Para arkeolog menemukan topeng emas dari penggalian makam seorang pria elit di Peru tahun 1990-an. Pria ini diketahui meninggal dunia 1.000 tahun lalu dalam usia antara 40–50 tahun. Penemuan ini semakin menarik, karena berdasarkan analisis terbaru ditemukan adanya jejak darah manusia pada cat warna merah topeng emas tersebut.
Dilansir dari Daily Mail, tim peneliti yang dipimpin oleh Izumi Shimada, pendiri Sicán Archaeological Project, meninjau kembali topeng dari pemakaman kuno. Para ahli kemudian menemukan peptide unik yang cocok dengan darah manusia dan protein telur burung.
“Adanya darah manusia akan mendukung gagasan sebelumnya bahwa cat cinnabar merah dapat mewakili ‘kekuatan kehidupan’ yang dimaksudkan untuk mendukung ‘kelahiran kembali’” jelas tim peneliti dilansir dari Daily Mail.
Topeng tersebut terbuat dari emas, ditemukan pada pria yang kerangkanya juga dicat merah dalam posisi duduk di dalam makam. Di dekatnya ada kerangka dua wanita muda, satu dalam posisi melahirkan sementara yang lainnya seperti bidan. Ada pula dua kerangka anak-anak sedang berjongkok yang ditempatkan di tingkat lebih tinggi.
Penelitian ini telah dipublikasikan di Journal of Proteome Research dengan judul Human Blood and Bird Egg Proteins Identified in Red Paint Covering a 1000-Year-Old Gold Mask from Peru pada 28 September 2021. Izumi Shimada dan rekan-rekannya menganalisis sampel kecil cat merah dari topeng dengan harapan dapat menentukan pengikat organik.
Para ahli menggunakan spektroskopi, sebuah studi tentang interaksi antara materi dan radiasi elektromagnetik. Tim menemukan enam protein dari darah manusia dalam cat merah, termasuk albumin serum dan immunoglobulin G (sejenis antibodi serum manusia).
Ditemukan pula protein lain seperti ovalbumin yang berasal dari putih telur. Karena proteinnya sangat terdegradasi, para peneliti tidak dapat mengidentifikasi spesies telur burung apakah yang digunakan untuk membuat cat. Namun, kemungkinan besar telur yang digunakan berasal dari itik serati (Muscovy duck).
Dalam jurnal disebutkan pigmen anorganik cat telah diidentifikasi lebih dari 30 tahun lalu sebagai cinnabar, mineral merkuri sulfida berwarna merah hingga cokelat-merah. Para peneliti menuliskan karena sampel cat merah berasal dari topeng emas Sicán pertama yang digali secara ilmiah, hasil dari penelitian ini adalah metode untuk autentikasi topeng sejenis yang sekarang berada di museum dan koleksi pribadi.
Mengenal lebih dekat budaya Sicán, Phys melaporkan Sicán adalah budaya terkemuka yang ada dari abad ke-9 hingga ke-14 di sepanjang pantai utara Peru modern. Selama periode Sicán tengah, sekitar 900–1.100 M, ahli metalurgi memproduksi sederetan benda emas yang memesona, banyak di antaranya dikubur dalam makam kaum elit.
Melansir Ancient Origins asal usul orang Sicán tidak diketahui secara pasti. Beberapa meyakini mereka merupakan keturunan dari budaya Moche. Menurut legenda, pendiri peradaban Sicán adalah seorang pria bernama Naymlap.
Dia diduga datang dari wilayah selatan dengan armada perahu balsa, rombongan pendekar dan patung perempuan dari batu warna hijau. Berbagai lembah di wilayah itu ditaklukkan, Naymlap mulai membangun kuil dan istana di dekat laut di Lembah Lambayeque.
Layaknya peradaban lain, diferensiasi sosial dan hierarki juga ditemui dalam masyarakat Sicán. Pembagian ini tercermin dalam praktik penguburan yang tidak hanya memasukkan barang-barang tetapi kadang-kadang ada pengorbanan. Sebagian besar bukti arkeologi untuk praktik penguburan peradaban ini berasal dari periode Sicán tengah.
Diamati pada masa-masa ini rakyat jelata ditemukan telah terkubur di lubang-lubang bawah lantai yang sederhana dan dangkal, di tempat-tempat produksi perumahan atau kerajinan.