Agen bola Piala Dunia

Silakan Hubungi Cs kami untuk informasi lebih lanjut.

SELAMAT DATANG DI BLOG PREDIKSI CERIA4D

Blog Prediksi Resmi dari BO CERIA4D

Lomba Tebak 3D -2Line Bersama CERIA4D

bagi yang ingin mengikuti Silakan bergabung di Group Facebook kami "DONATAN4D Agent Togel Terpercaya"

Link WAP Donatan4D

Kini Hadir Versi Handphone Untuk memudahkan Para Member melakukan Betting dimana saja dan kapan saja.

Donatan4D bandar Togel Online Terpercaya

Silakan Hubungi Kami melalui Kontak di Atas

Wednesday, August 31, 2022

Medusa Mati Dipenggal Perseus, Lahirlah Pegasus si Kuda Putih Bersayap


Pegasus adalah seekor kuda putih bersayap yang lahir dari tubuh Medusa ketika dia mati. Medusa mati karena dibunuh oleh pahlawan Perseus, putra dari Zeus dan Danae.

Dalam Theogony Hesiod, sebagaimana dikutip Ancient Origins, tertulis bahwa "bersamanya [Medusa] dewa Sable Locks [Poseidon] berbaring di padang rumput yang lembut di antara bunga-bunga musim semi." Penyatuan antara Medusa dan Poseidon menghasilkan Pegasus dan Chrysaor, yang lahir ketika Medusa dipenggal oleh pahlawan Perseus.

"Dan ketika Perseus memenggal kepalanya dari lehernya, keluarlah Chrysaor yang agung dan kuda Pegasus. Dia dinamai demikian karena dia lahir di tepi perairan Oceanus, sementara yang lain lahir dengan pedang emas di tangannya."

Melebarkan sayap-sayapnya, Pegasus segera terbang ke puncak Gunung Olympus. Di sana ia diterima dengan senang dan kagum oleh semua makhluk abadi.

Sebuah tempat di istana diberikan kepada Pegasus oleh Zeus yang mempekerjakannya untuk membawa guntur dan kilat. "Pegasus tidak mengizinkan siapa pun untuk mengunjunginya kecuali para dewa," tulis E.M. Berens dalam buku berjudul Kumpulan Mitologi dan Legenda Yunani & Romawi.

Hesiod juga menyebutkan bahwa setelah Pegasus lahir, kuda itu terbang ke Gunung Olympus, di mana ia tinggal di istana Zeus. Di sana, Pegasus diberi tugas membawa guntur dan kilat dewa.

Versi lain dalam mitologi Yunani menyebutkan bahwa Pegasus menghabiskan beberapa waktu di bumi sebelum terbang ke Gunung Olympus. Selama waktu ini, Pegasus melayani dua pahlawan, yakni Perseus dan Bellerofon.

Ada kejadian pengecualian saat Pegasus mau bertemu Bellerofon yang bukan dewa. Atas perintah Athena, Bellerofon dibawa naik ke atas oleh Pegasus agar dia bisa membunuh Chimæra dengan anak panahnya.

Para penyair masa selanjutnya menggambarkan Pegasus sebagai pelayan para Muse, kumpulan dewi yang melambangkan seni. Dan untuk alasan ini Pegasus lebih terkenal di zaman moderm daripada di zaman dahulu.


Pegasus muncul untuk menggambarkan sifat manusia yang lebih tinggi dan menyebabkan pikiran melambung menuju langit. Para leluhur menceritakan kisah Pegasus dengan para Muse berkaitan dengan sebuah air mancur terkenal Hippocrene yang dihasilkan dengan menggunakan kuku-kuku Pegasus.

Konon, selama kontes dengan para Pierides, para Muse bermain dan bernyanyi di puncak Gunung Helicon dengan kekuatan yang begitu luar biasa dan manis. Hal ini menyebabkan langit dan bumi diam untuk mendengarkannya. Sementara itu gunung mengangkat dirinya dalam kegembiraaan luar biasa menuju tempat tinggal dewa di langit

Merasa areanya terganggu, Poseidon mengirim Pegasus untuk memeriksa keberanian gunung tersebut untuk bergerak tanpa izin darinya. Ketika Pegasus mencapai puncak, ia menggertakan tanah dengan kuku-kukunya dan air Hippocrene menyembur keluar, kemudian jadi terkenal sebagai sumber suci.

Astronom Menemukan Nebula Planeter Tertua yang Pernah Terlihat


Tim astronom internasional telah menemukan permata langit langka yang disebut Nebula Planeter. Tim itu dipimpin oleh anggota Laboratory for Space Research (LSR) dan Departemen Fisika di The University of Hong Kong (HKU).

Nebula Planeter berada di dalam Gugus Terbuka Galaksi yang berusia 500 juta tahun yang disebut M37. Galaksi M37 juga dikenal sebagai NGC2099. Penemuan ini sangat langka dengan nilai astrofisika tinggi. Mereka baru saja memublikasikan di Astrophysical Journal Letters pada 23 Agustus. Makalah mereka tersebut diberi judul The Planetary Nebula in the 500 Myr Old Open Cluster M37.

Nebula planeter adalah selubung bercahaya yang dikeluarkan dari bintang sekarat yang bersinar dengan spektrum dan tampilan garis emisi yang kaya. Sebagai hasilnya, warna dan bentuknya yang berbeda menjadikannya magnet fotogenik untuk kepentingan umum. Bukan kebetulan bahwa salah satu gambar pertama Teleskop Luar Angkasa James Webb yang dirilis ke publik adalah Nebula Planeter.

Nebula planeter ini diberi nama yang agak aneh: "IPHASX J055226.2+323724." Ini hanyalah contoh ketiga dari asosiasi antara Nebula Planeter dan Gugus Terbuka Galaksi dari sekitar 4.000 Nebula Planeter yang dikenal di Galaksi kita. Ini juga tampaknya menjadi Nebula Planeter tertua yang pernah ditemukan.

Tim kecil yang dipimpin oleh Profesor Quentin Parker, Direktur HKU LSR, telah menentukan beberapa sifat menarik untuk penemuan mereka. Penulis menemukan Nebula Planeter ini memiliki "usia kinematik" 70.000 tahun. Perkiraan ini didasarkan pada seberapa cepat nebula mengembang, sebagaimana ditentukan dari garis emisinya. Juga dengan asumsi kecepatan ini tetap sama secara efektif sejak awal, dan merupakan waktu yang berlalu sejak cangkang nebula pertama kali dikeluarkan oleh tuan rumahnya, yaitu sebuah bintang sekarat.


Dibandingkan dengan usia Nebula Planeter khas 5.000 hingga 25.000 tahun, ini benar-benar ibarat “nenek tua yang agung” dalam istilah nebula planeter tetapi tentu saja hanya "sekilas mata" dalam hal kehidupan bintang asli itu sendiri yang berlangsung hingga ratusan juta tahun.

Karena "nenek tua yang agung" ini tinggal di gugus bintang, lingkungan ini memungkinkan tim untuk menentukan parameter tambahan yang kuat. Di mana tidak mungkin dilakukan untuk populasi nebula planeter galaksi secara umum. Ini termasuk memperkirakan massa bintang nenek moyang nebula ketika mematikan deret utama bintang.

Tim juga dapat memperkirakan massa sisa bintang pusat yang mengeluarkan nebula ini melalui isokron teoretis dan mengamati sifat-sifat bintang pusat biru yang panas. Akibatnya, mereka memperkirakan seberapa besar bintang yang mengeluarkan cangkang gas nebula ini saat lahir. Juga berapa banyak massa yang sekarang tersisa di inti panas yang berkontraksi (yang kini disebut bintang 'Kurcaci Putih').

Data baru "Gaia" untuk bintang biru panas, bintang pusat nebula juga memberikan perkiraan jarak yang baik. Ini memungkinkan ukuran sebenarnya pada usia ekstrem ini yang ditentukan memiliki diameter 3,2pc (baca: parsec, satuan ukuran astronomi untuk ruang antarbintang dengan 1pc sama dengan 3,26 tahun cahaya). Ukuran ini tidak mengherankan mungkin juga di ujung ekstrim ukuran fisik nebula planeter yang diketahui.

"Saya sangat senang dapat bekerja pada kasus langka asosiasi Nebula Planeter dan Gugus Terbuka Galaksi yang menarik ini. Sebab, mereka terus menghasilkan hasil sains yang penting. Seperti ketiga kasus yang telah ditemukan adalah nebula kupu-kupu (bi-polar) dalam hal bentuk, semuanya sangat redup dan sangat berkembang. Semua memiliki kimia Tipe-I menurut garis emisinya. Dan tentu saja semuanya memiliki massa nenek moyang menengah hingga tinggi." kata Dr Vasiliki Fragkou, penulis pertama studi tersebut.

