar dilakukan mengingat selain bukti tengkorak yang cukup aneh, selebihnya hanyalah spekulasi.

Dr Anton Mifsud dan rekannya, Dr Charles Savona Ventura menjadi yang pertama untuk menyelidiki tengkorak. Mereka bersaksi tentang keberadaan dan kelaian yang ditemukan. Sedangkan Vittorio Di Cesare dan Adriano Forgione dari majalah HERA, Italia adalah satu-satunya non-pejabat yang mendapat izin untuk menyelidiki tengkorak. Mereka menerbitkan artikel yang sangat detail mengenai temuan dan tampaknya mereka sangat terkesan.

Skullcap yang memanjang merupakan bagian yang paling menarik. Penelitian mereka menegaskan bahwa tempurung kepala panjang secara alami dan bukan karena perban ataupun papan, seperti kebiasaan di peradaban kuno Amerika Selatan.

Para ahli ini juga tidak dapat menemukan rajutan median atau sagital, yang dianggap ‘mustahil’ oleh para ahli medis dan ahli anatomi. Dalam artikelnya, mereka juga menarik kesimpulan yang berkaitan dengan budaya Mesir dan apa yang disebut ‘pendeta ular’.

Di sisi lain, sosok Rodriguez Aguilera yang pernah mengaku diculik oleh alien saat masih anak-anak, pernah mengklaim bahwa makhluk ekstraterestrial ini mengatakan padanya, “ada 30.000 tengkorak yang berbeda dari manusia di sebuah gua, di pulau di Laut Mediterania, Malta.”


Tengkorak ini berasal dari 3.000–2.500 SM. Majalah National Geographic terbitan edisi Januari – Juni 1920, Volume XXXVII melaporkan bahwa penduduk pertama Malta adalah ras dengan tengkorak memanjang.

“Dari pemeriksaan kerangka (dari) Zaman Batu yang dipoles, tampak bahwa penduduk awal Malta adalah ras orang-orang bertengkorak panjang dengan tinggi sedang, mirip dengan orang-orang awal Mesir yang menyebar ke barat di sepanjang pantai utara Afrika. Beberapa pergi ke Malta dan Sisilia yang lainnya ke Sardinia dan Spanyol,” begitu National Geographic melaporkan.

Panas Matahari Mungkin Penyebab Badai Debu Besar-besaran di Mars

Ketidakseimbangan musiman dalam jumlah energi matahari yang diserap dan dilepaskan oleh planet Mars kemungkinan menjadi penyebab terjadinya badai debu yang telah lama menggelitik para pengamat, lapor tim peneliti.

Ketidakseimbangan ekstrim Mars dalam anggaran energi (istilah yang mengacu pada pengukuran energi matahari yang diambil planet dari matahari kemudian dilepaskan sebagai panas) didokumentasikan oleh peneliti dari University of Houston Liming Li, profesor fisika; Xun Jiang, profesor ilmu atmosfer; dan Ellen Creecy, mahasiswa doktoral dan penulis utama artikel yang terbit di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) pada 16 Mei 2022 berjudul Mars’ emitted energy and seasonal energy imbalance.

“Salah satu temuan kami yang paling menarik adalah bahwa kelebihan energi—lebih banyak energi yang diserap daripada yang dipancarkan—bisa menjadi salah satu mekanisme pembangkit badai debu Mars. Memahami bagaimana ini bekerja di Mars mungkin memberikan petunjuk tentang peran anggaran energi Bumi. Planet ini menerima perkembangan badai yang parah, termasuk angin topan, seperti di planet kita sendiri," kata Creecy, seperti yang dilaporkan Tech Explorist.

Atmosfer yang tipis dan orbit yang sangat elips membuat Mars sangat rentan terhadap perbedaan suhu yang lebar. Planet ini menyerap panas matahari dalam jumlah ekstrem ketika orbitnya mendekati matahari di musim perihelion (musim semi dan musim panas untuk belahan bumi selatan Mars). Pada musim yang menjadi bagian ekstrem dari orbitnya ini muncullah badai debu Mars.

Karena orbitnya membawa Mars lebih jauh dari matahari, maka lebih sedikit energi matahari yang diserap oleh planet ini. Fenomena yang sama juga terjadi di Bumi, tetapi para peneliti menemukan hal itu sangat ekstrem di Mars.

Sementara itu di Bumi, ketidakseimbangan energi dapat diukur menurut musim dan tahun, dan mereka memainkan peran penting dalam pemanasan global juga perubahan iklim kita.


Dalam proyek terpisah, Creecy dan rekan-rekannya memeriksa apakah ketidakseimbangan energi di Mars juga ada dalam skala waktu yang lebih lama, dan jika hal itu terjadi, apa implikasinya terhadap perubahan iklim di planet ini. "Mars bukanlah planet yang memiliki mekanisme penyimpanan energi nyata apa pun, seperti yang kita miliki di Bumi. Lautan kita yang luas, misalnya, membantu menyeimbangkan sistem iklim," tutur Creecy.

Namun, Mars memiliki tanda-tanda bahwa lautan, danau, dan sungai pernah berlimpah. Jadi apa yang terjadi? Fakta-faktanya tidak jelas, mengapa atau kapan planet ini mengering menjadi bola panas dan berdebu dengan banyak oksida besi—karat. Sampai-sampai berwarna kecokelatan yang mengilhami pengamat dari berabad-abad lalu untuk menyebutnya sebagai Planet Merah.

"Mars memiliki lautan dan danau di masa lalu, tetapi kemudian mengalami pemanasan global dan perubahan iklim. Entah bagaimana, Mars kehilangan lautan dan danaunya. Kita tahu bahwa perubahan iklim sedang terjadi di Bumi saat ini. Jadi, pelajaran apa yang bisa diperoleh dari pengalaman Mars? untuk masa depan Bumi?," tanya Li.

Creecy dan rekan-rekannya mencapai kesimpulan mereka dengan membandingkan data empat tahun (itu adalah tahun Mars, kira-kira setara dengan delapan tahun Bumi) dari orbit dan suhu Mars dengan kondisi seperti yang didokumentasikan oleh misi NASA.

