Wednesday, May 4, 2022

Kampung Manjopaiq: Mencari Jejak Sejarah Majapahit di Sulawesi Barat


Kitab Negarakertagama telah banyak menghimpun informasi yang cukup untuk menguak kehidupan Majapahit di masa lalu. Tindak-tanduknya di masa lalu ditulis dalam kitab itu. Hanya saja, masih banyak hal yang menyimpan misteri.

Keberadaan kampung Manjopaiq di Sulawesi Barat mencari kaitannya dengan Majapahit. Manjopaiq merupakan toponimi suatu kampung di pesisir Tinambung, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat.

Kesamaan toponimi, mengaitkannya pada sebuah imperium dan peradaban besar Majapahit yang pernah ada dalam sejarah Nusantara. Tentunya, banyak kajian yang berupaya mengungkap eksistensi Majapahit di Sulawesi.

Muhammad Sadli Mustafa menulis dalam jurnal Pusaka. Jurnalnya berjudul Perjanjian Raja Bone dan Raja Luwu dalam Naskah Attoriolong Ri Luwu, yang dipublikasi pada tahun 2013.

Menurut Sadli, Majapahit telah menjalin hubungan yang baik dengan kerajaan-kerajaan di Sulawesi. "Majapahit bersahabat dengan Kerajaan Majapahit di Jawa sebagaimana keterangan yang terdapat dalam buku Negarakertagama karangan Mpu Prapanca," tulisnya.

Jalinan hubungan yang erat antara Luwu dengan Majapahit tercipta manakala Anakaji dari Luwu, memperisteri puteri dari Majapahit bernama puteri Tapaccina. Hubungannya disebut-sebut sebagai 'Politik Ranjang.'

Adanya jejak di Sulawesi Selatan dengan Luwu, semakin dekat dengan keberadaan Manjopaiq di kawasan Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Majapahit diperkirakan juga menyebar pengaruhnya hingga ke sana.

Kontak Majapahit dengan orang-orang Mandar telah memberi nuansa Hindu, meskipun tidak sepenuhnya agama Hindu tersebar di sana. 

Melalui temuan-temuan arkeologis, seorang penulis dan peneliti, Muhammad Ridwan Alimuddin, mengungkapkan beberapa temuannya yang mengungkap jejak Majapahit di Mandar kepada National Geographic Indonesia.

"Salah satu yang ditemukan warga di sana, ketika anak-anak mengejar layang-layang putus, mereka menemukan ini (menunjuk sebuah dokumentasi temuan keris)," ungkap Ridwan.

Ditemukan sebuah keris kuno di areal perkebunan. Sebuah keris tak bergagang ditemukan di sana. Menurut Ridwan, hipotesis sementara merujuk pada jenis keris Buda yang dibuat pada masa Majapahit tengah berjaya.

Diperkirakan adanya penemuan keris-keris di Mandar, dibawa atau dibuat langsung oleh Majapahit. Temuan ini merujuk pada benang merah, adanya bekas pemukiman Majapahit di Mandar.

Adanya juga pertukaran kebudayaan, menyebutkan bahwa kehadiran Majapahit di Mandar tidak bersifat menjajah. Mereka mendirikan pemukiman di sana, sehingga banyak orang-orang menamainya sebagai kampung Manjopaiq dan Garassiq.

Toponimi kawasan itu juga disinyalir dari adanya aktivitas Majapahit di sekitar Mandar, di mana mereka memilihkan suatu kawasan untuk dijadikannya sebagai pelabuhan dan pinte keluar kerajaan, Garrasiq yang identik dengan Gresik, pelabuhan Majapahit di Jawa.


Di daerah Manjopaiq dan Garassiq terdapat tradisi menempa besi. Pada abad-abad pelayaran Majapahit ke Mandar, diduga telah terjadi kerja sama dalam budaya penempaan besi.

Majapahit yang dikenal dengan para mpu keris yang pandai menempa besi, bekerja di Mandar dengan memanfaatkan kualitas besi nikel yang berkualitas tinggi, sehingga komoditas yang dihasilkan dapat mencapai ke luar Nusantara.

"Mereka memutuskan untuk bermukim dan bekerja di Mandar dalam membuat keris ketimbang harus membawa bijih besi ke Jawa yang memakan waktu," tambahnya.

Menurut Muhammad Ridwan Alimuddin yang menuturkan kepada National Geographic Indonesia, menyebut bahwa berdasarkan toponiminya, Manjopaiq tidak memiliki makna secara harfiah di kalangan orang Mandar.

Diperkirakan penamaan dari Manjopaiq merujuk pada kepercayaan masyarakat lokal tentang bekas kampung Majapahit. Begitu juga dengan Garassiq yang merujuk pada Gersik sebagai pelabuhan di Majapahit.

Daerah Manjopaiq dan Garassiq terdapat tradisi menempa besi yang kemudian diantaranya menghasilkan keris-keris, diperkirakan hasil akulturasi dari budaya mpu di Jawa yang populer di era Majapahit.

Majapahit tak pernah berniat untuk menguasai Mandar, mereka hanya berlabuh di pesisir untuk mencari tempat yang aman di sana. Kontak sosial yang mewujudkan adanya akulturasi Hindu di Mandar. 

Keterbatasan sumber dan absennya literasi tentang hubungan Majapahit dengan orang-orang Mandar, membuat para penggiat sejarah di Mandar terus melakukan penelitian lapangan.

Riset-riset masih gencar dilakukan guna menemukan lebih banyak bukti-bukti arkeologis yang terus ditelusuri dalam membuktikan aktifitas Majapahit di Mandar.