"Ini hanya contoh ketiga dari nebula planeter yang ditemukan di gugus bintang terbuka galaksi, dan kelompok saya telah menemukan ketiga contoh yang dikonfirmasi. Mereka sangat langka tetapi juga sangat penting karena benda-benda indah ini memungkinkan kita untuk secara independen menentukan titik pada apa yang disebut hubungan massa awal hingga akhir untuk bintang. Meski terlepas dari metode tradisional menggunakan katai putih dalam kelompok," jelas Parker.

Rekan penulis Prof Albert Ziljstra, Profesor Tamu Terhormat Hung Hing Ying dalam Sains dan Teknologi di HKU LSR dari Universitas Manchester juga mengomentari masa hidup visibilitas Nebula Planet yang sebelumnya jauh lebih pendek di galaksi umum. "Hasil baru ini menyiratkan bahwa lokasi nebula planeter menyediakan lingkungan yang cocok untuk memungkinkan nebula planeter ini berkembang dan memudar tanpa gangguan oleh sekelilingnya (yang biasanya jauh lebih lemah di gugus bintang galaksi) dan tidak seperti yang terjadi di galaksi," ujarnya.

Tuesday, August 30, 2022

Arkeolog Temukan Dapur Kuno Berusia 4500 Tahun Dekat Piramida Giza

Para arkeolog di Mesir berhasil menemukan dua rumah kuno yang berkaitan dengan pembangunan piramida Giza yang terkenal.

Bangunan berusia 4500 tahun tersebut kemungkinan pernah digunakan oleh pejabat yang bertanggung jawab mengawasi produksi makanan untuk pasukan paramiliter.

Rumah kuno itu ditemukan di sebuah wilayah yang dulunya merupakan pelabuhan utama yang berkembang pesat ketika piramida Menkaure sedang dibangun di Giza. (Menkaure adalah raja yang memerintah dari sekitar 2490 SM sampai 2472 SM).

Salah satu rumah mungkin digunakan pekerja dapur yang bertugas mengawasi ternak. Sementara yang lainnya, menjadi tempat tinggal pendeta dari sebuah institusi bernama ‘wadaat’.

Bukti-bukti di sekitar rumah pendeta menunjukkan bahwa ia mungkin mengawasi proses pembuatan bir dan roti pada masa itu.

Mark Lehner, director of Ancient Egypt Research Associates yang memimpin penggalian, mengatakan, di dekat kedua rumah itu, terdapat sebuah galeri yang bisa menampung seribu orang. Diduga, galeri itu menjadi tempat tinggal pasukan paramiliter Giza.

Semua makanan yang diproduksi dari dapur kuno, kemungkinan dikirim untuk pasukan paramiliter yang tinggal di galeri. Juga untuk mereka yang bekerja membangun piramida Menkaure.

Jumlah makanan yang dimasak setiap harinya sangat besar. Claire Malleson, ahli arkeobotani di  Ancient Egypt Research Associates, memperkirakan, dibutuhkan 877,54 kilogram gandum per hari. Para petugas dapur harus memanggang gandum dan mengubahnya menjadi roti.

Selain gandum, diketahui bahwa mereka yang tinggal di galeri dan bekerja di piramida Menkaure juga membutuhkan banyak asupan daging.

 

James Webb Mendeteksi Karbon Dioksida di Atmosfer Planet Ekstrasurya


Teleskop Luar Angkasa James Webb NASA memberikan kejutan baru lagi. Ia telah menangkap bukti jelas pertama untuk karbon dioksida di atmosfer sebuah planet di luar tata surya. Pengamatan planet gas raksasa yang mengorbit bintang mirip Matahari 700 tahun cahaya ini memberikan wawasan penting tentang komposisi dan pembentukan planet ini.

Temuan ini telah diterima untuk dipublikasikan di jurnal Nature. Makalah tersebut diberi judul Identification of carbon dioxide in an exoplanet atmosphere. Temuan ini menawarkan bukti bahwa di masa depan Webb mungkin dapat mendeteksi dan mengukur karbon dioksida. Bahkan di atmosfer yang lebih tipis dari planet berbatu yang lebih kecil.

WASP-39 b adalah raksasa gas panas dengan massa kira-kira seperempat massa Jupiter (hampir sama dengan Saturnus) dan diameter 1,3 kali lebih besar dari Jupiter. Bengkaknya yang ekstrem sebagian terkait dengan suhunya yang tinggi (sekitar 900 derajat Celcius). Tidak seperti raksasa gas yang lebih dingin dan lebih kompak di tata surya kita, WASP-39 b mengorbit sangat dekat dengan bintangnya. Hanya sekitar seperdelapan jarak antara Matahari dan Merkurius. Ia menyelesaikan satu sirkuit hanya dalam empat hari Bumi.

Penemuan planet ini, yang dilaporkan pada tahun 2011. Dibuat berdasarkan deteksi berbasis darat dari peredupan cahaya yang halus dan berkala dari bintang induknya saat planet transit. Atau ketika planet lewat di depan bintang.

Pengamatan sebelumnya dari teleskop luar angkasa Hubble dan Spitzer NASA, mengungkapkan adanya uap air, natrium, dan kalium di atmosfer planet. Sensitivitas inframerah Webb yang tak tertandingi juga kini telah mengonfirmasi keberadaan karbon dioksida di planet ini.

Planet-planet transit seperti WASP-39 b, yang orbitnya diamati dari tepi dan bukan dari atas, dapat memberi para peneliti peluang ideal untuk menyelidiki atmosfer planet. Selama transit, sebagian cahaya bintang terhalang oleh planet sepenuhnya (menyebabkan peredupan keseluruhan) dan sebagian ditransmisikan melalui atmosfer planet.


Karena gas yang berbeda menyerap kombinasi warna yang berbeda, peneliti dapat menganalisis perbedaan kecil dalam kecerahan cahaya yang ditransmisikan melintasi spektrum panjang gelombang. Sehingga mereka dapat menentukan dengan tepat terbuat dari apa atmosfernya. Dengan kombinasi atmosfer yang meningkat dan transit yang sering, WASP-39 b adalah target ideal untuk spektroskopi transmisi.

Tim peneliti menggunakan Webb's Near-Infrared Spectrograph (NIRSpec) untuk pengamatan WASP-39b. Dalam spektrum atmosfer planet ekstrasurya yang dihasilkan, sebuah bukit kecil antara 4,1 dan 4,6 mikron menyajikan bukti pertama yang jelas dan terperinci untuk karbon dioksida yang pernah terdeteksi di sebuah planet di luar tata surya.

"Begitu data muncul di layar saya, fitur karbon dioksida yang besar mengejutkan saya," kata Zafar Rustamkulov, seorang mahasiswa pascasarjana di Universitas Johns Hopkins dan anggota tim Ilmu Rilis Awal Komunitas Transit Exoplanet JWST, yang melakukan penyelidikan ini. "Itu adalah momen spesial, melewati ambang penting dalam ilmu planet ekstrasurya."

Tidak ada observatorium yang pernah mengukur perbedaan halus dalam kecerahan begitu banyak warna individu di kisaran 3 hingga 5,5 mikron dalam spektrum transmisi planet ekstrasurya sebelumnya. Akses ke bagian spektrum ini sangat penting untuk mengukur kelimpahan gas seperti air dan metana, serta karbon dioksida, yang diperkirakan ada di berbagai jenis planet ekstrasurya.

"Mendeteksi sinyal karbon dioksida yang begitu jelas pada WASP-39 b menjadi pertanda baik untuk mendeteksi atmosfer di planet yang lebih kecil, planet berukuran terestrial," kata Natalie Batalha dari University of California di Santa Cruz, yang memimpin tim tersebut.

Memahami komposisi atmosfer planet penting karena memberi tahu kita sesuatu tentang asal usul planet dan bagaimana ia berevolusi. "Molekul karbon dioksida adalah pelacak sensitif dari kisah pembentukan planet," kata Mike Line dari Arizona State University, anggota lain dari tim peneliti ini. "Dengan mengukur fitur karbon dioksida ini, kita dapat menentukan berapa banyak padat versus berapa banyak bahan gas yang digunakan untuk membentuk planet raksasa gas ini. Dalam dekade mendatang, JWST akan melakukan pengukuran ini untuk berbagai planet. Memberikan wawasan tentang detail bagaimana planet terbentuk dan keunikan tata surya kita sendiri."