“Jika kita membuka mata kita ke bidang yang luas, Bumi hanyalah satu planet. Dengan hanya satu titik, kita tidak akan pernah bisa melihat gambaran yang lengkap. Kita harus melihat semua titik, semua planet, untuk mendapatkan gambaran lengkap tentang evolusi planet. Bumi kita sendiri. Ada banyak hal yang bisa kita pelajari dari planet lain," ujar Li. "Dengan mempelajari sejarah Mars, kita mendapatkan banyak hal. Apa itu perubahan iklim? Apa fase masa depan planet kita? Bagaimana evolusi Bumi? Banyak hal yang bisa kita pelajari dari planet lain." pungkasnya.

Hasil penelitian ini berpotensi meningkatkan pemahaman saat ini tentang iklim Mars dan sirkulasi atmosfer.

Wednesday, May 25, 2022

Kodeks Aztek Berusia 500 Tahun Jadi Catatan Pertama Gempa di Amerika


Terdapat beberapa budaya maju di wilayah Mesoamerika, salah satunya yang populer adalah Aztek. Orang-orang Aztek yang mendiami wilayah Meksiko bagian tengah dikenal akan pengetahuan dan keterampilannya dalam bidang teknik, sistem angka, kalender, medis dan lain-lain. Bahkan, para ilmuan telah menemukan kodeks Aztek berusia 500 tahun yang menggambarkan bukti ‘tertulis’ pertama terjadinya gempa bumi di Amerika.

Kodeks merupakan naskah kuno berupa tulisan tangan. Dilansir dari Ancient Origins, menurut jurnal yang dipublikasikan di Seismological Research Letter, manuskrip dari abad ke-16 itu berjudul Kodeks Telleriano Remensis, menggambarkan terjadinya gempa bumi dalam piktogram.

Gerardo Suárez dari Universidad Nacional Autónoma de México bersama Virginia García-Acosta dari Centro de Investigaciones y Estudios Superiores en Antropología Social, mempelajari piktogram dan melaporkan terjadinya 12 kali gempa bumi antara tahun 1460 dan 1542 di Telleriano-Remensis.

“Kami baru-baru ini memulai studi lebih rinci tentang representasi piktografik dan teks-teks lain yang ditulis setelah penaklukkan Spanyol,” kata mereka seperti yang dilaporkan Seismological Society of America.

Simbol pada piktogram ini membantu memahami referensi khusus misalnya tentang gerhana matahari. Terjemahan literal kodeks Telleriano Remensis adalah ‘mereka yang menulis lukisan’ dan dibuat oleh spesialis terlatih yang disebut tlacuilos. Sayangnya,banyak kodeks hilang saat masa imperialism Spanyol. Kodeks diduga berasal dari pagan, kemudian dibakar dan hilang, tanpa dapat diperbaiki lagi.

“Konsesusnya bahwa beragam representasi mungkin memiliki arti. Menggambar kodeks itu ketat dan tidak terbuka untuk keinginan artistik dari orang-orang yang terlatih untuk melakukannya (tlacuilos). Kami berharap di masa depan, kodeks atau dokumen yang tidak diketahui muungkin muncul dan dapat memberi wawasan pada kami dalam hal ini,” tutur Gerardo Suárez.

Meski begitu, piktogram ini memiliki keterbatasan. Hanya sedikit informasi yang dicantumkan dalam hal ukuran, lokasi dan kerusakan yang disebabkan oleh setiap gempa. Meski begitu, masih ada kemungkinan untuk menentukan tanggal setiap gempa, melalui cara menyandingannya dengan peristiwa lain, misalnya ada gerhana matahari pada tahun 1507 dan terjadi gempa dashyat di tahun yang sama.

Penelitian ini telah dipublikasikan di Seismological Research Letters dengan judul The First Written Accounts of Pre-Hispanic Earthquakes in The Americas pada 25 Agustus 2021. Menariknya, kodeks ini tidak hanya mencatat tentang peristiwa gempa bumi saja, ada catatan lain yang ditulis setelah penaklukan oleh Spanyol di tahun 1521. Melaporkan peristiwa sosial dan politik yang terjadi sebelum kejatuhan kekaisaran Aztek.

Nah, dalam beberapa catatan sejarah tersebut tercantum informasi mengenai lokasi mana saja yang terkena dampak dari gempa bumi dan kerusakan yang ditimbulkan. Salah satunya mengungkapkan kerusakan dan efeknya pada tanah akibat gempa bumi di dekat Mexico City.


Gempa bumi kedua terjadi di tahun 1507, catatan menunjukkan kerusakan dan tanah longsor di dekat seismic gap Guerrero, wilayah yang ditempati oleh orang-orang Yope. Gempa di daerah itu tampaknya gempa besar di bagian zona subduksi, di mana tidak ada bencana serupa yang terjadi setidaknya dalam kurun waktu 120 tahun terakhir.

Sementara itu, dikutip dari Seismological Society of America, kodeks Telleriano Remensis ditulis di atas kertas Eropa dengan penjelasan dalam bahasa Latin, Spanyol dan terkadang Italia beserta simbol-simbolnya. Gerardo Suárez menungkapkan kalau bukti sejarah ini tidak mengubah pandangannya tentang potensi seismik di wilayah selatan Meksiko.

“Ini hanya menambah bukti bahwa gempa bumi besar telah terjadi di segmen zona subduksi ini sebelumnya. Tidak adanya gempa bumi besar selama beberapa tahun di wilayah ini tidak serta merta membuatnya aseismik,” pungkas Gerardo Suárez.

Seorang Guru Sejarah Menemukan Tempat Penyimpanan Rahasia Artefak Nazi

Seorang guru sejarah menemukan tempat penyimpanan rahasia barang-barang Nazi di Jerman. Artefak-artefak Nazi yang ia temukan antara lain adalah pistol atau revolver, lencana yang dihiasi dengan gambar elang dan swastika, serta potret Adolf Hitler. Barang-barang ini telah disimpan di balik tembok sebuah bangunan di kota Hagen di Jerman selama lebih dari 75 tahun.

Barang-barang ini tampaknya telah disembunyikan pada hari-hari terakhir periode Reich Ketiga, ketika pasukan Sekutu mulai masuk melalui wilayah Ruhr di sekitar Jerman barat. Masa ini adalah beberapa minggu sebelum runtuhnya pemerintahan Nazi di Berlin.

"Benda-benda itu terletak di lubang sempit di antara dua rumah," ujar Andreas Korthals, seorang arsiparis di Stadtarchiv Hagen, sebuah badan pengarsipan pemerintah negara bagian North Rhine-Westphalia.

"Barang-barang itu mungkin dibuang di celah ini pada April 1945, ketika pasukan Amerika berbaris masuk," tuturnya kepada Live Science.

Siapa pun yang menyembunyikan benda-benda itu mungkin melakukannya dengan tergesa-gesa agar mereka tidak akan ditangkap karena menjadi bagian dari Nazi, kata Korthals.

Guru sejarah bernama Sebastian Yurtseven menemukan artefak-artefak itu akhir bulan lalu saat dia sedang membersihkan rumah bibinya di Hagen setelah hujan lebat dan banjir melanda wilayah tersebut. Yurtseven mengatakan kepada media berita Jerman bernama Westfalenpost bahwa dia melepaskan sepotong eternit dari dinding yang terlepas karena hujan dan menemukan lubang di dinding di belakangnya.

Di dalam lubang itu, ia melihat sebuah koran dari tahun 1945. Kemudian, ia menemukan beberapa benda lain, termasuk medali Partai Nazi yang dihiasi swastika, potret Hitler, sebuah revolver, keling kuningan, masker gas, dan beberapa kotak berisi sejumlah dokumen.

"Saya merinding," ucap Yurtseven kepada Westfalenpost. "Saya tidak berpikir itu akan berubah menjadi penemuan besar seperti itu."

Para ahli dari Stadtarchiv Hagen telah mengambil barang-barang sebanyak 12 boks dari situs tersebut. Mereka akan memeriksa artefak-artefak era Nazi tersebut.

Penelitian telah menemukan bahwa rumah itu pernah berfungsi sebagai kantor lokal Nationalsozialistische Volkswohlfahrt, atau NSV, kata Korthals. Ini adalah organisasi kesejahteraan nasional yang dijalankan oleh Nazi, yang nama resminya adalah Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei atau NSDAP. Jika diterjemahkan, Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei berarti Partai Buruh Sosialis Nasional Jerman.

"Temuan ini signifikan secara historis dan ilmiah," kata Korthals.
Korthals menjelaskan beberapa hal yang ia ketahui tentang NSV dan senjata yang ditemukan di bekas kantor lokal organisasi tersebut. Ia menyebut NSV memainkan peran penting dalam pekerjaan dukungan "komunitas nasional" NSDAP selama tahun 1930-an dan Perang Dunia II.

Sementara itu terkait senjata yang ditemukan, menurut Korthals, pasukan organisasi paramiliter Nazi, yakni Sturmabteilung atau SA, kemungkinan menggunakan revolver dan keling kuningan itu dalam pertempuran jalanan melawan komunis. Kedua senjata itu mungkin menjadi bagian dari "sudut memori" di kantor NSV lokal tersebut yang juga menyertakan lencana Partai Nazi, kata Korthals. Adapun potret Hitler yang merupakan hasil lukisan itu dulunya mungkin dipajang di dinding kantor tersebut.

"Temuan semacam ini sangat langka dan sekarang menawarkan kesempatan pada Stadtarchiv Hagen untuk mengetahui lebih lanjut tentang fungsi agen NSV," kata Korthals.


Semua benda dan material tertulis itu akan diindeks dalam arsip dan kemudian tersedia untuk penelitian; beberapa akan dipajang di museum kota tersebut, katanya.

Yurtseven mengatakan keluarganya membeli rumah itu pada 1960-an. Mereka sama sekakli tidak tahu bahwa rumah itu pernah menjadi kantor NSV lokal.

"Ini adalah penemuan yang luar biasa," ujar Ralf Blank, kepala Stadtarchiv Hagen, kepada Westfalenpost. "Ini menyoroti tindakan dan aktivitas badan-badan Nazi di tingkat lokal."









NSV adalah agen Partai Nazi yang sangat kuat di Jerman dan memiliki sekitar 17 juta anggota pada tahun 1943, kata Blank. Meskipun Nazi pada awalnya tidak memasukkan kesejahteraan dalam program politik mereka, NSV kemudian sengaja dibentuk dan jadi populer di tengah masyarakat.

Menurut European Holocaust Research Infrastructure (EHRI) tujuan dibentuknya NSV adalah untuk menggantikan sejumlah organisasi sosial seperti Palang Merah dan badan amal gereja dan untuk menyebarkan ideologi Nazi melalui kegiatan-kegiatan kesejahteraan. Kegiatannya antara lain menyediakan makanan dan masker gas, perawatan medis bagi para korban serangan bom, dan evakuasi anak-anak ke daerah pedesaan.

Dokumen-dokumen dari lubang tersebut menunjukkan bahwa gendung kantor NSV lokal itu dulunya dibagi menjadi delapan sel, kata Blank kepada Westfalenpost. Blank juga mengungkapkan bahwa kepala NSV lokal yang menandatangani beberapa dokumen yang ditemukan itu, diduga pernah bekerja di agen federal Jerman setelah perang, tapi kini sudah meninggal.

Tuesday, May 24, 2022

Misteri Tangan Hercules: Di Mana Bagian Lain dari Patung Raksasa Itu?


Tangan Hercules atau yang kerap dijuluki para pelancong sebagai The Hand of Hercules adalah nama yang diberikan untuk sebuah fragmen besar dari sebuah patung kuno yang ditemukan oleh para arkeolog di Amman, Ibu Kota Yordania. Fragmen ini diyakini pernah menjadi bagian dari patung marmer raksasa setengah Dewa Hercules, seperti yang ditemukan di situs Kuil Romawi Hercules.

Selain tangan ini—atau lebih tepatnya tiga jari tangannya—satu-satunya bagian lain dari patung yang tersisa adalah bagian sikunya. Tangan dan siku patung itu dapat dilihat oleh mereka yang mengunjungi sisa-sisa Kuil Hercules Amman hari ini.

Selama abad ke-1 Sebelum Masehi, wilayah Yordania modern berada di bawah kekuasaan Romawi. Saat itu, Amman adalah salah satu dari Sepuluh Kota Dekapolis, dan dikenal dengan nama Yunaninya sebagai Philadelphia.

Selama periode pemerintahan Romawi, yang berlangsung selama sekitar empat abad, banyak monumen publik dibangun di Amman. Beberapa di antaranya, seperti Teater Romawi dan Odeon Romawi, masih dapat dilihat di kota itu hingga saat ini.

Bangunan lainnya, yakni Kuil Hercules, juga dibangun selama waktu ini, meskipun belum terpelihara dengan baik seperti dua bangunan lain yang disebutkan di atas. Seperti Teater Romawi dan Odeon Romawi, Kuil Hercules dibangun pada masa pemerintahan Marcus Aurelius.