Sunday, August 28, 2022

Bismarck, Kapal Perang Nazi yang Menggetarkan Nyali Pasukan Inggris


Sebagai kapal perang paling besar di dunia pada zamannya, hadirnya kapal perang Nazi Jerman, Bismarck, ke gelanggang pertempuran sontak menimbulkan kegemparan di kalangan Sekutu, khususnya Inggris.

Sebetulnya kemunculan Bismarck memang sudah dapat diduga karena kapal perang raksasa yang dibangun sejak tahun 1936 ini diperkirakan rampung sekitar 3 tahun kemudian.

Bismarck tepatnya diluncurkan tanggal 24 Agustus 1940, pada saat PD II sedang berkecamuk dengan hebat-hebatnya dan Nazi Jerman sediri banyak sekali meraih kemenangan di medan tempur Eropa.

Pasukan Inggris yang baru saja digasak mundur Nazi di wilayah Yunani langsung mempersiapkan armadanya secara besar-besaran guna mencari dan menghadang Bismarck.

Semua armada Inggris yang berpangkalan di Scapa Flow dikerahkan dengan target menemukam Bismarck secepatnya.

Bismarck saat itu dikawal oleh kapal perang yang juga merupakan saudara tuanya, Prinz Eugen.


Lautan Atlantik segera dipenuhi oleh kapal-kapal perang Inggris ukuran besar kecil seperti HMS Hood, Prince of Wales, Norfolk, Suffolk, Birmingham, Manchester, King George V, dan kapal induk Victorious.

Setelah pencarian yang melelahkan selama tiga hari posisi Bismarck dan Prinz Eugen berhasil ditemukan oleh armada Inggris.

Pertempuran laut yang seru pun berkobar. Kapal perang Inggris yang berhasil mencegat Bismarck dan Prinz Eugen antara lain, Suffolk, Norfolk, Hood, dan Prince of Wales.

Namun karena yang bisa menandingi Bismarck dan Prinz Eugen hanya Hood serta Prince of Wales, baik Suffolk maupun Norfolk hanya menonton

Tembak-menembak antara empat kapal raksasa yang tengah bertarung berlangsung sengit.

Tapi karena kapal perang Inggris kalah kuat dan sialnya lagi juga salah strategi, Hood yang dihujani tembakan meriam dari Bismarck dan Prinz Eugen meledak terbakar, patah jadi dua, kemudian tenggelam bersama ribuan pelautnya.

Prince of Wales dan dua kapal perang lainnya memilih mundur dari pertempuran, sedangkan Bismarck dan Prinz Eugen meneruskan perjalanannya.

Bismarck sendiri hanya mengalami kerusakan ringan dan Prinz Eugen tanpa kerusakan apapun.


Tapi kerusakan ringan yang dialami Bismarck sekalipun ringan cukup vital karena tangki bahan bakarnya bocor dan meninggalkan jejak berupa alur panjang di atas lautan Atlantik.

Jejak itu dengan cepat ditemukan pesawat pengintai Inggris dan rencana balas dendam untuk menghancurkan Bismarck pun dirancang lagi.

Upaya untuk menemukan kembali Bismarck ternyata cukup mudah, pesawat-pesawat pembom torpedo pun segera diluncurkan dari kapal induk Ark Royal.

Tapi dari 15 torpedo yang dijatuhkan hanya satu yang berhasil mengenai sasaran.

Sebaliknya meriam penangkis udara Bismarck berhasil merontohkan satu pesawat pembom.

Namun, torpedo yang berhasil mengenai Bismarck ternyata merusakkan kemudi kapalnya sehingga arah pergerakan Bismarck menjadi tak terkendali dan hanya berputar-putar saja.


Melihat kondisi musuhnya sudah makin lemah dan tidak bisa berlayar sesuai jalur, kapal-kapal perang Inggris dan pesawat-pesawat pembomnya segera datang mengeroyok Bismarck.

Setelah puluhan torpedo dan bom dilepaskan oleh kapal perang dan pesawat Inggris hingga stoknya habis, Bismarck akhirnya berhasil ditenggelamkan ke dalam laut.

Meskipun demikian, ketika dilakukan penyelidikan setelah PD II usai, mesin-mesin Bismarck yang sudah dihujani ribuan ton bom dan tenggelam itu ternyata masih tetap bagus.

Orbit Bumi Berbelok, Jupiter dan Venus Dinilai Sebagai Penyebabnya


Jika Anda pernah merasa bahwa kita berputar-putar bisa saja anda benar, akan tetapi pola penahanan kosmik yang kita hadapi mungkin sedikit lebih besar dari apa yang ada dalam benak Anda.

Dennis V. Kent, salah seorang peneliti geomagnetik dari Universitas Rutgers menjelaskan bahwa dalam siklus 405.000 tahun, orbit Bumi dibengkokkan oleh tarikan gravitasi Jupiter dan Venus.

"Ini adalah hasil yang mengejutkan karena siklus panjang ini, yang telah diprediksi dari gerakan planet hingga sekitar 50 juta tahun yang lalu, telah dikonfirmasi setidaknya hingga 215 juta tahun yang lalu," kata peneliti geomagnetik Dennis V. Kent dari Universitas Rutgers.

"Para ilmuwan sekarang dapat menghubungkan perubahan dalam iklim, lingkungan, dinosaurus, mamalia, dan fosil di seluruh dunia ke siklus 405.000 tahun ini dengan cara yang sangat tepat."

Selama beberapa dekade para peneliti telah mempelajari fenomena ini - sebuah contoh dari apa yang disebut siklus Milankovitch - yang membuat orbit kita hampir melingkar di sekitar Matahari bergeser menjadi satu yang sekitar 5 persen elips, sebelum melanjutkan lintasan melingkarnya.


Tapi, sebelum saat ini, bukti sejauh mana kembali ke Bumi dan sejarah tata Surya ini telah dibantah.

Berkat batu kuno yang dibor dari kedalaman di bawah Arizona's Petrified Forest National Park, kita mendapatkan gambaran yang lebih jelas.

Pada tahun 2013, Kent dan timnya mulai mengebor inti batu lebih dari 1.500 kaki, panjang (457 meter) dari butte di taman, menganalisis mereka untuk radioisotop yang kemudian menunjukkan usia dari batu itu dan menjadi bukti adanya pembalikan dalam polaritas medan magnet Bumi.

Ketika mereka membandingkannya dengan sampel sedimen dari cekungan Newark - bekas danau prasejarah yang membentang sebagian besar New Jersey - para peneliti menemukan bahwa siklus 405.000 tahun adalah pola astronomi yang paling teratur terkait dengan putaran tahunan Bumi mengelilingi Matahari, yang tanggal jauh ke belakang 215 juta tahun yang lalu, pada periode Trias.

"Ada siklus orbit lain yang lebih pendek, tetapi ketika Anda melihat ke masa lalu, sangat sulit untuk mengetahui mana yang Anda hadapi pada satu waktu, karena mereka berubah seiring waktu," kata Kent, yang juga berafiliasi dengan Universitas Columbia.

"Keindahan yang satu ini adalah ia berdiri sendiri. Ia tidak berubah. Semua yang lain bergerak di atasnya," tambah Kent.

Dengan memastikan bahwa siklus 405.000 tahun ini kembali ke masa sebelum dinosaurus ada, temuan ini memiliki implikasi pada bidang penelitian yang tak terhitung banyaknya -- berpotensi memengaruhi cara kita menafsirkan fosil dan menelusuri evolusi bentuk kehidupan, untuk lebih memahami gerakan planet.

Bagaimana bisa bumi yang dijepit oleh Jupiter dan Venus -- meskipun mereka sangat jauh -- dapat memengaruhi iklim Bumi, dan bagaimana hal ini mau tidak mau mempengaruhi perubahan pemanasan dan pendinginan dalam jangka waktu yang luas.

Hal ini tidak menandakan siapa pun harus menunjuk pada studi tersebut dan bersikeras bahwa iklim kita saat ini adalah akibat dari apa yang terjadi selain aktivitas manusia. Para penulis menunjukkan bahwa kecepatan multi-milenium dari efek siklus Milankovitch ini bukanlah sesuatu yang bisa kita sadari dalam kehidupan kita yang singkat.

"Di sisi lain, semua CO2 yang kita buang ke udara adalah enchilada besar . Dan itu memiliki efek yang bisa kita ukur sekarang."

Friday, August 26, 2022

Khurramisme: Pergerakan Keagamaan Abad Pertengahan di Timur Tengah


Pembunuhan Abu Muslim pada tahun 754 M, memicu serangkaian pemberontakan di bagian timur dunia Muslim oleh para pengikutnya dan kelompok lainnya.