Ada anggapan bahwa kuil itu tidak pernah selesai dibangun karena hanya sebagian dari strukturnya yang dihiasi dengan tiang-tiang, sementara sisanya dibiarkan kosong.

Meski begitu, bagian-bagian kuil yang bertahan selama berabad-abad itu telah memberikan beberapa informasi kepada para peneliti tentang monumen tersebut. Misalnya, bagian kuil yang tiang-tiangnya didirikan adalah bagian serambinya.


Tiang-tiang ini yang totalnya enam, awalnya akan berdiri pada ketinggian sekitar 10 meter. Tiang-tiang tersebut telah runtuh selama berabad-abad, dan didirikan kembali pada tahun 1993.

Selain itu, area yang diyakini merupakan bagiand dari kuil itu telah diukur. Dengan potongan-potongan informasi ini, sebuah model kuil telah dibuat, dan hari ini ditampilkan di American Center for Oriental Research (ACOR) di Amman.

Dikutip dari Ancient Origins, para peneliti berpendapat bahwa Kuil Hercules dibangun di situs kuil yang lebih tua yang didedikasikan untuk dewa asli. Di dalam area di mana bagian dalam kuil seharusnya berada, ada sepetak batu yang dibiarkan terbuka. Para arkeolog menduga bahwa ini mungkin adalah batu suci yang merupakan pusat dari Kuil Ammon dari Milcom yang berdiri pada abad ke-9 Sebelum Masehi.

Selain tangan dan siku patung itu, hanya sedikit artefak kuno lainnya yang ditemukan di lokasi tersebut, yakni hanya kepingan koin. Hal ini menimbulkan pertanyaan, di mana sisa bagian lainnya dari patung Hercules tersevyt? Dan dapatkah kita yakin bahwa itu adalah bagian dari patung utuh Hercules?

Para ahli sendiri sebenarnya tidak sepenuhnya yakin jika kuil di Amman itu memang didedikasikan untuk Hercules. Namun demikian, mengingat sejumlah besar koin bergambar Hercules telah ditemukan di kota tempat kuil itu berdiri, para peneliti berspekulasi bahwa kuil itu mungkin memang didedikasikan untuknya, dan tangan itu kemungkinan besar adalah bagian dari patung setengah dewa raksasa.


Berdasarkan tiga jari dan siku yang tersisa, diperkirakan bahwa patung Hercules yang lengkap akan berdiri setinggi 43 kaki atau 13 meter. Hal ini, jika benar, akan menjadikannya salah satu patung marmer terbesar yang pernah dipahat dalam sejarah.

Para peneliti memperkirakan bahwa patung Hercules telah runtuh akibat gempa bumi dahsyat yang melanda daerah itu dari waktu ke waktu. Patung itu mungkin telah terfragmentasi, dan potongan-potongannya telah digunakan kembali oleh penduduk setempat untuk tujuan lain. Jadi, yang tersisa sekarang dari patung kolosal ini adalah tiga jari dan satu sikunya.

Monday, May 16, 2022

Upaya Sains Merekayasa Genetik Ayam Supaya Kembali Berwujud Dinosaurus


Para peneliti biologi di Amerika Serikat pernah mengumumkan bahwa mereka telah memodifikasi paruh embrio ayamagar menyerupai moncong nenek moyang dinosaurusnya. Meskipun beberapa ahli memuji prestasi itu, paruh hanyalah salah satu dari banyak modifikasi yang diperlukan untuk mengembalikan seekor ayam untuk berwujud menjadi seperti dinosaurus lagi.

Dengan banyaknya tantangan yang ada, sudah seberapa dekat para ilmuwan untuk menciptakan seekor dino-ayam?

"Dari sudut pandang kuantitatif, kami sudah sampai 50 persen," kata Jack Horner, seorang profesor paleontologi di Montana State University dan kurator paleontologi di Museum of the Rockies.

Horner telah lama mendukung gagasan memodifikasi ayam agar terlihat seperti dinosaurus. Dia bahkan sebenarnya ingin memelihara ayam hidup.

Ada empat modifikasi besar yang diperlukan untuk membuat hewan yang disebut chickenosaurus, kata Horner. Untuk mengubah seekor ayam menjadi binatang seperti dinosaurus, para ilmuwan harus memberinya gigi dan ekor yang panjang, dan mengembalikan sayapnya menjadi lengan dan tangan.

Makhluk itu juga membutuhkan mulut yang dimodifikasi. Ini adalah suatu prestasi yang telah dicapai oleh para peneliti yang melakukan studi tersebut, katanya.

"Proyek dino-chicken ini—kita bisa menyamakannya dengan proyek bulan," kata Horner seperti dikutip dari Live Science. "Kami tahu kami bisa melakukannya; hanya saja ada ... beberapa rintangan besar."

Salah satu dari "rintangan besar" itu telah diselesaikan dalam studi yang pernah diterbitkan di jurnal Evolution pada 12 Mei 2015. Dalam studi itu para peneliti mengubah paruh ayammenjadi moncong dinosaurus.

Langkah yang tampaknya kecil itu membutuhkan tujuh tahun kerja. Pertama, para peneliti mempelajari perkembangan paruh pada embrio ayam dan emu, dan perkembangan moncong pada embrio penyu, buaya, dan kadal.


Kemungkinan jutaan tahun yang lalu, burung dan reptil memiliki jalur perkembangan serupa yang memberi mereka moncong. Namun seiring waktu, perubahan molekuler menyebabkan perkembangan paruh pada burung, kata para peneliti.

Sulit bagi para ilmuwan untuk membandingkan embrio hewan-hewan masa kini, seperti buaya. Sebab, mereka harus menemukan peternakan yang membesarkan hewan-hewan tersebut.

Salah satu pekerjaan molekuler adalah menentukan dengan tepat jalur perkembangan mana yang berbeda, bagaimana mereka berbeda dan apa yang mengendalikannya. Pekerjaan molekuler dapat memakan waktu "berjam-jam dan ratusan eksperimen untuk beberapa yang berhasil," kata Bhart-Anjan Bhullar, peneliti utama studi tersebut yang merupakan ahli paleontologi dan ahli biologi perkembangan di University of Chicago dan University of Yale. "Ini sama seperti penemuan fosil," ujarnya.

Untuk "penemuan fosil" mereka, para peneliti membutuhkan catatan fosil burung dan nenek moyang mereka yang ekstensif untuk melihat seperti apa burung pada berbagai tahap evolusi mereka.

"Anda harus memahami apa yang Anda lacak sebelum mencoba melacaknya," ucap Bhullar.

Bhular bersama Arkhat Abzhanov, seorang ahli biologi perkembangan di Harvard University, dan rekan-rekan satu tim mereka berfokus pada dua gen yang aktif dalam perkembangan wajah. Setiap gen mengkode protein, tetapi protein yang melakukan kerja gen menunjukkan aktivitas yang berbeda dalam perkembangan embrio ayamdan reptil modern. Ketika para peneliti memblokir aktivitas kedua protein ini pada ayam, burung mengembangkan struktur yang menyerupai moncong, bukan paruh.

Dan kemudian ada temuan tak terduga yang mengungkap tugas kompleks yang dihadapi: Ketika tim peneliti itu mengubah paruh embrio ayam menjadi moncong, mereka juga secara tidak sengaja mengubah langit-langit mulut ayam tersebut.


Jadi, dengan mengubah paruh ayam, para peneliti juga mengubah langit-langit mulutnya. Ketika para peneliti kembali ke catatan fosil, mereka menemukan bahwa moncong dan tulang palatine atau langit-langit mulut unggas tampak berubah bersama sepanjang evolusi. Misalnya, fosil makhluk mirip burung berusia 85 juta tahun yang memiliki gigi dan paruh primitif juga memiliki langit-langit mulut mirip burung, kata mereka.

Kini tim Horner saat sedang berusaha menciptakan ayam berekor panjang. Bisa dibilang, ini adalah bagian paling rumit dari membuat seekor dino-chicken, katanya. Misalnya, mereka perlu menyaring gen-gen pada tikus untuk menentukan jenis jalur genetik apa yang menghalangi perkembangan ekor. Pengetahuan ini dapat membantu mereka mengetahui cara mengaktifkan pertumbuhan ekor, katanya.

Secara teoritis, upaya mengubah struktur tubuh ayam ini tampak mungkin. Namun begitu, Bhullar mengatakan, ke depan tim peneliti masih harus merihat bagaimana seekor ayam akan bereaksi terhadap keberadaan ekor, lengan, jari, dan gigi pada tubuhnya.

Tepi Tata Surya Kita Adalah Gumpalan. Peta Tiga Dimensi Jelaskan Itu

Di tepi tata surya terdapat perbatasan di mana dua kekuatan kosmik berbenturan. Di satu sisi adalah angin matahari, banjir konstan partikel bermuatan panas yang mengalir keluar dari matahari dengan kcepatan ratusan mil per detik. Serta di sisi lainnya adalah angin ruang angkasa, bertiup dengan radiasi miliaran bintang di dekatnya.

Meskipun kadang-kadang menyebabkan pemadaman listrik di Bumi, angin matahari sebenarnya melakukan perkerjaan yang cukup baik untuk mempertahankan planet kita dan tata surya dari radiasi antarbintang yang paling keras.

Saat angin bertiup dari matahari ke segala arah sekaligus, ia membentuk gelembung pelingung yang amat besar di sekitar tata surya dan menolak sekitar 70% radiasi yang masuk, menurut laporan Live Science.

Gelembung ini dikenal sebagai heliosfer dan ujungnya disebut heliopause, menandai perbatasan fisik di mana tata surya berakhir dan ruang antarbintang dimulai.

Tetapi, tidak seperti kebanyakan perbatasan di Bumi, para ilmuwan belum mengetahui seberapa besar atau seperti apa bentuknya.

Sebuah studi baru, di The Astrophysical Journal, menangani misteri ini dengan peta 3D pertama dari heliosfer yang pernah dibuat. 

Dengan menggunakan data 10 tahun yang diambil oleh satelit NASA Interstellar Boundary Explorer, penulis penelitian itu melacak partikel angin matahari saat mereka melakukan perjalanan dari matahari ke tepi tata surya dan kembali lagi.

Dari waktu perjalanan ini, tim menghitung seberapa jauh angin telah bertiup ke arah tertentu sebelum ditolak oleh radiasi antarbintang, memungkinkan para peneliti untuk memetakan tepi tak terlihat dari tata surya mirip dengan cara kelelawar menggunakan ekolokasi.


"Sama seperti kelelawar mengirimkan pulsa sonar ke segala arah dan menggunakan sinyal kembali untuk membuat peta mental di sekitar mereka, kami menggunakan angin matahari, yang keluar ke segala arah, untuk membuat peta heliosfer," kata penulis penelitian itu, Dan Reisenfeld, seorang ilmuwan di Los Alamos National Laboratory di New Mexico pada sebuah pernyataan.

Seperti yang ditujukkan oleh peta tim, heliosfer tidak persis sama dengan bagian "bola". Penghalang di sekitar tata surya lebih merupakan gumpalan goyah yang jauh lebih tipis di satu sisi daripada di sisi lain. 

Itu karena, sama seperti planet kita mengorbit matahari dalam arah yang ditentukan, matahari mengorbit pusat Bima Sakti, mendorong cepat melawan angin antarbintang yang melintasi jalur matahari. 

Dalam arah angin ini, jarak dari matahari ke tepi heliosfer jauh lebih pendek daripada di arah yang berlawanan, sekitar 120 unit astronomi (AU) atau 120 kali jarak rata-rata dari Bumi ke Matahari, menghadap angin versus setidaknya 350 AU dalam arah yang berlawanan. 

Mengapa "setidaknya"? karena 350 AU adalah batas jarak metode pemetaan angin tim, heliosfer berpotensi meluas lebih jauh di belakang tata surya daripada yang terlihat di peta tim, yang berarti, gelembung pelindung bisa lebih menggelembung daripada yang terlihat di sini. Seperti kelelawar di gua, kita harus terbang lebih dalam ke kegelapan untuk mengetahuinya. 

Sunday, May 15, 2022

Raksasa Cerne Abbas yang Mencolok, Arkeolog Terus Pecahkan Misterinya


Pada suatu lanskap di Inggris dihiasi oleh sosok garis kapur besar yang diukir di sisi bukit berumput. Karya ini bernama Raksasa Cerne Abbas di Dorset yang mempunyai panjang 180 kaki, menggambarkan seorang pria telanjang sedang memegang tongkat.

Mengenai pembuat piktograf kapur itu dan mengapa mereka melakukannya tetap menjadi misteri. Tetapi seperti yang dikaporkan Mark Brown untuk Guardian, analisis baru dari sampel pasir yang dikumpulkan di situs tersebut menempatkan bahwa sosok itu diciptakan antara tahun 700 dan 1100 M.