Pemberontakan-pemberontakan ini mengambil corak sosio-religius dan sumber-sumber sejarah cenderung menyebut para pemberontak ini secara kolektif sebagai sekelompok "Khurramiyya."

Istilah "Khurramisme" mengacu pada seperangkat tradisi, kepercayaan, dan praktik keagamaan. Penggunaan istilah "Khurramiyya" (atau Khurramis) disematkan bagi mereka yang mempraktikkannya.

Adam Ali menulis dalam sebuah artikel kepada Medievalists berjudul Khurramism: The story of a medieval religious movement yang diterbitkan pada 17 Februari 2022.

Sebagian besar sumber menggambarkan kelompok Khurramiyya secara negatif. Hal itu dikarenakan beberapa keyakinan agama dan praktik budaya mereka, sebagian besar sumber melaporkannya dengan penuh skandal.

Khurramiyya dan Khurramisme disebutkan dan didiskusikan oleh beberapa sarjana modern. Namun, dalam kebanyakan kasus mereka disebutkan secara sepintas atau dibahas secara dangkal.

"Khurramisme tampaknya telah dipraktikkan di daerah perdesaan dan pegunungan Iran, Irak, Asia Tengah, sebagian Anatolia dan Suriah," imbuh Adam. Khurramisme memang berbagi beberapa elemen dengan Zoroastrianisme.

Bahkan, sumber menunjukkan bahwa Zoroaster, terutama raja dan imam, memandang Khurramisme dengan jijik dan bahkan menyebut penganutnya sebagai bidat (penambahan-penambahan baru dalam ajaran keagamaan).

Beberapa dari mereka percaya pada seks bebas, asalkan para wanita menyetujuinya, dan juga pada kebebasan menikmati semua kesenangan dan memuaskan kecenderungan seseorang. selama tidak merugikan orang lain. 

Khurramiyya pertama kali muncul dalam sejarah selama periode Sasania di Akhir Zaman Kuno. Di zaman itu mereka disebut sebagai Mazdakiyya atau Mazdakites dalam sumber karena pemimpin mereka adalah seorang pendeta Zoroaster yang disebut Mazdak.

Adapun pemberian nama Khurramiyya diperkirakan berasal dari nama pemimpin mereka, Babak Khorramdin (Xorramdin). Ia dikenal sebagai pemimpin gerakan Khurramisme di Timur Tengah, utamanya saat para Khurramis berhadapan dengan kekhalifahan Abbasiyah.

Menurut catatan kuno, At-Tabari, diperkirakan popularitas gerakan Khurramisme ini muncul sekitar tahun 736 M, di mana seorang misionaris menjuluki gerakan ini dengan istilah "Din al-Khorramiya." setelahnya, secara berangsur-angsur pemberontakan meletus di banyak kota di Timur Tengah. 


Pemberontakan mereka dimanifestasikan sebagai pemberontakan agama karena agama adalah satu-satunya bentuk yang dapat dilakukan gerakan tersebut untuk memobilisasi sejumlah besar orang untuk aksi politik yang melampaui keluarga, lingkungan, desa, dan klan.

Beberapa sejarawan memandang gerakan Khurramisme di abad pertengahan ini sebagai sekelompok radikalis yang ingin selalu tampil dalam panggung sejarah. Mereka dikaitkan dengan pelengseran hingga pembunuhan para penguasa dan raja.

Namun, pada dasarnya gerakan ini hidup diantara bangsa Sasania yang merupakan sekelompok komunitas muslim.

"Tak satu pun dari gerakan utama Khurramisme ini adalah restorasionis. Artinya tidak satupun dari mereka berusaha untuk membongkar kekhalifahan atau untuk mengakhiri Islam," pungkasnya.

Komunitas ini mulai menghilang dan tenggelam pasca pertempuran dengan Abbasiyyah. Pertempuran yang dimenangkan Abbasiyah itu menyebabkan ribuan Khurramis melarikan diri ke Byzantium.

Di Byzantium, mereka disambut oleh Kaisar Theophilos, dan mereka bergabung dengan tentara Bizantium di bawah pemimpin Iran mereka, Theophobos.

Wednesday, August 24, 2022

Dua UFO Terbang Melewati Helikopter di Prancis, Benarkah?


Benda berbentuk tak lazim di langit sering kali disebut sebagai unidentified flying object (UFO) atau benda terbang yang tak dikenali. Tak terkecuali penampakan di pantai barat daya Perancis pada 2014 silam. Sebuah rekaman menunjukkan adanya dua benda aneh yang terbang melewati helikopter.

Saat itu, helikopter tersebut sedang terbang untuk melakukan tindak penyelamatan dari tenggelamnya sebuah kapal kargo. Sesaat sebelum itu, kapal kargo bernama Luno dilaporkan menabrak tembok di laut Anglet dan terbelah menjadi dua. Ketika menerima laporan, sebuah helikopter diutus untuk melakukan operasi penyelamatan 12 orang di kapal tersebut.

Saat operasi penyelamatan inilah, dua benda berbentuk cakram perak terekam terbang sangat dekat dengan posisi helikopter. Bahkan, banyak orang berpendapat bahwa benda itu seolah-olah mengawasi operasi penyelamatan itu.

Jason Gleave, seorang yang mempelajari film tentang UFO percaya bahwa kedua benda itu bukan drone atau burung camar. 
"Setelah menganalisis rekaman, benda kembar itu melintas ke bagian belakang helikopter dengan kecepatan sangat tinggi dan sangat dekat (dengan helikopter)," kata mantan anggora Royal Air Force tersebut, dikutip dari New York Post, Senin (26/03/2018).

"Teori lain tentang kedua benda itu mungkin adalah drone atau bahkan burung, tetapi drone tidak mungkin karena biasanya tidak akan beroperasi dalam jarak sangat dekat dengan helikopter penyelamat karena kondisi cuaca yang tak menentu," imbuhnya.

Setelah menganalisis hal tersebut, Gleave percaya bahwa kedua benda itu adalah UFO. "Setelah analisis lebih dekat dari frame video, kedua obyek tetap bersama dalam penerbangan, dalam formasi kompak yang ketat dan tidak menyimpang satu sama lain," tegas Gleave.

Keterangan Gleave mendapat dukungan dari Nick Pope, seseorang yang mengelola bagian UFO di Kementerian Pertahanan Inggris selama tiga tahun. "Jason telah terlibat dalam penelitian dan penyelidikan UFO dan misteri lainnya selama bertahun-tahun, tetapi bidang keahlian khususnya adalah analisis citra," ujar Pope.

"Jason memiliki keahlian dan pengalaman dalam memeriksa foto dan video dengan saksama, memilah antara fakta dan fiksi," tutupnya.

Sunday, August 21, 2022

Bintang Raksasa Betelgeuse Perlahan Pulih setelah Meledakkan Puncaknya

 Bintang Betelgeuse muncul sebagai titik cahaya cemerlang, merah delima, berkelap-kelip di bahu kanan atas konstelasi musim dingin Orion the Hunter. Akan tetapi jika dilihat dari dekat, para astronom mengetahuinya sebagai monster yang mendidih. Memiliki detak jantung yang teratur selama 400 hari.

Bintang yang menua ini diklasifikasikan sebagai raksasa super karena telah membengkak hingga diameter yang menakjubkan sekitar 1,6 miliar kilometer. Jika ditempatkan di pusat tata surya kita, ia akan menjangkau orbit Jupiter. Nasib utama bintang itu adalah meledak sebagai supernova. Ketika itu akhirnya terjadi, itu akan terlihat sebentar di langit siang hari dari Bumi. Namun ada banyak kembang api yang terjadi sekarang sebelum ledakan terakhir.

Para astronom yang menggunakan Hubble dan teleskop lainnya telah menyimpulkan bahwa bintang itu meledakkan sebagian besar permukaannya yang terlihat pada tahun 2019.

Ini belum pernah terlihat pada bintang. Matahari kita yang merajuk secara rutin mengalami ejeksi massal dari atmosfer luarnya, korona. Akan tetapi peristiwa-peristiwa itu jauh lebih lemah daripada yang terlihat di Betelgeuse. Petunjuk pertama datang ketika bintang itu secara misterius menjadi gelap pada akhir 2019. Awan besar debu yang menutupi terbentuk dari permukaan yang terlontar saat mendingin.

Para astronom kini telah menyusun skenario untuk pergolakan tersebut. Dan bintang itu masih perlahan pulih; fotosfer sedang membangun kembali dirinya sendiri. Dan interiornya bergema seperti bel yang dipukul dengan palu godam, mengganggu siklus normal bintang. Ini tidak berarti bintang monster itu akan meledak dalam waktu dekat. Namun kejang-kejang di akhir kehidupan dapat terus memukau para astronom.