Para arkeolog telah lama berspekulasi bahwa Raksasa Cerne Abbas berasal dari periode prasejarah, Romawi, atau bahkan awal moderen. Pada 2020 lalu, para peneliti menggunakan cangkang moluska untuk memperkirakan angka tersebut pada abad ke-13 atau ke-14. Temuan baru oleh National Trust mendorong usianya kembali lebih jauh yakni periode akhir Saxon, mungkin sekitar abad ke-10.

"Ini bukan yang diharapkan," kata ahli geoarkeolog Mike Allen di laman National Trust. "Banyak arkeolog dan sejarawan mengira dia prasejarah atau pasca-abad pertengahan, tetapi bukan abad pertengahan. Semua orang salah, dan itu membuat hasil ini semakin menarik."

Orang Inggris awal telah membuat Raksasa Cerne Abbas dengan menggali parit ke lereng bukit dan mengisinya dengan kapur. Untuk analisis terbaru ini, para peneliti menggali ke dasar parit dan mengambil sampel kuarsa dan pasir, tulis Michael Marshall untuk New Scientist.

Pengujian pendaran yang distimulasi secara optik menunjukkan kristal terakhir terkena sinar matahari sekitar 1.000 tahun yang lalu.

"[Raksasa] tidak mungkin lebih tua dari itu," kata Mike Allen kepada New Scientist.


Orang Inggris awal membuat Cerne Abbas Giant dengan menggali parit ke lereng bukit dan mengisinya dengan kapur. Untuk analisis terbaru ini, para peneliti menggali ke dasar parit dan mengambil sampel kuarsa dan pasir, tulis Michael Marshall untuk New Scientist. Pengujian pendaran yang distimulasi secara optik menunjukkan kristal terakhir terkena sinar matahari sekitar 1.000 tahun yang lalu.

“[Raksasa] tidak mungkin lebih tua dari itu,” kata Allen kepada New Scientist.

Raksasa Cerne Abbas adalah pemandangan yang mencolok. Terdiri dari garis besar seorang pria berdiri memegang tongkat besar di atas kepalanya, karya seni ini terlihat jelas dari sisi bukit yang berlawananan atau dari udara. Tiga garis di setiap sisi perut raksasa mewakili tulang rusuk, sementara dua lingkaran di dadanya bertindak sebagai puting.



Tetapi pemandangan yang paling mencolok adalah apa yang di bawah pinggang sosok itu. Sejarawan berteori bahwa lingga raksasa berukuran 26 kaki itu mungkin dimaksudkan sebagai bantuan kesuburan.

Keyakinan ini terus memegang kekuasaan di zaman moderen. Rebecca Meade dari New Yorker menulis bahwa Marquess of Bath keenam dan istrinya mengunjungi situs itu pada 1980-an setelah berjuang untuk mengandung seorang anak"

"Kami sangat tidak tahu apa yang bisa dia lakukan," kenang Lord Bath. "Saya menjelaskan masalahnya dan duduk di atasnya."

Seorang anak perempuan lahir sekitar sepuluh bulan kemudian. Dia dibaptis Silvy Cerne Thynne dan nama G. Cerne diberikan sebagai ayah baptis.

Saturday, May 14, 2022

Merapah Rempah: Cerita Bahtera-bahtera Kuno di Dasar Samudra Kita


Bahtera-bahtera yang karam menjadi bukti terdekat tentang keberadaan Jalur Rempah. Sanggupkah kita memuliakannya?
Nationalgeographic.co.id—Saat berkunjung ke Lampung, saya mendapat hibah dari seorang sahabat: selembar tapis nan rapuh. Wastra itu menampilkan enam perahu yang mengangkut manusia dan satwa. Usianya lebih dari seabad. Mungkinkah tentang kedatangan komunitas Austronesia yang berperahu ke Nusantara?

Perahu sudah menjadi bagian penting bagi masyarakat pesisir. Betapa tidak, hampir semua kawasan kepulauan kita dapat dijangkau perahu. Negeri ini mendapat pasokan pergantian angin musim barat laut dan barat daya setiap periode enam bulan. Semesta mendukung Nusantara dalam perkembangan teknologi maritim untuk memasuki abad-abad perniagaan rempah.

Nicolo dei Conti (1395- 1469), pedagang Venesia yang 25 tahun menjelajahi di Asia Tenggara, menggambarkan kapal kargo Jawa yang memiliki ukuran lebih besar daripada kapal terbesar milik Portugis Flor de La Mar. Pierre-Yves Manguin, Profesor Emeritus di Ecole française d’Extrême-Orient (EFEO) menulis tajuk “Orang Laut” di Indonesian Heritage. “Hampir 2.000 tahun lamanya orang Indonesia barat ikut serta dalam jaringan perdagangan maritim Asia dan membangun sederet tradisi perkapalan.”

Jalur Sutra Laut dan Jalur Rempah Nusantara telah menautkan pelabuhan-pelabuhan di Tiongkok, Arab, Laut Merah, hingga Madagaskar pada milenium pertama sebelum masehi. Sampai abad ke-13 dan ke-14, ungkap Manguin, kapal-kapal berukuran besar dengan jalinan papan telah digunakan dalam perdagangan Nusantara.

Pendapatnya ini mengacu pada temuan arkeologi dan catatan kuno. Setelah periode itu perdagangan cenderung menggunakan kapal-kapal kargo berukuran lebih kecil, yang disebut jong. “Nama jong,” ungkapnya, “istilah setempat yang kemudian melahirkan kata junk dalam bahasa-bahasa Eropa.”

Di Pulau Bintan pada 1988, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) bersama EFEO mengekskavasi repihan kapal dagang dari akhir abad ke-15. Lambung kapal ini hanya terdiri atas satu lapisan papan. Ketika papan ini rapuh, lapisan papan berikutnya ditambahkan. Kapal yang sungguh sederhana—jauh dari imaji relief Borobudur.

Dua dekade berikutnya Balai Arkeologi Yogyakarta dan EFEO mengkaji temuan kapal di Desa Punjulharjo, pesisir Rembang, Jawa Tengah. Manguin menyimpulkan bahwa perahu ini dibuat dengan teknik pembuatan kapal tradisional asli Asia

Tenggara. Dari bagian tali, mereka meyakini kapal itu berasal dari abad ke-7 hingga abad-8. Inilah kapal berteknologi Asia Tenggara tertua yang kita punya.

Dalam Atlas Pelabuhan Pelabuhan Bersejarah di Indonesia, Sejarawan FIB-UI Didik Pradjoko dan Arkeolog Maritim Puslit Arkenas, Bambang Budi Utomo, memaparkan ciri khas teknologi perahu dalam tradisi Asia Tenggara. Lambung perahu berbentuk “V” sehingga bagian lunasnya berlinggi; haluan dan buritan simetris; tidak ada sekat-sekat kedap air di lambung; dan kemudi ganda.

Perahu dalam tradisi Asia Tenggara tidak memerlukan paku besi. Ada bagian papan yang menonjol dengan empat lubang yang dinamakan tambuko. Lewat lubang-lubang itu tali ijuk dimasukkan dan diikatkan dengan bilah papan yang lain. Teknik penyambungan ini dikenal dengan “teknik papan ikat dan kupingan pengikat”.

Di sisi lain, kapal Tiongkok memiliki tradisi lambung yang dikencangkan dengan bilah-bilah kayu dan memiliki kemudi tunggal di palang rusuk buritan. Pembangunannya menggunakan paku besi.

Jalur Rempah merupakan rute pelayaran nan berbahaya menuju kepulauan rempah. Ada kapal yang kembali ke pelabuhan asalnya, tetapi ada pula yang hilang tak diketahui rimbanya.

Pada abad ke-9, ketika pendeta-pendeta India merampungkan pembangunan Candi Borobudur di pedalaman Jawa, salah satu kapal pedagang Arab mengalami kemalangan. Ia karam di dasar Selat Gaspar, antara Pulau Bangka dan Pulau Belitung.

Setelah bersemayam lebih dari seribu tahun, kapal ini mulai tersingkap pada 1998. Inilah kapal Arab pertama yang ditemukan di Asia Tenggara. Situsnya dikenal sebagai “Belitung Wreck”.
Ketika para penyelam menyingkap repihannya, mereka menemukan lebih dari 60.000 keping emas, perak, dan mangkuk keramik Dinasti Tang. Dari ribuan mangkuk, salah satunya memiliki angka tahun, yang semasa dengan 826 Masehi.

Simon Worrall melaporkan temuan kapal itu untuk National Geographic, Juni 2009. Boleh jadi, kapal ini berangkat dari Guangzhou menuju asalnya di Teluk Persia. Komoditas yang dibawa tampaknya dibuat sesuai pesanan. Ragam hiasnya kosmopolit: corak lotus Buddha asal Asia Tengah; ragam geometris Al-Qur’an untuk pasar Muslim; dan satu mangkuk bercorak lima garis vertikal, yang ditafsirkan oleh beberapa ulama sebagai simbol Allah.

Masih di dasar Selat Gaspar, terdapat situs Kapal Tek Sing. Kapal kargo asal pelabuhan Amoy ini hendak berlayar menuju Batavia, namun menabrak karang sehingga karam pada 1822. Ia mengangkut 1.500 imigran Tiongkok—hanya 180 orang selamat.


Pada 1999, keberadaan kapal ini tercium oleh pemburu harta karun asal Inggris. UNESCO melaporkan bahwa lebih dari 350.000 buah keramik telah diangkut lalu dilelang oleh Nagel Auction di Stuttgart, Jerman pada 2000. Karamnya Tek Sing menjadi salah satu bencana terbesar dalam sejarah pelayaran dunia, sekaligus muatan terbesar dalam sejarah temuan kapal Tiongkok. Kini, amblasnya jejak repihan itu mencerminkan masa depan Indonesia yang terjarah.

Shinatria Adhityatama dan Priyatno Hadi Sulistyarto dari Puslit Arkenas meneliti kapal karam di perairan Pulau Natuna dan Pulau Bintan. Penelitian mereka terbit di Jurnal Segara edisi Desember 2018. Menurut mereka, kawasan perairan Kepulauan Riau merupakan lokasi strategis karena menautkan Laut Cina Selatan dan Selat Malaka “tidak kalah ramainya dengan perairan Mediteranian.”

Penelitian mereka di Situs Tanjung Renggung, perairan Bintan, menemukan kapal Nusantara atau Asia Tenggara yang membawa komoditas keramik asal Tiongkok—tempayan, mangkuk, piring, buli-buli, guci berglasir yang berwarna hijau seladon khas Dinasti Song Selatan (1127-1279)—mirip kasus Situs Cirebon. “Ini membuktikan bahwa kapal-kapal lokal kita berperan dalam distribusi,” ujar Shinatria, “tidak selalu kapal-kapal asing yang masuk.”

Perairan Asia Tenggara memiliki sebaran situs kapal kuno yang karam. Sayangnya, “justru situssitus kapal di sekitar kepulauan rempah belum banyak dieksplorasi,” imbuhnya, “padahal itu sentralnya.” Dia menambahkan bahwa untuk mempelajari Jalur Rempah dalam perspektif maritim, kita “perlu mempelajari situs-situ kapal karam karena itu adalah bukti langsung dari aktivitas perniagaaan maritim.”

Pada 2016, pemerintah menegaskan bahwa pengangkatan barang muatan kapal tenggelam (BMKT) tertutup untuk bidang investasi. Namun, pada 2021, pemerintah membuka kesempatan bagi para investor untuk mencari BMKT.

Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid, membenarkan adanya kecenderungan untuk mereduksi benda cagar budaya bawah air sebagai komoditas.

“Sebetulnya, secara legal, secara hukum, nggak ada yang salah dengan menjual-belikannya,” ujar Hilmar. “Tapi, kalau kemudian semata-mata ini disamakan dengan "barang komoditi lain pada umumnya, tentu itu sangat disayangkan. Dan, jelas itu bukan tujuan utamanya.”

Bambang Budi Utomo mengatakan, “Benda cagar budaya bawah air merupakan dilema.” Pemerintah membutuhkan dana besar untuk menjaga cagar budaya bawah air ini. Namun, dia mewanti-wanti bila kita kembali membolehkan investor untuk mengangkatnya. Pengalaman membuktikan bahwa kita seringkali “dicurangi” dan “dirugikan.” Temuan BMKT harus dianggap sebagai cagar budaya dan diteliti. “Jadi bagaimanapun barang-barang itu mengandung nilai sejarah dan budaya Indonesia.”