Para astronom menganalisis data dari Teleskop Luar Angkasa Hubble NASA dan beberapa observatorium lainnya. Mereka menyimpulkan bahwa bintang super raksasa merah terang Betelgeuse benar-benar meledakkan puncaknya pada tahun 2019. Kehilangan sebagian besar permukaannya yang terlihat dan menghasilkan Surface Mass Ejection (SME) raksasa. Ini adalah sesuatu yang belum pernah terlihat dalam perilaku bintang normal.

Matahari kita secara rutin meniup bagian atmosfer luarnya yang lemah, korona, dalam peristiwa yang dikenal sebagai Coronal Mass Ejection (CME). Akan tetapi SME Betelgeuse meledak 400 miliar kali lebih banyak daripada CME biasa!

Bintang monster ini perlahan pulih dari pergolakan bencana ini. "Betelgeuse terus melakukan beberapa hal yang sangat tidak biasa sekarang; interiornya seperti memantul," kata Andrea Dupree dari Center for Astrophysics | Harvard & Smithsonian di Cambridge, Massachusetts.

Pengamatan baru ini menghasilkan petunjuk tentang bagaimana bintang merah ini kehilangan massa di akhir kehidupan mereka. Saat tungku fusi nuklir mereka terbakar, sebelum meledak sebagai supernova. Jumlah kehilangan massa secara signifikan memengaruhi nasib mereka. Namun, perilaku merajuk Betelgeuse yang mengejutkan bukanlah bukti bahwa bintang itu akan meledak dalam waktu dekat. Jadi peristiwa kehilangan massa belum tentu merupakan sinyal ledakan yang akan segera terjadi.

Dupree saat ini menyatukan semua potongan teka-teki dari perilaku merajuk bintang itu. Sebelum, sesudah, dan selama letusan menjadi cerita yang koheren tentang kejang-kejang yang belum pernah terlihat sebelumnya pada bintang yang menua.

“Kami belum pernah melihat ejeksi massal besar-besaran dari permukaan bintang. Kami dibiarkan dengan sesuatu yang terjadi yang tidak sepenuhnya kami pahami. Ini adalah fenomena yang sama sekali baru yang dapat kami amati secara langsung dan selesaikan detail permukaan dengan Hubble. Kami menyaksikan evolusi bintang secara nyata," tutur Dupree.

Ledakan besar pada tahun 2019 mungkin disebabkan oleh gumpalan konvektif. Lebih dari 1,6 juta kilometer, menggelegak dari jauh di dalam bintang. Ini menghasilkan kejutan dan denyutan yang meledakkan potongan fotosfer. Meninggalkan bintang dengan area permukaan dingin yang besar di bawah awan debu yang dihasilkan oleh potongan fotosfer yang mendingin. Betelgeuse kini berjuang untuk pulih dari cedera ini.

Temuan ini diterbitkan di The Astrophysical Journal pada 2 Agustus dengan judul "The Great Dimming of Betelgeuse: a Surface Mass Ejection (SME) and its Consequences."

Thursday, August 18, 2022

Anomali Misterius di Afrika yang Memengaruhi Medan Magnetik Bumi

Medan magnet bumi tak hanya memberikan kita dua kutub yang kita kenal saat itu, kutub utara dan kutub selatan. Medan magnet bumi juga membuat bumi dan seisinya terlindung dari angin surya (solar wind) dan radiasi sinar kosmik ––
partikel bermuatan berenergi tinggi yang berasal dari luar atmosfer Bumi
.

Namun ternyata ada sebuah masalah yang muncul, medan gaya tak kasat mata ini dengan cepat melemah. Para ilmuwan bahkan berpikir bahwa kedua kutub ini dapat benar-benar saling bertukar. Mereka menyebutnya dengan pembalikan polaritas.

Memang terdengar gila, namun hal ini sebenarnya memang terjadi walau pada rentang waktu yang sangat lama, yakni dalam ribuan tahun. Pembalikan polaritas ini diperkirakan terakhir kali terjadi sekitar 780.000 tahun yang lalu.

Tidak ada yang tahu pasti apakah akan ada pembalikan polaritas berikutnya. Salah satu alasan ketidaktahuan ini adalah kurangnya data dan bukti yang nyata.

Wilayah yang paling banyak menjadi perhatian ilmuwan saat ini adalah kawasan yang disebut dengan istilah "Anomali Atlantik Selatan" –– sebuah kawasan luas yang membentang dari Cile ke Zimbabwe.

Hamparan tanah luas ini sangat lemah dalam perlindungan radiasi sehingga banyak radiasi yang masuk dan mengganggu berbagai barang elektronik. Karena itulah kawasan ini menjadi area yang berbahaya bagi satelit bumi. Radiasi tersebut dapat mengganggu peralatan elektronik satelit, bahkan ketika satelit hanya melintas.

Bukti data arkeomagnetik

"Kami sudah lama tahu bahwa medan magnet mengalami perubahan, namun kami tidak benar-benar tahu apakah hal tersebut normal untuk wilayah ini dalam skala waktu yang lebih lama", kata Vincent Hare, fisikawan University Rochester, New York.

Salah satu alasan ilmuwan tidak tahu banyak tentang sejarah magnetik wilayah bumi ini adalah karena mereka tidak memiliki apa yang disebut dengan data arkeomagnetik –– bukti fisik daya tarik di masa lalu Bumi, yang tersimpan dalam peninggalan arkeologi sejak zaman dahulu.  

Mungkin salah satu hal yang dapat dijadikan sebagai bahan literasi para peneliti adalah sebuah ritual yang dilakukan oleh sekelompok orang Afrika kuno yang tinggal di lembah Sungai Limpopo –– berbatasan dengan Zimbabwe, Afrika Selatan dan Botswana. Daerah-daerah tersebut merupakan daerah yang termasuk dalam Anomali Atlantik Selatan ini.

Sekitar 1.000 tahun yang lalu, orang-orang dari suku Bantu telah mengamati sebuah ritual klenik dalam menghadapi tantangan lingkungan.

Selama masa kekeringan, mereka akan membakar gubuk tanah liat dan sampah gandum. Hal ini dilakukan dalam sebuah ritual sakral pembersihan suci dengan tujuan untuk membuat hujan turun.

Ritual kuno inilah yang ternyata nantinya dapat berguna bagi para peneliti berabad-abad kemudian.

"Ketika mereka membakar tanah liat pada suhu yang sangat tinggi, mereka sebenarnya sedang menstabilkan mineral magnetik. Kemudian saat proses ini selesai dan mendingin, mereka \'mengunci\' catatan medan magnet bumi," jelas salah satu tim, ahli geofisika John Tarduno.

Dengan demikian, analisis terhadap artefak kuno yang bertahan dari pembakaran ini dapat menunjukkan lebih dari sekadar praktik budaya nenek moyang orang Afrika selatan saat ini, namun juga dapat menunjukan perihal medan magnet bumi saat itu.

"Kami mencari perilaku anomali yang berulang karena kami pikir itulah yang terjadi hari ini dan menyebabkan Anomali Atlantik Selatan," kata Tarduno.

"Kami menemukan bukti bahwa anomali ini telah terjadi di masa lalu, dan ini membantu kita mengkontekstualkan perubahan arus di medan magnet."

Seperti "kompas yang membeku sesaat setelah pembakaran", artefak tersebut menunjukkan bahwa pelemahan di Anomali Atlantik Selatan bukanlah fenomena sejarah yang berdiri sendiri.

Fluktuasi serupa pernah terjadi pada tahun 400-450, 700-750, dan 1225-1550 –– dan fakta bahwa ada sebuah pola yang mengatakan bahwa posisi Atlantik Selatan Anomali bukanlah kebetulan geografis.

"Kami mendapatkan bukti kuat bahwa ada hal yang tidak biasa mengenai batas lapisan-inti di bawah Afrika yang dapat memiliki dampak penting pada medan magnet global," kata Tarduno.

Pelemahan medan magnet bumi ini -- yang telah berlangsung selama 160 tahun terakhir ––  diperkirakan disebabkan oleh waduk besar dari batu padat yang disebut African Large Low Shear Velocity Province, yang terletak sekitar 2.900 kilometer (1.800 mil ) di bawah benua Afrika.

"Ini adalah fitur mendalam yang pastinya berusia puluhan juta tahun," para peneliti menjelaskan dalam sebuah pembicaraan tahun lalu.

Daerah padat ini, berada di antara "besi cair" dari inti luar Bumi dan lapisan Bumi yang lebih dingin dan kaku. Daerah ini menurut peneliti dapat mengganggu besi-besi yang membantu menghasilkan medan magnet Bumi.

Masih banyak penelitian yang harus dilakukan sebelum kita dapat mengetahui lebih banyak tentang apa yang terjadi di sini.

Seperti yang dijelaskan oleh para peneliti, gagasan konvensional tentang pembalikan polaritas adalah bahwa hal ini dapat terjadi di manapun di inti Bumi -- namun temuan terbaru menunjukkan apa yang terjadi di medan magnet ini terkait dengan fenomena di tempat-tempat khusus di batas lapisan-inti.

Jika mereka benar, kita akan berhasil mengetahui jawaban dari "teka-teki" besar ini –– berkat ritual pembakaran tanah liat beberapa ribu tahun yang lalu.

"Kami sekarang tahu bahwa perilaku yang tidak biasa ini telah terjadi setidaknya beberapa kali selama 160 tahun terakhir, dan hal ini merupakan bagian dari pola jangka panjang yang lebih besar," kata Hare.

"Namun, terlalu dini untuk mengatakan dengan pasti apakah perilaku ini akan menghasilkan pembalikan polaritas secara penuh."

Selidik Kapal Langka berusia 400 tahun yang Ditemukan di Sungai Jerman


Para arkeolog maritim di Jerman utara telah menemukan puing-puing kapal kargo berusia 400 tahun. Kapal yang ditemukan di sungai Jerman itu adalah 'kapsul waktu' yang terawetkan dengan memukau.

Puing-puing kapal kargo tersebut "tenggelam hampir berdiri" dan lolos dari pembusukan cacing kapal yang rakus. Puing kapal ini masih memiliki tong kapur yang dibawanya untuk industri pembuatan batu berabad-abad yang lalu.

Kapal ini merupakan penemuan langka, berasal dari periode Hanseatic, ketika sekelompok serikat perdagangan Eropa utara mendominasi Laut Baltik dan Laut Utara dari abad ke-13 hingga ke-17.

Kayu dengan cepat membusuk di bawah air di wilayah ini, dan beberapa bangkai kapal seusia ini pernah ditemukan.

Para arkeolog maritim berpendapat bahwa bangkai kapal itu bertahan di bawah gelombang karena dengan cepat ditelan dan dilindungi oleh lapisan lumpur halus. Lumpur itu dibawa ke sana oleh sungai Trave, yang mengarah ke kota Lübeck sekitar 5 mil (8 kilometer) ke daratan.

Sisa-sisa kapal pertama kali ditemukan pada tahun 2020 selama survei sonar rutin oleh otoritas saluran navigasi di Trave. Kapal terletak pada kedalaman sekitar 36 kaki (11 meter) di bentangan luar sungai yang didominasi air asin, antara Lübeck dan pelabuhan Travemünde di mulutnya ke Laut Baltik.

Kapal yang rusak itu memiliki panjang antara 66 hingga 82 kaki atau sekitar 20 hingga 25 m. Dan mungkin merupakan sebuah galliot, sebuah kapal kargo bertiang tunggal yang umum selama periode Hanseatic.



Penyelam telah melakukan 13 kali penyelaman ke kapal yang tenggelam, total 464 menit, untuk membuat laporan pertama tentang kapal karam berusia 400 tahun itu.

Fritz Jürgens, arkeolog maritim utama pada proyek tersebut dari University in Germany kepada Live Science. Pada saat itu, kota-kota dan serikat pekerja di Jerman utara dan di tempat lain di Eropa membentuk blok yang sukses yang mendominasi perdagangan di seluruh Baltik dan Laut Utara.

"Lapisan lumpur sungai di atas bangkai kapal mungkin telah mencegahnya dijajah oleh Teredo navyis, sejenis kerang air asin yang disebut "cacing kapal" yang dengan cepat memakan kayu yang terendam," kata Jürgens.

Bivalvia dengan cepat menghancurkan puing-puing kayu di wilayah Baltik barat, tetapi tidak hidup di perairan yang lebih dingin di Baltik timur. Akibatnya, bangkai kayu berusia berabad-abad seperti yang ada di Trave hampir tidak pernah ditemukan di barat.

Di dalam kapal itu, ditemukan sekitar 150 tong kayu yang hampir utuh. Temuan itu menunjukan bahwa kapal itu membawa muatan kapur ketika tenggelam pada akhir abad ke-17.

Kapur cepat dibuat dengan membakar batu kapur dan merupakan bahan penting untuk mortar yang digunakan dalam pengerjaan batu.

"Sumber untuk ini adalah Skandinavia, di tengah Swedia atau di utara Denmark," kata Jürgens. "Kami tahu bahwa kargo ini datang dari sana, kemungkinan besar ke Lübeck, karena Jerman utara tidak memiliki sumber batu kapur yang besar."



Kemungkinan kapal telah berbelok sebelum masuk ke Lübeck. Ketika kandas di sebuah beting di sungai, daerah dangkal yang masih ada sampai sekarang dan masih mengancam kapal-kapal yang tidak mengetahuinya.

Bangkai kapal yang tenggelam dan muatannya kini telah difoto di tempat oleh Christian Howe, seorang penyelam ilmiah yang berbasis di Kiel. Seluruh kapal diperkirakan akan diangkat dari dasar sungai selama beberapa tahun ke depan.

Lübeck terkenal dengan pembuatan kapal pada periode Hanseatic, jadi mungkin saja kapal itu dibangun di sana.

"Tapi kapal seperti itu biasa terjadi di seluruh wilayah pada saat kapal tenggelam di Trave, jadi mungkin itu dibangun di tempat lain di Eropa," kata Manfred Schneider, kepala departemen arkeologi Lübeck dan pemimpin proyek untuk menyelamatkan kapal.

Bangkai kapal ini terkenal karena pelestariannya yang luar biasa, tidak hanya karena kurangnya serangan cacing kapal dan organisme laut lainnya, tetapi juga karena muatannya yang berat.

"Masih ada sekitar 70 barel di lokasi aslinya di kapal, dan 80 barel lagi di sekitarnya," kata Schneider "Kapal itu tenggelam hampir berdiri dan tidak terbalik."

Wednesday, August 17, 2022

Setelah 500 Tahun, Misteri Kepunahan Suku Aztec Terpecahkan


Setelah lebih dari 500 tahun berlalu, peneliti berhasil mengungkap alasan di balik kepunahan suku Aztec. Cocoliztli atau wabah penyakit ditunjuk sebagai biang keladi yang menghancurkan hampir seluruh populasi suku di Meksiko ini.

Ini bermula pada tahun 1545 dimana bencana melanda Aztec. Orang-orang mulai terserang demam tinggi, sakit kepala dan pendarahan dari mata, mulut dan hidung. Kematian akan mengikuti mereka hanya dalam rentang waktu 3-4 hari saja.

Dengan cepat, populasi suku tersebut merosot. Kira-kira sebanyak 15 juta orang atau 80 persen dari populasi terbunuh dalam bencana yang berlangsung selama lima tahun tersebut.

Biarawan Fransiskan, Fray Juan de Torquemada menggambarkan bagaimana wabah itu menghancurkan peradaban kala itu.

"Demam itu menular, terasa membakar dan terus menerus. Lidah kering dan hitam. Rasa hausnya luar biasa. Urin berwarna hijau laut, hitam, kadang kehijauan menjadi pucat. Denyut nadi kadang cepat, kadang melemah," tuturnya.

Torquemada melanjutkan, selokan-selokan besar digali dari pagi sampai matahari terbenam. Tidak ada yang dilakukan kecuali membawa mayat dan melemparkan ke selokan itu.

Penduduk menyebut bencana itu disebabkan oleh wabah penyakit. Namun, tidak ada yang pernah tahu pasti wabah apakah itu.

Baru setelah 500 tahun berlalu, peneliti berhasil mengungkap penyebabnya setelah melakukan studi pada DNA gigi korban yang meninggal.

"Penyebab epidemi ini telah lama diperdebatkan dan sekarang kita dapat memberikan bukti langsung melalui DNA," kata Åshild Vågene peneliti dari University of Tuebingen, Jerman.

Peneliti berhasil mengungkap dengan menganalisis DNA yang diambil dari 29 kerangka yang dikubur di pemakaman. Dengan menggunakan teknik penyaringan DNA baru yang disebut Meta Genome Analyzer Alignment Tool (MALT), para peneliti menemukan jejak bakteri Salmonella enterica.

Bakteri ini diketahui menyebabkan demam enterik yang berkorelasi dengan tipus.