Friday, May 13, 2022

Perang Kedongdong, Perlawanan Rakyat Miskin Cirebon Atas Penjajah

Pada abad ke-19, tekanan kolonialis di Jawa semakin menguat terutama ketika berkuasanya Herman Willem Daendels dan Thomas Stamford Raffles yang menerapkan berbagai kebijakan politik radikal.

"Tekanan terhadap rakyat juga diderita oleh rakyat di Cirebon," tulis Islamiati Rahayu dalam jurnalnya berjudul Strategi-Strategi Perlawanan Rakyat Cirebon dalam Perang Kedongdong Tahun 1802-1818 M. Tulisannya dimuat dalam jurnal Tamaddun, terbit pada 2016.

Sejak abad ke-17 VOC melakukan berbagai praktik supremasinya seperti eksploitasi tanam wajib, memonopoli perdagangan, kerja wajib dan memberikan persembahan wajib. Semua itu sudah dirasakan oleh rakyat Cirebon yang membuat mereka sangat menderita, sebelum akhirnya VOC mengalami kebangkrutan pada abad ke-18.

Namun, berakhirnya kompeni di tanah Cirebon, tak kunjung menjauhkan mereka dari praktik penjajahan. "Bahkan pada abad ini, para sultan Cirebon berada pada suatu masa di mana kedudukannya sebagai penguasa hilang sama sekali," imbuh Rahayu.

"Rakyat menyadari bahwa penguasa sangat berperan dalam 'menentukan nasibnya' sehingga penguasa yang pro-rakyat adalah harapan dan harus diperjuangkan," lanjutnya.

Maka, ketika raja sebagai harapan rakyat tidak memperoleh haknya sebagai penguasa, rasa kecewa dan amarah rakyat terhadap Pemerintah Kolonial Belanda semakin mendalam hingga munculnya upaya untuk melakukan perlawanan.

Hal serupa terjadi pada Raja Kanoman yang diusir dari kraton Cirebon, bahkan dibuang ke Ambon. Jabatan sultan yang harus diperolehnya justru diberikan pada saudaranya yang memihak Pemerintah Kolonial.

Alih-alih sultan anyar mendapat dukungan, keberpihakannya pada pemerintah kolonial malah meletuskan sejumlah perlawanan dan pemberontakan oleh rakyat sipil kerajaan.

Perlawanan tersebut tidak terjadi setiap tahun namun terdapat dua periode perlawanan: pada periode 1802-1812 M yang dipimpin oleh Bagus Rangin dan pada periode 1816-1818 M yang dipimpin oleh Bagus Jabin dan Bagus Serit.

Menariknya perlawanan yang kemudian dikenal dalam Babad Kana dan Babad Cirebon, disebut dengan istilah Perang Kedongdong, dimana perlawanan digerakkan oleh masyarakat miskin di Cirebon yang marah dan kecewa dengan pemerintah kolonial.

"Gerakan perlawanan rakyat Cirebon ini dimotori dan dipimpin oleh tokoh-tokoh masyarakat yang terdiri dari para tokoh keraton, tokoh agama dan pejabat daerah," jelasnya.

Sebelum pecahnya Perang Kedongdong, beberapa tokoh penggerak seperti Sultan Muhammad Syafiudin dan Pangeran Suryakusuma melakukan pertemuan di Tengah Tani, sebuah daerah di Cirebon.

Mereka memusyawarahkan tentang kesepakatan yang di antaranya ialah sepakat untuk mengadakan perlawanan terhadap penguasa-penguasa kolonial di Cirebon dengan tujuan untuk memulihkan kedudukan Cirebon sebagai penguasa politik dan penentu kebijakan tradisi yang bersendikan syariat Islam.

Hasil kesepakatan itu segera disebar secara diam-diam. Kemudian pada tanggal 27 Maret 1801, mereka berkumpul kembali bersama tokoh-tokoh lainnya di tempat yang sama, yang kemudian tempat pertemuan tersebut ditetapkan sebagai Keraton Perjuangan.

Perjuangan perlawanan tersebut diawali dengan mengganggu stabilitas keamanan daerah yang merupakan tugas koordinator daerah di samping tugasnya untuk merekrut para kuwu agar turut bergabung dalam perlawanan.


Akhirnya, berbagai gerakan perlawanan rakyat berupa huru-hara pun pecah secara sporadis di wilayah-wilayah Cirebon, setidaknya hal itu dimulai sejak tahun 1802.

"Target pertama dari gerakan perlawanan tersebut adalah orang-orang Cina yang mereka anggap sebagai penyewa tanah pemeras rakyat," tegas Islamiati Rahayu dalam jurnalnya.

Dalam gerakan perlawanan itu, orang-orang Cina banyak yang dibunuh dan diusir dari wilayah Cirebon, seperti di Palimanan, Lohbener, Dermayu dan lain sebagainya.

Perlawanan yang terjadi di sana sini mengakibatkan Pemerintah Kolonial mengalami kerugian yang cukup besar. Selain itu, kedudukannya sebagai penguasa Cirebon pun jadi terancam.

Tidak hanya itu, berdasarkan laporan Residen Servatius, pada tahun 1817 disebutkan bahwa selama gerakan perlawanan tahun 1806 penduduk telah membakar semua pabrik gula serta membinasakan tanaman tebu milih pemerintah kolonial.

Tak hanya Residen Cirebon. Setelah mengetahui peristiwa perlawanan tersebut, Residen Priangan, yakni Van Motman, segera berangkat menuju perbatasan untuk melindungi gudang-gudang kopi di Tomo dan Karangsambung dari amuk masa.

"Berdasarkan besluit 25 Januari 1818 No.1, Wali Negara memerintahkan beberapa pasukan untuk segera berangkat ke Cirebon melalui jalur laut," imbuhnya lagi.

Meski telah mengirim pasukan perang untuk meredam perlawanan rakyat, nyatanya Belanda tetap kewalahan. Pasukan perlawanan rakyat Cirebon terus menghancurkan beberapa daerah seperti Majalengka, Banyaran dan Palimanan.

Pemerintah Hindia-Belanda yang kewalahan menghadapi perlawanan rakyat, mengalami kerugian besar, sedikitnya Belanda menderita kerugian f.150.000.

"Perlawanan yang dilancarkan terus menerus oleh pasukan perlawanan rakyat Cirebon, membuat Pemerintah Kolonial kewalahan dan sebagian pasukan pemerintah pun gentar, bahkan Servatius menyebut mereka bersikap pengecut," tutupnya.