Penjajah dari Eropa menyebarkan penyakit ini, membawa kuman dan memaparkannya kepada populasi lokal yang tidak pernah bertemu dan memiliki kekebalan terhadapnya, sementara Salmonella enterica sendiri telah ada di Eropa pada abad pertengahan.


Banyak galur Salmonella yang menyebar melalui makanan atau air yang terinfeksi, atau juga terbawa dari hewan peliharaan orang-orang Eropa.

"Kami menguji semua bakteri patogen dan virus DNA yang data genomnya ada. Dan S. enterica adalah satu-satunya kuman yang terdeteksi," kata Alexander Herbig, peneliti lain yang terlibat dalam studi ini.

Lalu, meski ada patagon lain yang tidak terdeteksi atau sama sekali tidak diketahui, peneliti percaya S.enterica adalah kandidat kuat penyebab wabah.

"Ini adalah kemajuan penting yang tersedia bagi periset penyakit kuno. Sekarang kita bisa mencari jejak molekuler dari banyak agen infeksi dalam catatan arkeologi yang sebelumnya penyebabnya tidak diketahui," kata Kirsten Bos, arkeolog sekaligus peneliti dalam studi ini.

Tuesday, August 16, 2022

Ilmuan: Penduduk Asli Amerika Tertua adalah Orang Asia


Belum lama ini para ilmuwan dari Universitas Cambridge telah menemukan fosil yang disebut sangat menakjubkan di Alaska.

Mereka menemukan dua fosil bayi yang merupakan bukti kuat tentang migrasi pertama kali yang dilakukan orang Asia Timur ke Amerika Utara.

Selain migrasi pertama kali, para ilmuwan juga mengklaim temuannya itu adalah penduduk asli tertua di Amerika.

"Ini mewakili keturunan tertua penduduk asli Amerika yang sejauh ini ditemukan. Ini adalah fakta bahwa kelompok dari fosil ini lebih tua dari semua penduduk asli Amerika lainnya dan yang menempati Amerika untuk pertama kalinya," kata salah satu peneliti, Profesor Eske Willerslev, ahli genetika evolusioner dari Universitas Cambridge, dilansir dari The Independent, Rabu (3/1/2018).

Hal itu diketahui para ilmuwan setelah mereka melakukan tes DNA untuk menyelidiki genetika anak tersebut.

Temuan yang sudah diterbitkan dalam jurnal Nature pada Rabu (3/1/2018) menunjukkan bahwa kemungkinan Alaska sudah memiliki penduduk sejak 25.000 tahun lalu. Ini berarti 10.000 tahun lebih awal dari yang diperkirakan para arkeolog selama ini.

Para ilmuwan menyebut, temuan baru ini berasal dari populasi Beringian kuno.

Sisa-sisa bayi yang disebut "Xach\'itee\'aanenh T\'eede Gaay" yang artinya "anak perempuan matahari" terbit memberi wawasan baru bagi profesor Willerslev dan koleganya tentang prasejarah Amerika.

Kedua bayi itu diprediksi hidup 11.500 tahun lalu di situs yang dikenal sebagai Upward Sun River (USR) di Alaska.

"Informasi baru ini akan membantu kita menampilkan gambaran prasejarah asli orang Amerika yang lebih akurat. Ini lebih kompleks dari yang kita duga." kata Dr Ben Potter, seorang antropolog dari University of Alaska Fairbanks yang terlibat dalam penelitian.

Dalam abstrak makalah tersebut, dituliskan bahwa tim peneliti juga mengurutkan genom dari salah satu fosil yang ditemukan di USR dan membandingkannya dengan penduduk asli Amerika.

Perbandingan jumlah kemiripan dan perbedaan genetik pada manusia kuno dan kontemporer ini menuntun para ilmuwan untuk melihat pergerakan orang-orang kuno Asia ke Amerika Utara yang jauh lebih awal.

Analisis mereka menunjukkan Beringian kuno dan nenek moyang penduduk asli Amerika lainnya berasal dari satu populasi yang berpisah dari orang Asia Timut sekitar 25.000 tahun lalu.

Hasil tes DNA menunjukkan, fosil bayi perempuan itu tidak sesuai dengan profil genetik yang dimiliki orang-orang Amerika asli kuno dari utara.

Hal ini menunjukkan populasi Beringian kuno terbelah dari penduduk asli Amerika sekitar 20.000 tahun lalu. Sebagian ada yang pindah ke selatan di sepanjang pantai Pasifik.

Saat berpisah, penduduk asli Amerika terbagi menjadi dua kelompok genetik berbeda. Satu yang ada di utara, dan lainnya di selatan.

"Temuan ini menciptakan peluang bagi penduduk asli Alaska untuk mendapatkan pengetahuan baru tentang hubungan mereka dengan penduduk asli Amerika Utara dan orang Beringian kuno," ujar Dr Potter.

Dua Makam Mesir Kuno Berusia 3.500 Tahun Digali, Salah Satunya Memiliki Mumi


Dua makam Mesir kuno yang berasal dari Dinasti ke-18 (1500-1292 SM) ditemukan di nekropolis Dra\' Abu el-Naga di Luxor, Mesir. Kedua makam tersebut diduga milik pejabat yang bertugas di ibukota kuno Thebes, wilayah yang kini merupakan situs warisan dunia UNESCO.

Makam tersebut disurvei dan diberi nomor oleh ahli Mesir kuno asal Jerman, Friederike Kampp-Seyfried pada 1990-an. Saat itu, makam yang dikenal sebagai Kampp 161 tidak pernah dibuka, sementara makam lainnya yang diidentifikasi sebagai Kampp 150 hanya digali hingga pintu masuknya. Kedua makam itu baru-baru ini ditemukan kembali dan digali oleh para arkolog Mesir.

Nama-nama kedua pejabat yang dikubur di makam tersebut belum diketahui, karena tidak prasasti yang memuat nama penghuni makam tersebut.

Kampp 161 kemungkinan berasal dari rezim Amenhotep II atau Thutmose IV. Kesimpulan tersebut berdasarkan perbandingan gaya dan arsitektural dengan makam lain di daerah itu. Dari perbandingan, diperkirakan makam itu berusia sekitar 3.400 tahun.

Dinding barat makam Kampp 161 memiliki gambar peristiwa sosial yang rumit, kemungkinan sebuah perjamuan, dengan seorang tokoh yang mempersembahkan korban kepada penghuni makam dan istrinya. Topeng-topeng penguburan yang terbuat dari kayu, sisa-sisa furnitur, dan peti mati berhias juga ditemukan di dalam makam.

Kampp 150 kemungkinan besar berasal dari masa pemerintahan Thutmose I
kira-kira satu abad lebih awal dari pada Kampp 161
-berdasarkan sebuah cartouche yang ditemukan di makam. Sementara tidak ada prasasti yang bertuliskan nama, namun banyak benda-benda penguburan yang menampilkan nama seorang penulis, Maati, dan istrinya Mohi, ditemukan di halaman makam. Hal ini kemungkinan mengisyaratkan identifikasi pekerjaan penghuni makam tersebut.

Selain itu, arkeolog juga menemukan patung kayu berwarna-warni, topeng pemakaman, dan mumi terbungkus linen di dalam makam ini.

"Ini adalah pertama kalinya kami memasuki dua makam ini," ujar Menteri Kepurbakalaan Mesir, Khaled El-Enany.

Sementara ekspedisi arkeologi asing memiliki sejarah panjang dalam penggalian situs kuno Mesir, seorang pejabat senior Kementerian Kepurbakalaan Mesir mencatat bahwa penemuan kembali dan penggalian makam oleh arkeolog Mesir mencerminkan profesionalisme dan keahlian yang berkembang dari komunitas ilmiah asli negara tersebut.

Monday, August 15, 2022

Berasal dari Timur Tengah, Bagaimana Kucing Menaklukkan Dunia?


 Pada zaman sekarang, kucing telah tersebar di seluruh dunia, menjadi salah satu peliharaan favorit banyak orang. Namun, sekitar 10.000 tahun yang lalu, sebenarnya kucing bukanlah hewan peliharaan. Lantas, bagaimana kucing menaklukkan dunia?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, para ahli menganalisis DNA kucing modern dan kuno. Hasilnya, kucing saat ini adalah keturunan dari subspesies kucing liar Felis silvestris lybica di Mesir dan Timur Tengah.

Kucing kemudian didomestikasi atau dijinakkan beberapa kali di lokasi berbeda di seluruh dunia, dengan dua gelombang besar domestikasi. Hingga kemudian kucing tersebar ke seluruh dunia.

Temuan tersebut telah dipublikasikan dalam jurnal Nature Ecology and Evolution dengan judul "The palaeogenetics of cat dispersal in the ancient world" yang dapat diakses secara daring.

Dijelaskan, kucing liar (Felis silvestris) tersebar di seluruh Dunia Lama. Para ilmuwan membedakan lima subspesies liar yang terpisah secara geografis: Felis silvestris silvestris, Felis silvestris lybica, Felis silvestris ornata, Felis silvestris cafra, dan Felis silvestris bieti.

Analisis data genetik modern mengungkapkan bahwa hanya satu dari mereka, Felis silvestris lybica, yang akhirnya dijinakkan.

"Kucing dijinakkan sekitar 10.000 tahun yang lalu oleh petani pertama di Timur Dekat," kata rekan penulis studi Eva-Maria Geigl dan Thierry Grange, dari CNRS dan University Paris Diderot, seperti dilansir Sci-News.

"Mereka secara alami mendekati komunitas manusia karena kepentingan bersama: mereka tertarik ke desa karena sejumlah besar hewan pengerat itu sendiri yang terpikat oleh simpanan gandum jelai dan gandum."

Perkembangan ini, katanya, hanya bermanfaat bagi manusia. Mereka tidak hanya membantu membasmi tikus, tetapi juga ular dan spesies berbisa lainnya yang juga ada dalam menu Felis silvestris lybica.

Catatan sejarah dan arkeologi telah lama memberikan kepercayaan pada hipotesis peningkatan kedekatan ini, dan berpotensi lebih, antara kucing dan manusia sejak awal pertanian.

"Kerangka seekor kucing ditemukan di Siprus di makam seorang anak yang berasal dari 7500 SM," kata para peneliti.

"Sebuah makam yang tidak berisi apa-apa selain tulang dari beberapa kucing yang tidak berhubungan ditemukan di pemakaman Mesir yang berasal dari sekitar 4500 SM."

Setelah didewakan, lanjutnya, dalam gambar Mesir sebagai penolong Raja Matahari, Ra, kucing itu digambarkan dalam adegan berburu dari milenium kedua SM. Sebelum muncul dalam gambar domestik, di bawah kursi pria atau wanita rumah, bahkan terkadang dengan kerah.

Studi genetik yang dilakukan pada kucing modern mengonfirmasi kedekatan genetik antara hewan peliharaan saat ini dan Felis silvestris lybica, tetapi mekanisme pasti bagaimana kucing menyebar tetap diselimuti misteri.

Untuk melacak asal-usul kucing domestik, penulis memeriksa DNA dari 230 kucing kuno dan modern dari Eropa, Afrika utara dan timur, dan Asia barat daya. Membentang sekitar 9.000 tahun, dari periode Mesolitik hingga abad kedua puluh Masehi.

"Kami memiliki spesimen kucing Eropa yang hidup 9.000 tahun yang lalu, kucing Balkan dari 6.000 tahun yang lalu, dan kucing yang hidup di Anatolia antara 6.000 tahun yang lalu dan akhir Kekaisaran Ottoman,” kata para ilmuwan.

"Kami juga menganalisis lusinan kucing mumi dari Mesir selama era Ptolemeus (dari abad ketiga hingga pertama SM). Namun hanya enam dari mumi ini yang membuahkan hasil. DNA yang lain terlalu rusak karena kondisi penyimpanan yang buruk di daerah yang panas dan kering ini."

Menurut para peneliti, Felis silvestris lybica memang merupakan nenek moyang kucing domestik masa kini. Namun, yang sangat mengejutkan mereka, mereka menemukan bukan hanya satu tetapi dua gelombang domestikasi.

Peristiwa besar pertama mungkin terjadi di Fertile Crescent sekitar 7.500 tahun yang lalu, dari kucing liar yang berasal dari Anatolia.

"Kucing kemudian dapat terlihat bergerak dengan populasi manusia sedini 5.000 hingga 6.000 tahun yang lalu, ketika para petani menyebar dari Timur Dekat ke Eropa, dan juga dengan komunitas pelaut," kata para penulis.

"Kami melihat penyebaran tanda genetik varian lybica Anatolia ke seluruh benua."

Menurut mereka, kucing tampaknya telah melakukan perjalanan di sepanjang rute perdagangan maritim, serta dengan ekspedisi militer, yang juga didukung oleh bukti sejarah.

"Pada abad pertengahan, pelaut wajib memiliki kucing di kapal, untuk memerangi tikus dan tikus rumah yang sering menjadi hama di kapal," kata peneliti.

Gelombang domestikasi besar kedua terjadi pada periode Yunani dan Romawi, ketika tren kucing Mesir menyebabkan pergerakan kucing domestik keturunan dari Afrika Utara Felis silvestris lybica ke Eropa.

"Pada titik ini kita mulai melihat kegilaan nyata untuk kucing Mesir, varian lokal lybica, yang sebenarnya disebutkan dalam tulisan sejarawan Yunani Herodotus (abad kelima SM)," kata para ilmuwan.

"Kucing Mesir dengan sangat cepat menyebar melalui dunia Yunani dan Romawi kuno, dan bahkan lebih jauh lagi, karena kucing ditemukan di pelabuhan Viking yang didirikan di Laut Baltik antara tahun 500 dan 800 M."

Tim juga menganalisis salah satu penanda genetik langka domestikasi pada kucing, pewarnaan bulu mereka.

"Pengkodean gen untuk bintik-bintik dan bintik-bintik hanya ditemukan pada kucing domestik, sedangkan bulu kucing liar selalu bergaris," kata para peneliti.

Sunday, August 14, 2022

Tren "Kodokushi", Mati Dalam Kesendirian Terus Tumbuh di Jepang



Bau busuk tercium saat petugas kebersihan, Hidemitsu Ohshima, masuk ke sebuah apartemen kecil di Tokyo, di mana seorang pria terbaring dan membusuk selama tiga pekan.

Dilansir dari AFP, Kamis (30/11/2017), pria yang diyakini berusia 50 tahun itu meninggal sendirian di kota dengan penduduk lebih dari 10 juta orang, tanpa seorang pun tahu dia telah meninggal dunia.

Dia menjadi korban dari "Kodokushi" atau mati dalam kesendirian, sebuah tren yang terus bertumbuh menimpa kalangan lansia di Jepang.

Dengan baju pelindung lengkap dan sarung tangan karet, Oshima mengangkat kasur pria itu yang sudah dipenuhi belatung dan serangga hitam.

"Ugh, ini sangat serius. Anda mengenakan baju pelindung untuk mencegah serangga yang mungkin membawa penyakit," katanya.

Kodokushi menjadi masalah yang terus berkembang di Jepang, di mana 27,7 persen dari populasi yang berusia lebih dari 65 tahun, dan banyak orang menyerah untuk mencari pasangan hidup di usia paruh baya.

Para ahli menyatakan kombinasi antara budaya Jepang yang unik, sosial, dan faktor demografi bergabung menjadi masalah serius.

Tak ada angka resmi terkait kodokushi, namun kebanyakan ahli meyakini sebanyak 30.000 orang mati dalam kesendirian per tahunnya.

Masyarakat modern Jepang mengalami perubahan budaya dan ekonomi dalam beberapa dekade terakhir.

Pakar demografi mengatakan jaring pengaman sosial negara tersebut telah gagal mengimbangi beban keluarga untuk merawat orangtua.

"Di Jepang, keluarga menjadi fondasi dukungan sosial," kata Kasuhiko Fujimori, kepala riset di Institut Informasi dan Penelitian Mizuho.

"Namun, kondisi itu telah berubah dengan peningkatan orang yang memilih hidup sendiri, dan jumlah keluarga makin mengecil," tambahnya.

Dalam tiga dekade terakhir, Jepang menghadapi pangsa rumah tangga penghuni tunggal tumbuh lebih dari dua kali lipat menjadi 14,5 persen dari total populasi, kenaikan tersebut terutama didorong oleh pria berusia 50-an dan wanita berusia 80-an atau lebih.

Tingkat pernikahan juga menurun. Para pakar meyakini banyak pria khawatir pekerjaan mereka terlalu genting untuk menetap dan memulai sebuah keluarga.

Selain itu, lebih banyak wanita memasuki dunia kerja merasa tidak membutuhkan suami untuk mencukupi kebutuhan mereka.

Satu dari empat pria Jepang berusia 50 tahun tidak pernah menikah. Pada 2030, angka tersebut diperkirakan naik menjadi satu dari tiga pria.

Sebanyak 15 persen lansia di Jepang hidup dalam kesendirian, mereka bahkan hanya berbincang satu kali dalam sepekan. Angka itu lebih tinggi dari jumlah lansia yang hidup sendiri di Swedia, Amerika Serikat, dan Jerman yang berkisar 6-8 persen.